Ketidakadilan di Wilayah Domestik

Kamis, 31 Oktober 2013


Kemarin, 29 Oktober 2013, saya menghadiri sebuah diskusi publik dengan tema. "Pengaruutamaan Gender" . Pembicaraan yang tidak fokus dan melebar kemana-mana. Pembicara wanita dan pria seperti saling serang dengan argumennya masing-masing. Dan pada akhir diskusi publik tidak ada kesimpulan kunci yang dapat diambil. Dan semua peserta kembali dengan tanyanya masing-masing. Kembali ke rumah, saya menuliskan sebuah diskusi ringan 7 tahun yang lalu.



Dalam suatu dialog publik di LPP TVRI Banda Aceh di pertengahan bulan September 2006, dalam program acara, “Duek Besamo” yang diadakan oleh BRR, Satker Kemenko Polhukam, mengangkat tema, “Peran Wanita Dalam Kancah Politik” dengan menghadirkan tiga orang nara sumber dan saya sebagai penanggap. Saya sudah lupa bagaimana awalnya, tiba-tiba diskusi beralih pada soal kesetaraan gender.

Dua pembicara yang kebetulan seorang wanita menuntut perlunya suatu gerakan bukan hanya dari kalangan wanita, tetapi juga dari kalangan pria untuk sama-sama memperjuangkan adanya kesetaraan antara lelaki dan wanita baik dalam mengelola negara maupun mengelola kehidupan di wilayah domestik, karena kultur budaya di Indonesia tidak memberi ruang yang cukup bagi wanita untuk berkembang. Sementara pembicara lain dari kaum adam berbicara seputar kodrat wanita sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya, dan istri bagi suaminya serta segala konsekuensi yang menyertai kedua peran tersebut. Tentu saja diskusi menjadi demikian hangat hingga dialog publik berakhir tanpa kesimpulan.

Pembicara wanita yang kebetulan seorang dosen di salah satu perguruan tinggi di Banda Aceh mengeluhkan bahwa hasil ujian mata kuliahnya ternyata menunjukkan bahwa nilai akademik laki-laki jauh lebih baik dibandingkan wanita. Apakah itu satu indikator bahwa lelaki jauh lebih pandai dibandingkan wanita? Ibu Dosen itu tidak menerima kebenaran asumsi tersebut. Hasil ujian itu betul betul mengganggu pikirannya. Ia tahu betul bahwa ia memberikan perhatian yang sedikit lebih kepada mahasiswinya di setiap sesi perkuliahannya.

Untuk menjawab gangguan pikirannya, Ibu dosen itu melakukan penelitian kecil-kecilan di suatu kelurahan dengan melibatkan beberapa mahasiswanya. Tidak kurang 100 kuisioner disebar. Kuisioner berisi 20 pertanyaan dengan daftar jawaban yang telah tersedia. Setelah melakukan coding data, maka ditemukan satu kesimpulan bahwa minat baca lelaki jauh lebih tinggi dibandingkan minat baca wanita. Ibu dosen itu masih dihantui pertanyaan, mengapa minat baca lelaki jauh lebih tinggi dibandingkan wanita. Jawaban dalam kuisioner tidak memberikan jawaban apa-apa, namun ada asumsi-asumsi yang perlu pembuktian.
Akhirnya Ibu Dosen melakukan penelitian lanjutan di lokasi yang sama dengan melibatkan mahasiswa yang sama, tentu saja dengan materi kuisioner yang berbeda. 100 kuisioner di sebar serentak selama dua hari. Setelah melakukan coding data, maka ditemukanlah suatu kesimpulan yang miris tetapi memuaskan hatinya. Ternyata telah terjadi ketidakadilan peran dalam wilayah domestik (Dalam lingkungan rumah tangga). Waktu wanita terlalu banyak tersita untuk berbagai pekerjaan di wilayah domestic sehingga hampir tidak punya waktu untuk membaca. Jangankan untuk membaca teks book atau buku-buku lain, menikmati surat kabar harianpun mereka tidak lagi sempat. Sementara lelaki memiliki waktu yang cukup banyak untuk membaca di wilayah domestik. Bahkan pada pagi hari ketika wanita sibuk mempersiapkan segala sesuatu di dapur, kaum lelaki dengan santainya membaca surat kabar ditemani secangkir kopi yang dibuat oleh wanita.

Saat ini kita ketahui bahwa perjuangan pengarusutamaan gender tidak lagi dilakukan sendiri oleh wanita. Cukup banyak lelaki yang terlibat dalam berbagai tim pengarusutamaan gender untuk turut memperjuangkan kesetaraan gender. Kepada kaum adam yang terlibat dalam perjuangan pengarusutamaan gender, saya hanya mengingatkan, lakukanlah terlebih dahulu di wilayah domestik dimana saudara adalah sebagai kepala rumah tangga.

1 komentar:

  1. Unknown mengatakan...:

    Terimakasih infonya, salam hangat dari PEMBICARA WANITA

Posting Komentar