MARI BINGUNG MENCARI KESALAHAN

Selasa, 21 Januari 2014


Di setiap musim penghujan banjir dapat terjadi di mana-mana. Siapapun tahu kapan waktu musim penghujan dan setiap orang sudah memperkirakan bahwa setiap hujan deras berkepanjangan akan menimbulkan banjir. Masalahnya, bagaimana kita mengatasi agar banjir tidak sampai menjadi bencana besar yang merugikan banyak pihak dan melumpuhkan banyak aktivitas.

Banjir di berbagai daerah sudah terbiasa kita dengar dan dampak kerusakannya tidak begitu signifikan. Mereka di daerah sudah terbiasa mengalami dan mengatasi banjir. Lain ceritera jika Jakarta yang kebanjiran, Beritanya akan menjadi isu nasional dan biasanya menjadi komoditas politik. Orang nomor satu di DKI biasanya naik ke tampuk kekuasaan dengan menghantam incumbent dengan isu-isu kemacetan dan banjir yang tidak berhasil mereka atasi, kendati para penggantinya pun nanti tidak dapat mengatasi pula. Begitulah banjir di Jakarta dari tahun ke tahun. Begitulah kemacetan di Jakarta dari tahun ke tahun.

Siapa yang mau kita tuding sebagai penyebab kebanjiran ini ? Tentu saja tidak boleh kita persalahkan hujan yang deras, karena dari tahun ke tahun hujan deras memang terjadi di setiap musim penghujan. Tentu saja tidak tepat juga mempersalahkan karena Jakarta berada di dataran rendah dan Bogor berada di dataran tinggi. Dari dulu juga Bogor berada di dataran tinggi jadi sudah menjadi hukum alam jika curah hujan di dataran tinggi terkirim ke dataran rendah di Jakarta. Jadi jangan pernah mempersalahkan alam karena alam punya hukumnya sendiri. Lalu siapa yang patut kita persalahkan ? Apakah pihak swasta dan konglomerat yang yang membangun gedung bertingkat dan menanam beton-beton di perut bumi sehingga mengurangi resapan air. Apakah kesalahan masyarakat yang tidak disiplin membuang sampah sembarangan yang dapat membuat hambatan aliran air dan banjir setempat. Atau memang pemerintah dan pemerintah daerah yang tidak mampu mengatasi persoalan banjir dari ke tahun dengan berdalih bahwa kesalahan-kesalahan dasar telah dilakukan oleh pendahulunya.

Siapa yang berwenang menangani masalah banjir dan siapa yang bertanggungjawab atas bencana banjir. Setiap berbicara kewenangan, setiap pihak merasa dialah yang paling berwenang menangani dan karena itu patut diberi wewenang dan anggaran pendukungnya. Tetapi setiap kali berbicara tanggungjawab terhadap bencana banjir maka setiap pihak akan menyalahkan pihak yang lain. Kalaupun semua dianggap bertanggungjawab maka yang lainlah yang lebih bertanggungjawab. Begitulah, setiap pihak bersedia mengambil wewenang tetapi tidak bersedia bertanggungjawab dan dipersalahkan.
Akhirnya bangsa ini akan sampai pada satu lingkaran pengelakan diri dan penudingan pada yang lain. Sehingga situasi dan keadaan dalam masyarkat tiba pada kondisi, jangan pernah persalahkan yang salah, karena yang salah tentu saja  akan membela diri. Cara si salah membela diri adalah dengan menyalahkan yang lain, karena selalu harus ada yang salah. Padahal yang lain tentu saja tidak bersalah karena ia adalah pihak lain dari masalah. Yang lain menjadi bersalah karena ia dipersalahkan oleh yang membuat kesalahan, setidak-tidaknya salah dalam mempersalahkan orang lain.

Lalu siapa yang salah ? Jangan tanyakan pada mereka yang bersalah, karena mereka yang bersalah akan menjadikan hal yang salah tersebut menjadi demikian rumit dan berputar-putar sebagaimana putaran banjir yang mencari tempat kosong dan terendah. Sungguh malang siapapun yang menjadi rendah dan atau direndahkan karena ia hanya akan menjadi pusaran terakhir sebuah kesalahan yang diperbincangkan oleh mereka-mereka yang bersalah.

Sebenarnya dimana kesalahan itu ? 
Kalau anda menemukannya, Itu suatu kebetulan. 
Entahlah…mungkin tulisan ini juga sebuah kesalahan, 
karena sampai akhir tulisan 
saya tidak temukan titik kebenarannya. 
Mari kita bingung bersama.

Jakarta, 21/1/2014

0 komentar:

Posting Komentar