SUMA MENAGIH TUHAN (6)

Kamis, 01 Juni 2017


AYAT PENGGUGAH

            Dokter Hendra kembali dari peringatan maulid dengan pribadi yang bertukar. Ia telah melucuti dirinya dari busana modern dan mengenakan busana keagamaan. Ia pergi ke took membeli buku buku agama untuk menambah pemahamannya tentang Islam. Ia toidak pernah lagi meninggalkan waktu sholat, bahlan mulai sering datang ke masjid untuk sholat berjamaah. Pada hari jumat pertama sesudah peringatan maulid, ia perlukan pulang dari tempat prakteknya. Ia mendengarkan hutbah jumat yang menyejukkan hatinya.

            Sang khatib menerangkan bagaimana mulianya bersedekah dan berinfak, mengorbankan harta benda ke jaan Allah. Khotib ini mengutip sebuah ayat dari surah Al Bakarah, ayat 245 yang artinya :

“BARANG SIAPA MEMINJAMI ALLAH DENGAN SUATU PINJAMAN YANG BAIK, MAKA ALLAH AKAN MEMBAYARNYA DENGAN BERLIPAT GANDA”

            Dokter Hendra menyimak sungguh-sungguh isi khotbah tersebut. Tergeraklah hatinya untuk melakukan sedekah dan infak. Tetapi tidak seperti orang kebanyakan, ia menginfakkan kekayaannya dalam jumlah besar dari setiap pengeluarannya dan mencatatnya secara rapih sebagai pinjaman kepada Allah.

            Ia seperti saudagar yang memelihara pembukuan  agar setiap piutangnya kelak dapat ditagih. Untuk itu ia perlu meminta kuitansi dari mereka yang mendapatkan infak.

            Ketika pengurus masjid mengumumkan untuk meminta sumbangan dari jamaah untuk membeli 4 loudspeaker yang akan ditempatkan di empat penjuru masjid, dr. Hendra menawarkan untuk menyanggupi separuhnya. Anggota jamaah lainnya tercengang melihat orang yang sebelumnya acuh tak acuh terhadap masjid dan toidak pernah menyumbang, tiba-tiba berinfak dalam jumlah yang besar. Orang mudah untuk bersholat, mudah untuk berpuasa dan melakukan amal kebaikan, tetapi mengeluarkan uangnya adalah sesuatu yang paling berat. Bagaimana mungkin uang yang didapat dengan memeras keringat lalu harus dikeluarkan dengan Cuma-Cuma.

            Suatu ketika seorang petugas dana suatu yayasan singgah di rumahnya minta sumbangan untuk mendoirikan sebuah madrasah. Tanpa banyak tanya ia telah memberikannya untuk satu local bangunan.

            Pada akhirnya ia menjadi terkenal atas kepemurahannya. Kalau ada yang memerlukan sumbangan social sudah menjadi pomeo kata kata, “Singgahlah ke rumah dr. Hendra. Setiap permintaan yang datang tidak pernah kembali dengan tangan hampa.” Dan ia tidak perlu lupa mencatat dalam pembukuannya.

            Di tempat prakteknya juga semakin ramai dikunjungi pasien. Ia terpaksa menambah seorang juru rawat dan seorang pembantu administrasi untuk melayani pasien-pasien yang datang secara mengantri. Dokter Hendra terpaksa memperpanjang jam prakteknya.

            Jika dilihat dari pengeluarannya orang akan menyangka bahwa harta dr. Hendra sudah ludes. Memang agak berkurang tetapi hatinya begitu puas menyumbang. Hatinya sangat bahagia melayani pasien-pasien yang makin banyak. Kepada orang-orang yang kurang mampu ia tidak memungut bayaran.

            Pada musim haji berikutnya ia berniat berangkat untuk menunaikan Rukun Islam yang kelima demi untuk menyempurnakan ke-Islamannya. Seisi komples berkumpul mendoakan keselamatan dr. Hendra dan istrinya. Bahkan ketika akan berangkat seluruh warga kompleks akan ikut mengantarnya ke asrama haji. Hanya karena pertimbangan dapat memacetkan jalan, maka yang mengantar hanya beberapa orang saja.



Bersambung ......

0 komentar:

Posting Komentar