HAJI
HALIM YANG GELISAH
Haji Halim tersentak dari
keasikannya membaca wirid yang secara rutin dilakukannya setiap selesai sholat.
Dari jauh kedengaran sorak sorai anak-anak yang sepertinya sedang keranjingan.
Pak Haji Halim menanyakan kepada salah seorang jamaah yang melintas di hadapannya
tentang apa gerangan yang terjadi.
Ternyata seorang remaja tanggung
entah darimana datangnya menanyakan dimana Tuhan berada. Ia mencari Tuhan
karena ada keperluan yang sangat mendesak. Setiap orang yang dijumpainya
ditanyai, “dimana Tuhan berada ?”
Orang pertama yang ditanya menjadi
terkesima dan tidak dapat memberikan jawaban. Orang kedua hanya tertawa gelid
an menjadikannya bahan guyonan. Orang ketiga terbahak-bahak, memanggil
orang-orang dan menceriterakan pertanyaan aneh dan gila itu. Pada akhirnya
orang orang berkerumun dan anak-anak berteriak, “Orang gila! orang gila! orang
gila!” Makin ramai makin banyak anak-anak yang berkerumun dan mengikuti langkah
Suma, dan teriakan mereka semakin nyaring.
Haji Halim memerintah seorang jamaah
untuk memanggil Suma. Pak Haji khawatir jangan sampai anak tersebut disakiti
oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, karena menganggap anak ini
menghina agama. Menurut firasat Haji Halim, pasti ada pemahaman yang kurang
tepat dalam pikiran anak itu.
Setelah mempersilahkan duduk, Haji
Halim meneliti wajah anak itu. Wajahnya bersih dan segar, tak ada tanda-tanda
kegilaan pada penampilannya. Ia tanya nama dan asal kedatangannya, anak itu
menjawab dengan baik dan lancAr. Bahkan ketika Haji Halim menyempatkan menjamunya
makan, terlihat cara makannya yang sopan dan tenang, meskipun ia sudah sangat
lapar.
Setelah istirahat sekitar lima belas
menit, Pak Haji Halim menawarkan barangkali ia mau beristirahat atau baring
baring sejenak, tetapi Suma menjawab :
“Maaf, Pak Haji. Saya akan
meneruskan perjalanan. Terimakasih atas segala kebaikan Bapak.”
“Meneruskan perjalanan kemana?”
tanya Haji Halim.
“Saya ingin mencari Tuhan. Apakah
Pak Haji tahu tempatnya?” tanya Suma penuh harap.
“Tuhan itu berada dimana-mana, Nak.
Berdoalah dan doamu akan didengarNya.”
“Urusan saya dengan Tuhan lain
sifatnya. Saya akan menagih hutang-Nya. Tuhan menjanjikan berlipat ganda,
tetapi saya meminta pokoknya saja. Saya sudah sangat membutuhkannya.”
Haji Halim teringat ayat Al Qur’an
yang mungkin menjadi pegangan anak ini. Dia akui adalah sukar memberi
pengertian agar ia menunggu saja rezeki Allah sebagai pengganti apa yang telah
diinfakkan oleh ayahnya. Anak ini memahami ayat tersebut seperti pinjaman dalam
urusan bisnis dan perdagangan yang berdasarkan tanda bukti yang sah. Padahal
pinjaman kepada Allah akan dibayar melalui rezeki dari dunia atau pahala kelak
di akhirat.
“Anak
muda! Kalau kau mau mendengar nasehatku, kembalilah ke rumah. Tuhan akan
melihat penderitaanmu dan Ia akan memberikan pertolongan padamu.” bujuk Pak
Haji.
“jadi Pak
Haji tidak mau memberitahu dimana tuhan berada ? tanya Suma dengan tegas. Suma
mengira bahwa setiap Kiyai pasti tahu dimana Tuhan berada. “Kalau begitu biar
saya pergi mencariNya sendiri,” kata Suma sambil pamit dan siap berdiri.
“Anak
muda, karena kau bertekad mencari Tuhan, maka bila engkau menjumpaiNya ada satu
titipan pertanyaan dariku.”
“Apa itu
Pak Haji?”
“Beritahu
bahwa ada hamba Allah yang begitu taat melakukan ibadah bahkan mengerjakan yang
sunat, tetapi hatinya masih juga gelisah dan resah. Apakah yang menyebabkannya.”
Bersambung ......
0 komentar:
Posting Komentar