Di
setiap musim penghujan banjir dapat terjadi di mana-mana. Siapapun tahu kapan
waktu musim penghujan dan setiap orang sudah memperkirakan bahwa setiap hujan
deras berkepanjangan akan menimbulkan banjir. Masalahnya, bagaimana kita
mengatasi agar banjir tidak sampai menjadi bencana besar yang merugikan banyak
pihak dan melumpuhkan banyak aktivitas.
Banjir
di berbagai daerah sudah terbiasa kita dengar dan dampak kerusakannya tidak
begitu signifikan. Mereka di daerah sudah terbiasa mengalami dan mengatasi
banjir. Lain ceritera jika Jakarta yang kebanjiran, Beritanya akan menjadi isu
nasional dan biasanya menjadi komoditas politik. Orang nomor satu di DKI
biasanya naik ke tampuk kekuasaan dengan menghantam incumbent dengan isu-isu
kemacetan dan banjir yang tidak berhasil mereka atasi, kendati para
penggantinya pun nanti tidak dapat mengatasi pula. Begitulah banjir di Jakarta
dari tahun ke tahun. Begitulah kemacetan di Jakarta dari tahun ke tahun.
Siapa
yang mau kita tuding sebagai penyebab kebanjiran ini ? Tentu saja tidak boleh
kita persalahkan hujan yang deras, karena dari tahun ke tahun hujan deras
memang terjadi di setiap musim penghujan. Tentu saja tidak tepat juga
mempersalahkan karena Jakarta berada di dataran rendah dan Bogor berada di
dataran tinggi. Dari dulu juga Bogor berada di dataran tinggi jadi sudah
menjadi hukum alam jika curah hujan di dataran tinggi terkirim ke dataran
rendah di Jakarta. Jadi jangan pernah mempersalahkan alam karena alam punya
hukumnya sendiri. Lalu siapa yang patut kita persalahkan ? Apakah pihak swasta
dan konglomerat yang yang membangun gedung bertingkat dan menanam beton-beton di
perut bumi sehingga mengurangi resapan air. Apakah kesalahan masyarakat yang
tidak disiplin membuang sampah sembarangan yang dapat membuat hambatan aliran
air dan banjir setempat. Atau memang pemerintah dan pemerintah daerah yang
tidak mampu mengatasi persoalan banjir dari ke tahun dengan berdalih bahwa
kesalahan-kesalahan dasar telah dilakukan oleh pendahulunya.
Siapa
yang berwenang menangani masalah banjir dan siapa yang bertanggungjawab atas
bencana banjir. Setiap berbicara kewenangan, setiap pihak merasa dialah yang
paling berwenang menangani dan karena itu patut diberi wewenang dan anggaran
pendukungnya. Tetapi setiap kali berbicara tanggungjawab terhadap bencana
banjir maka setiap pihak akan menyalahkan pihak yang lain. Kalaupun semua
dianggap bertanggungjawab maka yang lainlah yang lebih bertanggungjawab.
Begitulah, setiap pihak bersedia mengambil wewenang tetapi tidak bersedia bertanggungjawab
dan dipersalahkan.
Akhirnya
bangsa ini akan sampai pada satu lingkaran pengelakan diri dan penudingan pada
yang lain. Sehingga situasi dan keadaan dalam masyarkat tiba pada kondisi,
jangan pernah persalahkan yang salah, karena yang salah tentu saja
akan membela diri. Cara si salah membela diri adalah dengan menyalahkan yang
lain, karena selalu harus ada yang salah. Padahal yang lain tentu saja tidak
bersalah karena ia adalah pihak lain dari masalah. Yang lain menjadi bersalah
karena ia dipersalahkan oleh yang membuat kesalahan, setidak-tidaknya salah
dalam mempersalahkan orang lain.
Lalu
siapa yang salah ? Jangan tanyakan pada mereka yang bersalah, karena mereka
yang bersalah akan menjadikan hal yang salah tersebut menjadi demikian rumit dan
berputar-putar sebagaimana putaran banjir yang mencari tempat kosong dan
terendah. Sungguh malang siapapun yang menjadi rendah dan atau direndahkan
karena ia hanya akan menjadi pusaran terakhir sebuah kesalahan yang diperbincangkan
oleh mereka-mereka yang bersalah.
Sebenarnya
dimana kesalahan itu ?
Kalau anda menemukannya, Itu suatu kebetulan.
Entahlah…mungkin tulisan ini juga sebuah kesalahan,
karena sampai akhir tulisan
saya tidak temukan titik kebenarannya.
Mari kita bingung bersama.
Kalau anda menemukannya, Itu suatu kebetulan.
Entahlah…mungkin tulisan ini juga sebuah kesalahan,
karena sampai akhir tulisan
saya tidak temukan titik kebenarannya.
Mari kita bingung bersama.
Jakarta,
21/1/2014
0 komentar:
Posting Komentar