SUMA MENAGIH TUHAN (2)

Sabtu, 27 Mei 2017


KENANGAN IBU AKAN SUAMINYA

            Suma Menyampaikan nianya, dan ibunya tidak mempertanyakan alasan anaknya. Ia sendiri akan meminta Suma berhenti berjualan mengingat usianya yang sudah meningkat remaja, tetapi ia mempunyai pertimbangan lain. Harga diri masih mengalir dengan deras dalam tubuh wanita itu sebagai seorang yang pernah tergolong berada, sekalipun kini ia tinggal dalam gubuk sederhana di lingkungan orang-orang kampung. Namun ia membiarkan anaknya menempuh hidup berat agar kelak ia menjadi wiraswasta tangguh. Kini setelah berdagang kue di sekolah selama hampir lima tahun, Sang Ibu menganggap bahwa Suma sudah punya dasar pengalaman.

            Ibu Suma kembali mengingat-ingat suaminya almarhum dan tahun tahun yang dilaluinya dalam rumah tangga :

            Setelah sebulan mereka menikah, ibu mertua menganjurkan mencari rumah lain agar ia dapat belajar hidup mandiri. Mereka harus belajar melayarkan bahtera rumah tangga yang baru dibinanya, untuk merasakan suka duka kehidupan suami istri.

            Mereka membeli sebuah rumah yang baru selesai dibangun di sebuah kompleks perumahan. Di belakang hari, dekat rumah mereka direncanakan akan dibangun sebuah masjid yang diperkirakan rampung tahun depan.

            Suaminya merasa pada mulanya sangat terganggu dengan suara adzan pada waktu subuh, ketika tidur sedang lelap lelapnya menjelang pagi. Kadang-kadang ia terbangun dan tidak dapat tidur lagi, sehingga di tempat kerja ia terkantuk-kantuk. Hendra memang tidak hidup dalam lingkungan keluarga yang tekun beragama. Orang tuanya tidak pernah mengajak sholat berjamaah, apalagi untuk menyempatkan waktu ke masjid. Islamnya hanya dalam KTP dan pelaksanaan keagamaannya hanya waktu disunat, waktu nikah, dan nanti  jika kelak meninggal dunia. Hanya pengakuan keislamannya yang masih tertanam dalam-dalam pada jiwanya, dan ini adalah satu satunya modal yang masih tersisa.

            Namun ketika ia selesai SMA dan belajar di perguruan tinggi, perbuatan ugal-ugalannya ia hentikan, tetapi rasa beragama belum juga masuk dalam hatinya.

            Ia belajar di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, dan karena harapan harapan gemilang, ia menjadi mahasiswa yang bersungguh sungguh dalam studinya. Di kampus ada masjid dan beberapa mahasiswa aktif mengelola pengajian pengajian setiap minggunya. Tetapi petunjuk belum juga datang pada diri Hendra.

            Setelah menyelesaikan studinya dan menyandang gelar dokter, ia dinikahkan dengan gadis yang telah direstui orang tuanya dan dari seorang keluarga baik-baik. Ia ditugaskan di sebuah rumah sakit kabupaten selama dua tahun sebelum dipindahkan ke kota.

Bersambung ……

0 komentar:

Posting Komentar