AYAT
PENGGUGAH
Dokter Hendra kembali dari
peringatan maulid dengan pribadi yang bertukar. Ia telah melucuti dirinya dari
busana modern dan mengenakan busana keagamaan. Ia pergi ke took membeli buku
buku agama untuk menambah pemahamannya tentang Islam. Ia toidak pernah lagi
meninggalkan waktu sholat, bahlan mulai sering datang ke masjid untuk sholat
berjamaah. Pada hari jumat pertama sesudah peringatan maulid, ia perlukan
pulang dari tempat prakteknya. Ia mendengarkan hutbah jumat yang menyejukkan
hatinya.
Sang khatib menerangkan bagaimana
mulianya bersedekah dan berinfak, mengorbankan harta benda ke jaan Allah.
Khotib ini mengutip sebuah ayat dari surah Al Bakarah, ayat 245 yang artinya :
“BARANG
SIAPA MEMINJAMI ALLAH DENGAN SUATU PINJAMAN YANG BAIK, MAKA ALLAH AKAN
MEMBAYARNYA DENGAN BERLIPAT GANDA”
Dokter Hendra menyimak
sungguh-sungguh isi khotbah tersebut. Tergeraklah hatinya untuk melakukan
sedekah dan infak. Tetapi tidak seperti orang kebanyakan, ia menginfakkan
kekayaannya dalam jumlah besar dari setiap pengeluarannya dan mencatatnya
secara rapih sebagai pinjaman kepada Allah.
Ia seperti saudagar yang memelihara
pembukuan agar setiap piutangnya kelak
dapat ditagih. Untuk itu ia perlu meminta kuitansi dari mereka yang mendapatkan
infak.
Ketika pengurus masjid mengumumkan
untuk meminta sumbangan dari jamaah untuk membeli 4 loudspeaker yang akan
ditempatkan di empat penjuru masjid, dr. Hendra menawarkan untuk menyanggupi
separuhnya. Anggota jamaah lainnya tercengang melihat orang yang sebelumnya
acuh tak acuh terhadap masjid dan toidak pernah menyumbang, tiba-tiba berinfak
dalam jumlah yang besar. Orang mudah untuk bersholat, mudah untuk berpuasa dan
melakukan amal kebaikan, tetapi mengeluarkan uangnya adalah sesuatu yang paling
berat. Bagaimana mungkin uang yang didapat dengan memeras keringat lalu harus
dikeluarkan dengan Cuma-Cuma.
Suatu ketika seorang petugas dana
suatu yayasan singgah di rumahnya minta sumbangan untuk mendoirikan sebuah
madrasah. Tanpa banyak tanya ia telah memberikannya untuk satu local bangunan.
Pada akhirnya ia menjadi terkenal
atas kepemurahannya.
Kalau ada yang memerlukan sumbangan social sudah menjadi pomeo kata kata, “Singgahlah
ke rumah dr. Hendra. Setiap permintaan yang datang tidak pernah kembali dengan
tangan hampa.” Dan ia tidak perlu lupa mencatat dalam pembukuannya.
Di tempat
prakteknya juga semakin ramai dikunjungi pasien. Ia terpaksa menambah seorang
juru rawat dan seorang pembantu administrasi untuk melayani pasien-pasien yang
datang secara mengantri. Dokter Hendra terpaksa memperpanjang jam prakteknya.
Jika
dilihat dari pengeluarannya orang akan menyangka bahwa harta dr. Hendra sudah
ludes. Memang agak berkurang tetapi hatinya begitu puas menyumbang. Hatinya
sangat bahagia melayani pasien-pasien yang makin banyak. Kepada orang-orang
yang kurang mampu ia tidak memungut bayaran.
Bersambung ......
0 komentar:
Posting Komentar