Dalam suatu kesempatan awal tahun, Senin, 6 Januari 2014 kami menghadiri
rapat Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terkait investigasi
tabrakan kereta api dengan mobil tangki Pertamina di Bintaro, Jakarta Selatan
pada tanggal 9 Desember 2013. Dalam rapat yang dipimpin oleh Ketua KNKT,
Marsekal Muda TNI (purn) Tatang Kurniadi kami baru mengetahui bahwa substansi
rapat adalah tentang surat protes keras dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang
ditujukan kepada KNKT.
Berdasarkan pemberitaan Vivanews.com, 30 Desember 2013 diwartakan bahwa
KNKT telah menyampaikan pernyataan tentang sebab tabrakan maut kereta vs Truk
tanki pertamina. Pihak PT KAI geram dengan pemberitaan tersebut yang terkesan
mempersalahkan PT KAI dalam kecelakaan tersebut. Melalui Direktur Keselamatan
dan Keamanan, PT KAI melayangkan surat
protes keras yang menyatakan bahwa pernyataan KNKT tersebut tidak berdasar,
tendensius, tidak dapat dibuktikan dan meminta KNKT menarik seluruh
pernyataannya. Mendapati surat demikian, KNKT sebagai satu-satunya lembaga yang
diberi kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan investigasi terhadap semua
kecelakaan di bidang transportasi merasa otoritasnya digugat oleh sebuah
perusahaan persero yang tidak punya kewenangan apapun terhadap investigasi yang
dilakukan oleh KNKT.
Namun untuk mencegah wacana media yang mungkin akan menjadi perbincangan
publik yang tidak sehat, KNKT mengundang pihak PT KAI, para investigator dan
kami dari Kemenko Polhukam untuk meng-clear-kan permasalahan tersebut. Dari
pertemuan tersebut terungkaplah fakta bahwa pihak KNKT tidak pernah mengirimkan
press release atau mengadakan konperensi pers, dan juga tidak pernah merasa
diwawancarai oleh media menyangkut substansi pemberitaan yang disajikan oleh
Vivanews.com. Rupanya Vivanews.com mengutip secara tidak utuh Rekomendasi
Segera yang dikeluarkan oleh KNKT pertanggal 23 Desember 2013, dan itupun tidak
untuk publikasi media.
Cepat bereaksi tepat
bersikap
Lalu dimana letak masalahnya ?
Menyikapi pemberitaan media massa, apalagi media on-line yang lebih
berorientasi pada persegeraan sajian berita. lengkap ataupun tak lengkap tak
jadi masalah, dengan pertimbangan bahwa nanti akan disusul oleh pemberitaan
pelengkap lainnya. Menyikapi pemberitaan tersebut pimpinan organisasi memang
dituntut cepat bereaksi dan tepat bersikap. PT KAI telah bereaksi cepat, tetapi
tidak tepat dalam bersikap.
Bagaimana bersikap yang tepat ?
Mendapati suatu pemberitaan yang menyudutkan, bagian yang menangani
komunikasi dan informasi segera menyimak isi dan arah pemberitaannya. Setelah
itu, PT KAI melakukan kontak dengan media yang bersangkutan untuk menanyakan
kejelasan sumber beritanya. Namun demikian tidak semua organisasi mampu
membangun relasi dan komunikasi konstruktif dengan media massa. Sehingga
seringkali pemberitaan media massa tentang suatu organisasi didiamkan saja
walaupun pemberitaan tersebut tidak benar dan menyudutkan organisasi. Oleh karena itu, PT KAI seharusnya bermain
lebih cantik dengan mengalihkan persoalan media kepada KNKT. PT KAI bersurat
kepada KNKT menanyakan apakah benar KNKT telah mengeluarkan press release atau
menyampaikan statemen kepada media seperti yang ditulis oleh Vivanews.com.
Benar ataupun tidaknya, PT KAI telah menyerahkan persoalan pada KNKT.
Bagian seperti inilah yang tidak ditempuh oleh PT KAI sehingga ia terjebak
dalam pemberitaan media on line yang mungkin dengan sengaja ingin memancing
reaksi PT KAI dan itu akan menjadi pasar potensial bagi pemberitaan media
massa. Ini hanyalah satu dari sekian banyak pembelajaran dalam menghadapi
pemberitaan media massa.
Nasi telah menjadi bubur. Surat protes keras dari PT KAI telah memancing
reaksi yang lebih keras lagi dari pihak KNKT. Apalagi pilihan kata pada surat
tersebut tidak mempertimbangkan tatakrama persuratan sebagaimana layaknya etika
persuratan antara lembaga publik. Saya hanya menyarankan kepada PT KAI agar
membicarakan di tingkat direksi kemungkinan untuk menarik kembali surat protes
keras yang diajukan ke KNKT karena surat tersebut tidak tepat alamat dan juga tidak
tepat secara substantif.
Jakarta, 9/1/2014
0 komentar:
Posting Komentar