SUMA MENAGIH TUHAN (9)

Selasa, 06 Juni 2017


HAJI HALIM YANG GELISAH

            Haji Halim tersentak dari keasikannya membaca wirid yang secara rutin dilakukannya setiap selesai sholat. Dari jauh kedengaran sorak sorai anak-anak yang sepertinya sedang keranjingan. Pak Haji Halim menanyakan kepada salah seorang jamaah yang melintas di hadapannya tentang apa gerangan yang terjadi.

            Ternyata seorang remaja tanggung entah darimana datangnya menanyakan dimana Tuhan berada. Ia mencari Tuhan karena ada keperluan yang sangat mendesak. Setiap orang yang dijumpainya ditanyai, “dimana Tuhan berada ?”

            Orang pertama yang ditanya menjadi terkesima dan tidak dapat memberikan jawaban. Orang kedua hanya tertawa gelid an menjadikannya bahan guyonan. Orang ketiga terbahak-bahak, memanggil orang-orang dan menceriterakan pertanyaan aneh dan gila itu. Pada akhirnya orang orang berkerumun dan anak-anak berteriak, “Orang gila! orang gila! orang gila!” Makin ramai makin banyak anak-anak yang berkerumun dan mengikuti langkah Suma, dan teriakan mereka semakin nyaring.


            Haji Halim memerintah seorang jamaah untuk memanggil Suma. Pak Haji khawatir jangan sampai anak tersebut disakiti oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, karena menganggap anak ini menghina agama. Menurut firasat Haji Halim, pasti ada pemahaman yang kurang tepat dalam pikiran anak itu.

            Setelah mempersilahkan duduk, Haji Halim meneliti wajah anak itu. Wajahnya bersih dan segar, tak ada tanda-tanda kegilaan pada penampilannya. Ia tanya nama dan asal kedatangannya, anak itu menjawab dengan baik dan lancAr. Bahkan ketika Haji Halim menyempatkan menjamunya makan, terlihat cara makannya yang sopan dan tenang, meskipun ia sudah sangat lapar.

            Setelah istirahat sekitar lima belas menit, Pak Haji Halim menawarkan barangkali ia mau beristirahat atau baring baring sejenak, tetapi Suma menjawab :

            “Maaf, Pak Haji. Saya akan meneruskan perjalanan. Terimakasih atas segala kebaikan Bapak.”

            “Meneruskan perjalanan kemana?” tanya Haji Halim.

            “Saya ingin mencari Tuhan. Apakah Pak Haji tahu tempatnya?” tanya Suma penuh harap.

            “Tuhan itu berada dimana-mana, Nak. Berdoalah dan doamu akan didengarNya.”

            “Urusan saya dengan Tuhan lain sifatnya. Saya akan menagih hutang-Nya. Tuhan menjanjikan berlipat ganda, tetapi saya meminta pokoknya saja. Saya sudah sangat membutuhkannya.”

            Haji Halim teringat ayat Al Qur’an yang mungkin menjadi pegangan anak ini. Dia akui adalah sukar memberi pengertian agar ia menunggu saja rezeki Allah sebagai pengganti apa yang telah diinfakkan oleh ayahnya. Anak ini memahami ayat tersebut seperti pinjaman dalam urusan bisnis dan perdagangan yang berdasarkan tanda bukti yang sah. Padahal pinjaman kepada Allah akan dibayar melalui rezeki dari dunia atau pahala kelak di akhirat.

            “Anak muda! Kalau kau mau mendengar nasehatku, kembalilah ke rumah. Tuhan akan melihat penderitaanmu dan Ia akan memberikan pertolongan padamu.” bujuk Pak Haji.

            “jadi Pak Haji tidak mau memberitahu dimana tuhan berada ? tanya Suma dengan tegas. Suma mengira bahwa setiap Kiyai pasti tahu dimana Tuhan berada. “Kalau begitu biar saya pergi mencariNya sendiri,” kata Suma sambil pamit dan siap berdiri.

            “Anak muda, karena kau bertekad mencari Tuhan, maka bila engkau menjumpaiNya ada satu titipan pertanyaan dariku.”

            “Apa itu Pak Haji?”

            “Beritahu bahwa ada hamba Allah yang begitu taat melakukan ibadah bahkan mengerjakan yang sunat, tetapi hatinya masih juga gelisah dan resah. Apakah yang menyebabkannya.”

Bersambung ......

0 komentar:

Posting Komentar