BOLONG MANYALLA, SOUVENIR PERNIKAHAN

Kamis, 22 September 2016

Sebulan sebelum pernikahan putra pertamaku, aku mendengar istri, anak dan calon menantuku tengah berdiskusi hangat tentang souvenir pernikahan. Mereka saling mengemukakan pendapat dan usulan tentang benda apa yang baik, berguna dan berkesan yang akan diberikan kepada tamu-tamu yang akan datang pada resepsi pernikahan yang jatuh pada tanggal 4 September 2016, nanti. Titik tekan pertimbangan mereka masing-masing bahwa benda tersebut cukup baik dan berguna, serta harganya murah tetapi tidak terkesan murahan.

Dalam bahasa Inggris souvenir berarti bingkisan, kenang-kenangan, tanda mata, cendera mata atau semacam oleh-oleh. Jadi souvenir dapat dikatakan sebagai benda atau barang yang diterima atau diberikan oleh seseorang kepada orang lain dengan tujuan sebagai simbol untuk mengingat sebuah kejadian yang begitu penting pada waktu tertentu. Harapannya saat melihat benda tersebut orang yang diberi souvenir akan teringat kembali pada sebuah moment tertentu. “Ooh…benda ini saya terima saat pernikahan Muhammad Alfisyahrin dengan Rina Cahyani, pada tanggal 4 september 2016,” begitu aku menjelaskan.

Dengan demikian sipemberi souvenir tentu berharap souvenir yang ia berikan cukup menarik, dibutuhkan dan akan tersimpan lama oleh sipenerima. Tradisi pemberian souvenir pernikahan sudah berlangsung sangat lama, bukan hanya di Indonesia tetapi hampir di seluruh dunia. Tradisi ini bermula sebagai ungkapan terimakasih bangsawan bangsawan kaya Eropa kepada para tamu yang telah datang ke acara pernikahan keluarganya. Seiring dengan perkembangan zaman, benda-benda yang dijadikan souvenir pernikahan juga berkembang dan lebih variatif mengikuti selera pengantin. Seolah-olah ingin menunjukkan kepada para tamu inilah kelas selera dan cita rasa pengantin.

Souvenir pernikahan sesungguhnya memang hanya benda kecil yang harganya tak seberapa. Tetapi resepsi pernikahan tanpa adanya souvenir seperti sebuah perhelatan panggung tanpa tata cahaya, serasa ada yang kurang dan tidak sempurna. Coba perhatikan di meja penerimaan tamu, begitu antusias dan senangnya para undangan menerima souvenir. Mereka mengamatinya sejenak dan menyimpannya di saku. Mereka amat suka benda-benda kecil itu, dan dengan perasaan gembira membawa pulang ke rumah dan memberikan kepada anak-anak mereka. Kadang-kadang souvenir itu juga diperlakukan sebagai alat bukti bahwa seseorang telah hadir di suatu pesta pernikahan, dan bukan ke tempat lain.

Nach, sekarang coba ingat-ingat kembali. Berapa kali anda telah menghadiri pesta pernikahan ? Berapa banyak souvenir dengan berbagai bentuk dan modelnya yang telah anda terima ? Kemana dan menjadi apa souvenir-souvenir itu kemudian ? Jujur saja souvenir berupa benda-benda kecil itu hanya terkesan sesaat dan tergeletak begitu saja di rumah untuk kemudian menghilang. Atau hanya sekedar kegembiraan telah memberikan oleh oleh pernikahan kepada anak-anak. Tidak ada satupun souvenir pernikahan yang tersimpan awet. Kalaupun ada yang tersimpan, percayalah itu tidak lama.

Berdasarkan pertimbangan dan pengalaman tersebut, maka dalam pernikahan anak pertama ini saya memberikan souvenir sebuah buku ceritera legenda berjudul, “Bolong Manyalla”, karya saya sendiri. Naskah ini adalah juara II Sayembara Penulisan Naskah Ceritera Video/Film, Kategori Legenda tahun 1991. Namun baru pada tahun 2015 akhir Indie Publishing menerbitkannya sebanyak 1000 (seribu) exp. Buku “Bolong Manyalla” ini sedianya akan dimasukkan ke Gramedia untuk dipasarkan. Tetapi karena ketentuan di Gramedia hanya bisa memasarkan buku dalam jumlah minimal 2000 exp. Maka peredaran buku tersebut tertahan dan hanya dipasarkan secara on line.

                                      inilah Buku, "BOLONG MANYALLA"

Jakarta, 22 Sept 2016
 


0 komentar:

Posting Komentar