AKIBAT
MENAHAN PERJODOHAN
Tepat tengah hari, Suma tiba di
depan rumah Haji Halim. Ia menghentikan langkahnya sejenak ketika melihat
begitu banyak tamu dengan pakaian-pakaiannya yang mewah sedang asik
bercengkeramah. Hari ini Haji Halim memang sedang kedatangan utusan pengusaha
kaya yang akan melamar salah satu dari tiga putrinya yang cantik jelita.
Sayang sekali setelah berbincang-bincang
dengan keluarga pelamar, mengenal kepribadian calon dan memahami latarbelakang keluarga dan keadaan status
sosialnya, Haji Halim dengan ucapan agak menyesal menolak lamaran tersebut.
Namun demikian dengan keputusan tersebut tidak satu pihakpun yang
memperlihatkan sakit hatinya. Mereka dsaling menghargai pandangan dan pendapat
masing-masing. Mereka semua dapat menahan perasaan kecewa dan larut dalam
suasana kekeluargaan pada acara makan siang bersama.
Suma tadinya akan langsung pulang ke
rumah, tetapi karena ada amanah yang harus didahulukan, maka ia sempatkan
mampir ke rumah Haji Halim. Tamu-tamu keheranan melihat anak tanggung dengan
pakaian sederhana menanyakan Haji Halim.
Melihat bahwa yang datang adalah
Suma, Haji Halim meletakkan piringnya dan menjemput Suma untuk masuk dan ikut makan siang
bersama. Sambil makan Haji Halim menceriterakan bagaimana ibunya bersama Ustadz
Fahmi panik
mencari Suma. “Bapak pikir kepergianmu sudah
atas izin ibumu,” kata Haji Halim menunggu jawaban.
“Saya hanya minta izin untuk
menjumpai Ustadz Fahmi, tetapi karena ustadz Fahmi tidak dapat menunjukkan
kepada saya dimana Tuhan berada maka saya teruskan usaha pencaharian itu
sendiri,” jawab Suma menjelaskan.
Setelah selesai makan Suma bermaksud
pamit untuk segera menemui ibunya. “Kesinggahan saya kemari hanya untuk
menyampaikan jawaban atas titipan pertanyaan bapak.”
“Ooh, iya. Bagaimana, kau sudah
menemukan Tuhan? Apa jawabannya?” tanya Haji Halim antara percaya dan tidak
sambil menarik Suma ke sudut ruangan.
“Saya telah menemukan Tuhan dan
mendapatkan apa yang saya cari.”
“Jadi Tuhan sudah membayar
hutang-hutangmu?”
“Betul, tapi bukan secara langsung,”
jawab Suma seadanya. “Adapun pertanyaan bapak tidak dijawab oleh Tuhan secara
langsung, melainkan dijawab oleh seseorang. Katanya kegelisahan bapak
disebabkan karena adanya perjodohan yang bapak tahan. Mungkin ada wanita dalam
kekuasaan bapak yang sudah dilamar oleh beberapa lelaki tetapi Bapak Haji
selalu menolaknya,” kata Suma menjelaskan.
Haji Halim baru tersadar dari
kekeliruannya selama ini. Ia terlalu mengharapkan datangnya seorang lelaki
berahlak mulia dari keturunan bangsawan yang jutawan dan intelektual. Tetapi
ternyata tidak seorangpun yang memiliki keempat keunggulan itu.
Haji Halim segera berdiri di hadapan
tamu-tamunya diikuti oleh Suma. “Bapak-bapak dan ibu-ibu yang saya hormati.
Anak ini telah menyadarkan kekeliruan saya selama ini. Saya sebenarnya tidak
pantas menolak maksud baik bapak-bapak untuk melamar putri saya, oleh karena
itu keputusan tadi saya ralat, dan sekarang saya menyatakan menerima lamaran
Sukri, anak dari Bapak Haruna,” kata Haji Halim sambil menyeka airmatanya.
Semua orang bergembira dan
bertanya-tanya siapa gerangan anak kecil yang telah menyadarkan seorang Kiyai
sekaliber Haji Halim itu.
Tinggal satu episode lagi .....
0 komentar:
Posting Komentar