HATI YANG BARU
Ustadz Fahmi
tidak berbicara soal agama dengan dr. Hendra. Ia berbicara soal kehidupan
sebahagian besar masyarakat, soal kenaikan harga, kemarau panjang, bencana alam
dan politik. Ia sebentar-sebentar bertanya pandangan kedokteran mengenai
maraknya pengguguran kandungan, dengan berbagai mal praktek lainnya serta
masalah keluarga berencana pada umumnya.
Dokter
Hendra yang sedari tadi sudah mengambil ancang-ancang berdebat soal-soal
keagamaan menjadi malu sendiri, karena Ustadz Fahmi tidak sekalipun berbicara
soal keagamaan. Ia menjadi sangat tertarik atas pembicaraan Ustadz Fahmi. Ia
tidak menyangka bahwa seorang pengurus masjid, seorang imam yang begitu
sederhana mempunyai pengetahuan umum seluas itu.
Rasa
tertarik dan rasa sungkan pada Ustadz Fahmi yang sudah didengar berita-berita
sebelumnya tentang ketinggian pribadinya, menyebabkan dr. Hendra kini terbuka
terhadap pengaruh Ustadz Fahmi. Tetapi Ustadz Fahmi tidak tergesa-gesa
melakukan serangan. Ia akan membiarkan sasarannya menilai sendiri dengan
seksama apa yang dimaksudnya.
Kebetulan
seminggu lagi aka nada peringatan Maulid di Masjid Nurul Islam, maka ustadz
hanya mengharapkan kehadiran pak dr. Hendra pada hari yang kebetulan hari
libur, bersama dengan penghuni penghuni kompleks lainnya. “Undangan tertulis
akan menyusul,” tambah Ustadz Fahmi.
Dokter
Hendra merasa sangat tersanjung, karena sebelum undangan tertulis, Ustadz Fahmi
sendiri datang mengundangnya secara pribadi. Dengan serta merta ia berjanji
akan hadir.
Ada semacam
perkembangan baru dalam hati dr. Hendra terhadap agama. Sikapnya kini mengalami
perubahan drastis. Ia telah menemukan hati yang baru, hati yang membuka diri
terhadap ajaran agama. Sejak kedatangan Ustadz Fahmi, ia mulai bertanya-tanya
pada istrinya beberapa dasar agama Islam. Ia kebanyakan mengangguk-angguk
menerima penjelasan istrinya yang juga seorang terpelajar. Suara adzan subuh
yang dahulu terasa mengganggu, kini mulai terasa menyejukkan hatinya, walau hanya
sekali-sekali saja tergerak untuk menunaikan sholat subuh setelah istrinya
berangkat ke masjid.
Setiap
kali waktu sholat matanya selalu menatap ke jurusan masjid dan hatinya ingin
sekali menyertai mereka-mereka yang melintas di hadapan rumahnya untuk menuju
ke masjid. Ia menantikan hari peringatan maulid yang dirasakannya begitu lama
sekali. Istri dr. Hendra sangat senang melihat perfubahan pendirian suaminya.
Dari rasa antipasti menjelma menjadi simpati.
Istrinya
memanjatkan segala doa yang dapat mempercepat datangnya petunjuk Ilahi bagi
suaminya. Ia tahu bagaimanapun seseorang itu diyakinkan oleh sesamanya manusia
tentang kebenaran Agama Islam, namun hanya petunjuk Allah juga yang dapat
menjadikan manusia beriman.
Dokter
Hendra sepulang dari tempat prakteknya singgah membeli kopiah dan sajadah.
Istrinya hanya tersenyum puas melihat suaminya memakai kopiah di depan cermin.
Dalam hati ia mengagumi suaminya yang tampak begitu pantas dengan sarung,
kopiah dan baju takwanya.
Bersambung ......
0 komentar:
Posting Komentar