KHUSNUL
KHATIMAH
Dokter Hendra dan istrinya merasa
lega dan sangat bahagia telah melaksanakan ibadah haji tanpa tertinggal satu
rukun pun. Malam itu mereka bercengkeramah, tertawa lepas menumbuhkan segala
ceritera dari perjalanan hidup rumah tangga mereka yang telah berjalan 7 tahun.
Setelah sholat sunat 2 rakaat, dr.
Hendra mengangkat kedua tangannya memohon kepada Allah. “Ya Allah. Engaulah
sumber dari segala sumber. Engkaulah tempat untuk menumpahkan segala harapan.
Ya, Allah. Maafkanlah keterlabatanku dalam mengenal kebesaran-Mu. Kini aku
telah kembali ke jalan-Mu. Aku telah berusaha menjalankan segala apa yang kau perintahkan.
Ya Allah, berilah aku keturunan lewat Rahim istriku.” Sampai di sini ia tidak
dapat melanjutkan doanya. Ia mengusap wajahnya terasa ada cairan bening menetes
dari matanya.
Malam itu ia mendekati istrinya
dengan segenap perasaan cinta. Mereka seakan baru saja melangsung perkawinan.
Paginya mereka terbangun sebagai manusia baru dengan perasaan optimis menatap
hari-hari esok.
Setelah melakukan Thawaf Wada, yaitu
sebagai ucapan selamat tinggal kepada Ka’bah Baitullah Al Haram, rombongan
berangkat menuju Madinah. Perjalanan panjang di tengah pada pasir mereka lalui
dengan sebuah bus yang berjalan kencang di atas jalan bebas hambatan. Rombongan
berangkat pagi dan tiba di Madinah pada malam hari. Dokter Hendra dan istrinya
mendapat tempat menginap yang dekat dengan Masjid Nabawi. Dengan demikian ia
dapat lebih cepaty sampai ke masjid untuk melakukan sholat.
Setiap jamaah akan berusaha tinggal
sekurang-kurangnya 8 hari agar dapat berjamaah 40 kali di Masjid Madfinah.
Namun dr. Hendra pernah jatuh sakit sehari sehingga ia luput melaksanakan
sholat jamaah. Untuk mencukupi 40 sholat jamaah ia membiarkan istrinya
berangkat lebih dahulu bersama rombongan, dan ia sendiri akan menyusul keesokan
harinya dan bertemu kembali di Jeddah, untuk selanjutnya pulang ke tanah air.
Nyonya Hendra tengah mengemaskan
barang-barangnya, tiba-tiba ia dijumpai oleh panitia haji dan diminta
bersiap-siap berangkat ke rumah sakit. Dokter Hendra mendapat kecelakaan. Bus
yang ditumpanginya terbalik dan terbakar.
Setibanya di rumah sakit, Nyonya
Hendra langsung menghambur dfan memeluk badan suaminya yang telah menghitam, ia
meraung-raung memegang kedua lengan suaminya. Dokter Hendra membiarkan istrinya
menumpahkan kesedihannya. Setelah sedikit reda ia berkata lemah. “Mama, aku puas
sekali menjalani hidup ini. Terimakasih untuk semua yang telah nkau abdikan
padaku. Di rahimmu telah ada janin penggantiku. Peliharalah ia baik-baik,
jadikan ia manusia yang betrguna bagi Agama, bangsa dan negaranya.” Dokter
Hendra terus memegang perut istrinya. Sementara istrinya diam terpaku menahan
kesedihan.
Setelah mengucapkan kata-kata itu
dr. Hendra terkulai, ia telah berpulang untuk selamanya. Di tengah tangisnya,
Nyonya Hendra merasa bahagia karena suaminya meninggal dengan khusnul khatimah
di tempat yang setiap orang mengharapkannya.
Bersambung .....
0 komentar:
Posting Komentar