SUMA MENAGIH TUHAN (14)

Selasa, 13 Juni 2017


PENUTUP

Ibu suma memeluk anaknya erat-erat sambil menangis terharu begitu mendapatkan anaknya telah kembali setelah berpisah tanpa kabar berita. “Ibu menunggumu sejak tadi pagi,” kata Ibu Suma memandang dalam-dalam anaknya.



“Ibu tahu aku akan kembali?” tanya Suma.

“Bung Kondang yang menyampaikan bahwa sebentar lagi kau akan tiba di rumah. Ia menceriterakan semua hal tentang dirimu. Ibu sangat lega mendengarnya. Ia juga menyerahkan barang titipanmu sebuah tempayan yang ibu sendiri tidak tahu apa isinya,” kata Ibu Suma  membimbing anaknya masuk ke kamar.

“Maksud ibu, Bung Kondang pengusaha besar yang terkenal itu?”

“Ya, kira-kira dialah. Jika melihat penampilannya memang sepertinya ia orang yang kaya raya,” jawab ibunya.

Mereka bersama-sama membuka isi tempayan tersebut, dan astaga isinya adalah emas dan berbagai perhiasan mahal. Ibu dan anak terperanjat. Ibu suma memberondong anaknya dengan berbagai pertanyaan, bagaimana ia mendapatkan benda ini. Suma hanya diam terpaku tidak percaya bahwa emas dan perhiasan di hadapannya adalah miliknya, sebelum akhirnya ia sadar dan meyakini inilah pembayaran yang berlipat ganda dari harta benda yang telah diinfakkan oleh ayahnya. Ia bersujud ke lantai dan mengucapkan,

“Alhamdulillah.”

Catatan :
Terimakasih kepada Orang tua yang kami hormati, Bapak H. Syamsu Alam Opu Daeng Mamala sebagai sumber ceritera yang pernah dituturkannya kepada kami. Saya hanya menulis kembali dan mengatur alur ceritera agar lebih sesuai dengan tuntutan  alur naskah ceritera.

SUMA MENAGIH TUHAN (13)

Senin, 12 Juni 2017


AKIBAT MENAHAN PERJODOHAN

            Tepat tengah hari, Suma tiba di depan rumah Haji Halim. Ia menghentikan langkahnya sejenak ketika melihat begitu banyak tamu dengan pakaian-pakaiannya yang mewah sedang asik bercengkeramah. Hari ini Haji Halim memang sedang kedatangan utusan pengusaha kaya yang akan melamar salah satu dari tiga putrinya yang cantik jelita.



            Sayang sekali setelah berbincang-bincang dengan keluarga pelamar, mengenal kepribadian calon dan memahami latarbelakang keluarga dan keadaan status sosialnya, Haji Halim dengan ucapan agak menyesal menolak lamaran tersebut. Namun demikian dengan keputusan tersebut tidak satu pihakpun yang memperlihatkan sakit hatinya. Mereka dsaling menghargai pandangan dan pendapat masing-masing. Mereka semua dapat menahan perasaan kecewa dan larut dalam suasana kekeluargaan pada acara makan siang bersama.

            Suma tadinya akan langsung pulang ke rumah, tetapi karena ada amanah yang harus didahulukan, maka ia sempatkan mampir ke rumah Haji Halim. Tamu-tamu keheranan melihat anak tanggung dengan pakaian sederhana menanyakan Haji Halim.

            Melihat bahwa yang datang adalah Suma, Haji Halim meletakkan piringnya dan menjemput Suma untuk masuk dan ikut makan siang bersama. Sambil makan Haji Halim menceriterakan bagaimana ibunya bersama Ustadz Fahmi panik mencari Suma. “Bapak pikir kepergianmu sudah atas izin ibumu,” kata Haji Halim menunggu jawaban.

            “Saya hanya minta izin untuk menjumpai Ustadz Fahmi, tetapi karena ustadz Fahmi tidak dapat menunjukkan kepada saya dimana Tuhan berada maka saya teruskan usaha pencaharian itu sendiri,” jawab Suma menjelaskan.

            Setelah selesai makan Suma bermaksud pamit untuk segera menemui ibunya. “Kesinggahan saya kemari hanya untuk menyampaikan jawaban atas titipan pertanyaan bapak.”

            “Ooh, iya. Bagaimana, kau sudah menemukan Tuhan? Apa jawabannya?” tanya Haji Halim antara percaya dan tidak sambil menarik Suma ke sudut ruangan.

            “Saya telah menemukan Tuhan dan mendapatkan apa yang saya cari.”

            “Jadi Tuhan sudah membayar hutang-hutangmu?”

            “Betul, tapi bukan secara langsung,” jawab Suma seadanya. “Adapun pertanyaan bapak tidak dijawab oleh Tuhan secara langsung, melainkan dijawab oleh seseorang. Katanya kegelisahan bapak disebabkan karena adanya perjodohan yang bapak tahan. Mungkin ada wanita dalam kekuasaan bapak yang sudah dilamar oleh beberapa lelaki tetapi Bapak Haji selalu menolaknya,” kata Suma menjelaskan.

            Haji Halim baru tersadar dari kekeliruannya selama ini. Ia terlalu mengharapkan datangnya seorang lelaki berahlak mulia dari keturunan bangsawan yang jutawan dan intelektual. Tetapi ternyata tidak seorangpun yang memiliki keempat keunggulan itu.

            Haji Halim segera berdiri di hadapan tamu-tamunya diikuti oleh Suma. “Bapak-bapak dan ibu-ibu yang saya hormati. Anak ini telah menyadarkan kekeliruan saya selama ini. Saya sebenarnya tidak pantas menolak maksud baik bapak-bapak untuk melamar putri saya, oleh karena itu keputusan tadi saya ralat, dan sekarang saya menyatakan menerima lamaran Sukri, anak dari Bapak Haruna,” kata Haji Halim sambil menyeka airmatanya.

            Semua orang bergembira dan bertanya-tanya siapa gerangan anak kecil yang telah menyadarkan seorang Kiyai sekaliber Haji Halim itu.

Tinggal satu episode lagi .....

SUMA MENAGIH TUHAN (12)

Sabtu, 10 Juni 2017


MENYAMPAIKAN PESAN TITIPAN

            Bung Kondang sedang mempersiapkan pembayaran gaji pegawai-pegawai dan buruh-buruhnya. Mereka berkerumun di pintu loket menunggu namanya dipanggil untuk menerima gaji. Tiba-tiba seorang remaja kumal menyerbu dan menanyakan namanya. Buruh-buruh itu menjadi curiga dan menghalangi langkah Suma. Kepada Bung Kondang dilaporkan dan ia segera tahu bahwa anak itu tidak lain afdalah Suma yang baru kembali dari usaha pencahariannya. Bung Kondang memerintahkan untuk mengantar Suma ke dalam.

            “Apakah engkau telah menemukan apa yang kau cari?” tanya Bung Kondang sambil mempersilahkan Suma duduk.

            “Betul Pak, dan sekarang saya datang untuk menyampaikan jawaban dari pertanyaan titipan bapak,” jawab Suma meyakinkan kesungguhannya.

            Bung Kondang setengah percaya setengah tidak atas apa yang didengarnya. Namun demikian ia begitu antusias ingin mengetahui jawaban tersebut. Bung Kondang segera mengajak Suma pulang dan melayaninya secara baik. Setelah mandi dan menikmati makanan lezat, Suma menemui Bung Kondang yang telah menunggunya di beranda.

            “Apa yang dikatakan Tuhan ketika kau berjumpa denganNya?” tanya Bung Kondang dengan nada kurang yakin.

            “Sebenarnya saya tidak berjumpa tetapi menemukanNya. Saya tidak melihatNya, tetapi saya merasa Ia telah menyampaikan sesuatu pada saya.” Suma terdiam sejenak memikirkan kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan maksudnya. “Sudahlah ! Saya sendiri tidak mengerti pertemuan macam apa itu,” kata Suma selanjutnya.

            “Lalu bagaimana dengan pertanyaan titipanku?”

            “ada seorang tua mukmin, mungkin wali, ahli tassauf atau apalah namanya, ia yang memberikan jawaban tanpa saya menanyainya. Katanya, ada harta yang bapak simpan dan belum dikeluarkan zakatnya, dan selama harta itu tidak dikeluarkan zakatnya, selama itu pula bapak tidak akan pernah mempunyai selera makan.”

            Bung Kondang terdiam, merenungkan dan mengingat-ingat harta apa gerangan yang disimpannya dan tidak pernah dikeluarkan zakatnya.

            Ia mengingat kembali bagaimana ia dilahirkan, banting tulang menghidupi dirinya sendiri. Ia ingin suatu saat kelak hidup layak dan tidak mewariskan kemiskinan kepada keturunannya seperti kemiskinan yang diwariskan oleh kedua orang tuanya.

            Ia teringat sebelum meninggal ayahnya memberikan secarik surat wasiat yang ia tidak ketahui isinya, karena ia pikir surat wasiat dari orang tuanya yang miskin tidak akan memberikan kehidupan seperti yang ia dambakan. Surat itu hanya disimpan bersama dengan photo-photo kenangan keluarganya.

            “Pak!” Sapa Suma membuyarkan lamunan Bung Kondang. “Kalau sudah jelas saya akan segera pulang menjumpai ibu saya.”

            “Baiklah, terimakasih banyak anakku,” jawab Bung Kondang mengantar Suma ke pintu gerbang.

            Sepeninggal Suma, Bung Kondang mencari cari surat wasiat orang tuanya. Surat wasiat itu ternyata berbunyi: “Ada sesuatu yang saya simpan untukmu di bawah permukaan sumur. Setelah kau dewasa ambillah untuk bekal hidupmu.” Beruntung, sumur itu masih ada. Setelah membongkar landasan tembok sumur dan menggali tanahnya, ternyata di dalamnya terdapat tempayan penuh dengan emas dan perhiasan.

 Akan segera selesai .....