SUMA MENAGIH TUHAN (12)

Sabtu, 10 Juni 2017


MENYAMPAIKAN PESAN TITIPAN

            Bung Kondang sedang mempersiapkan pembayaran gaji pegawai-pegawai dan buruh-buruhnya. Mereka berkerumun di pintu loket menunggu namanya dipanggil untuk menerima gaji. Tiba-tiba seorang remaja kumal menyerbu dan menanyakan namanya. Buruh-buruh itu menjadi curiga dan menghalangi langkah Suma. Kepada Bung Kondang dilaporkan dan ia segera tahu bahwa anak itu tidak lain afdalah Suma yang baru kembali dari usaha pencahariannya. Bung Kondang memerintahkan untuk mengantar Suma ke dalam.

            “Apakah engkau telah menemukan apa yang kau cari?” tanya Bung Kondang sambil mempersilahkan Suma duduk.

            “Betul Pak, dan sekarang saya datang untuk menyampaikan jawaban dari pertanyaan titipan bapak,” jawab Suma meyakinkan kesungguhannya.

            Bung Kondang setengah percaya setengah tidak atas apa yang didengarnya. Namun demikian ia begitu antusias ingin mengetahui jawaban tersebut. Bung Kondang segera mengajak Suma pulang dan melayaninya secara baik. Setelah mandi dan menikmati makanan lezat, Suma menemui Bung Kondang yang telah menunggunya di beranda.

            “Apa yang dikatakan Tuhan ketika kau berjumpa denganNya?” tanya Bung Kondang dengan nada kurang yakin.

            “Sebenarnya saya tidak berjumpa tetapi menemukanNya. Saya tidak melihatNya, tetapi saya merasa Ia telah menyampaikan sesuatu pada saya.” Suma terdiam sejenak memikirkan kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan maksudnya. “Sudahlah ! Saya sendiri tidak mengerti pertemuan macam apa itu,” kata Suma selanjutnya.

            “Lalu bagaimana dengan pertanyaan titipanku?”

            “ada seorang tua mukmin, mungkin wali, ahli tassauf atau apalah namanya, ia yang memberikan jawaban tanpa saya menanyainya. Katanya, ada harta yang bapak simpan dan belum dikeluarkan zakatnya, dan selama harta itu tidak dikeluarkan zakatnya, selama itu pula bapak tidak akan pernah mempunyai selera makan.”

            Bung Kondang terdiam, merenungkan dan mengingat-ingat harta apa gerangan yang disimpannya dan tidak pernah dikeluarkan zakatnya.

            Ia mengingat kembali bagaimana ia dilahirkan, banting tulang menghidupi dirinya sendiri. Ia ingin suatu saat kelak hidup layak dan tidak mewariskan kemiskinan kepada keturunannya seperti kemiskinan yang diwariskan oleh kedua orang tuanya.

            Ia teringat sebelum meninggal ayahnya memberikan secarik surat wasiat yang ia tidak ketahui isinya, karena ia pikir surat wasiat dari orang tuanya yang miskin tidak akan memberikan kehidupan seperti yang ia dambakan. Surat itu hanya disimpan bersama dengan photo-photo kenangan keluarganya.

            “Pak!” Sapa Suma membuyarkan lamunan Bung Kondang. “Kalau sudah jelas saya akan segera pulang menjumpai ibu saya.”

            “Baiklah, terimakasih banyak anakku,” jawab Bung Kondang mengantar Suma ke pintu gerbang.

            Sepeninggal Suma, Bung Kondang mencari cari surat wasiat orang tuanya. Surat wasiat itu ternyata berbunyi: “Ada sesuatu yang saya simpan untukmu di bawah permukaan sumur. Setelah kau dewasa ambillah untuk bekal hidupmu.” Beruntung, sumur itu masih ada. Setelah membongkar landasan tembok sumur dan menggali tanahnya, ternyata di dalamnya terdapat tempayan penuh dengan emas dan perhiasan.

 Akan segera selesai .....

0 komentar:

Posting Komentar