MENYAMPAIKAN PESAN TITIPAN
Bung
Kondang sedang mempersiapkan pembayaran gaji pegawai-pegawai dan
buruh-buruhnya. Mereka berkerumun di pintu loket menunggu namanya dipanggil
untuk menerima gaji. Tiba-tiba seorang remaja kumal menyerbu dan menanyakan
namanya. Buruh-buruh itu menjadi curiga dan menghalangi langkah Suma. Kepada
Bung Kondang dilaporkan dan ia segera tahu bahwa anak itu tidak lain afdalah
Suma yang baru kembali dari usaha pencahariannya. Bung Kondang memerintahkan
untuk mengantar Suma ke dalam.
“Apakah
engkau telah menemukan apa yang kau cari?” tanya Bung Kondang sambil
mempersilahkan Suma duduk.
“Betul
Pak, dan sekarang saya datang untuk menyampaikan jawaban dari pertanyaan
titipan bapak,” jawab Suma meyakinkan kesungguhannya.
Bung
Kondang setengah percaya setengah tidak atas apa yang didengarnya. Namun
demikian ia begitu antusias ingin mengetahui jawaban tersebut. Bung Kondang
segera mengajak Suma pulang dan melayaninya secara baik. Setelah mandi dan
menikmati makanan lezat, Suma menemui Bung Kondang yang telah menunggunya di
beranda.
“Apa yang
dikatakan Tuhan ketika kau berjumpa denganNya?” tanya Bung Kondang dengan nada
kurang yakin.
“Sebenarnya
saya tidak berjumpa tetapi menemukanNya. Saya tidak melihatNya, tetapi saya
merasa Ia telah menyampaikan sesuatu pada saya.” Suma terdiam sejenak
memikirkan kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan maksudnya. “Sudahlah ! Saya
sendiri tidak mengerti pertemuan macam apa itu,” kata Suma selanjutnya.
“Lalu
bagaimana dengan pertanyaan titipanku?”
“ada
seorang tua mukmin, mungkin wali, ahli tassauf atau apalah namanya, ia yang
memberikan jawaban tanpa saya menanyainya. Katanya, ada harta yang bapak simpan
dan belum dikeluarkan zakatnya, dan selama harta itu tidak dikeluarkan
zakatnya, selama itu pula bapak tidak akan pernah mempunyai selera makan.”
Bung Kondang
terdiam, merenungkan dan mengingat-ingat harta apa gerangan yang disimpannya
dan tidak pernah dikeluarkan zakatnya.
Ia
mengingat kembali bagaimana ia dilahirkan, banting tulang menghidupi dirinya
sendiri. Ia ingin suatu saat kelak hidup layak dan tidak mewariskan kemiskinan
kepada keturunannya seperti kemiskinan yang diwariskan oleh kedua orang tuanya.
Ia
teringat sebelum meninggal ayahnya memberikan secarik surat wasiat yang ia
tidak ketahui isinya, karena ia pikir surat wasiat dari orang tuanya yang
miskin tidak akan memberikan kehidupan seperti yang ia dambakan. Surat itu
hanya disimpan bersama dengan photo-photo kenangan keluarganya.
“Pak!”
Sapa Suma membuyarkan lamunan Bung Kondang. “Kalau sudah jelas saya akan segera
pulang menjumpai ibu saya.”
“Baiklah,
terimakasih banyak anakku,” jawab Bung Kondang mengantar Suma ke pintu gerbang.
Sepeninggal
Suma, Bung Kondang mencari cari surat wasiat orang tuanya. Surat wasiat itu
ternyata berbunyi: “Ada sesuatu yang saya simpan untukmu di bawah permukaan
sumur. Setelah kau dewasa ambillah untuk bekal hidupmu.” Beruntung, sumur itu
masih ada. Setelah membongkar landasan tembok sumur dan menggali tanahnya,
ternyata di dalamnya terdapat tempayan penuh dengan emas dan perhiasan.
Akan segera selesai .....