SUMA MENAGIH TUHAN (1)

Jumat, 26 Mei 2017


Siswa Penjual Kue

Suma memberesi dagangannya. Roti dan kue yang tidak laku ia simpan dengan rapih dalam kotak kardus dan dibawanya bersama buku-bukunya masuk ke dalam kelas. Guru-guru mengerti bahwa Suma adalah anak yang membelanjai dirinya sendiri belajar sejak sekolah dasar sampai SMP. Ia anak yang patuh, rajin dan pintar sehingga bukan saja disayangi oleh guru-gurunya tetapi juga disenangi oleh teman-temannya. Taka da di antara kawan kawannya yang sampai hati untuk mengejek apalagi mengambil dagangannya tanpa bayar.

Kalau dipikir umurnya yang telah meningkat remaja, mestinya ia sudah malu berjualan, apalagi pembeli-pembelinya adalah teman teman sekolahnya sendiri. Sampai pada suatu hari seorang anak baru, gadis yang lumayan parasnya, masuk sekolah sebagai pindahan dari sebuah SMP di ibukota kabupaten. Karena parasnya yang cantic dan cara berpakaiannya yang sedikit modern anak baru itu bersifat angkuh.

Baru seminggu Lina, demikian nama gadis itu, masuk sekolah, seluruh kelas telah merasakan keangkuhannya. Bahkan Suma untuk pertama kalinya mendapat ejekan. Mungkin sebelum itu ada teman-teman yang mentertawakannya, tetapi tertawaan itu tidak sampai ke telinganya. Tetapi sekarang apa yang ia dapati dari Lina adalah ejekan angsung yang benar-benar menyadarkan dirinya. Ia sadar bagaimana ia yang sudah berumur 15 tahun masih harus berjualan kue. Kalau ia menjual kue di tempat lain, di luar gedung sekolah tentu tidak menjadi persoalan. Tetapi berjualan di kalangan teman-temannya sendiri sungguh terasa memalukan. Untuk pertama kalinya ia sadar akan harga dirinya dan ia bertekad akan bethenti berjualan kue.

Ia tahu bahwa besok teman-temannya yang baik hati akan bertanya, mengapa ia berhenti berjualan kue, dan ia memutuskan untuk tidak menjawab alasan sebenarnya. Ia akan mencari jawaban mengelak. Kecuali kepada ibunya ia akan berterus terang.

Ketika lonceng sekolah tanda pulang berbunyi, ia membagi bagikan kue yang belum laku kepada teman-temannya. Teman-temannya pada heran apa yang terjadi dengan Suma sehingga membagi-bagikan dagangannya secara Cuma-Cuma. Sedangkan kotak kardusnya ia masukkan ke bak sampah. Ia berpikir-pikir apa penerimaan ibunya nanti jika ia menyampaikan niatnya untuk berhenti berdagang. Ibunya sudah tua dan pengidap penyakit asma. Dari hasil dagangannya kadang-kadang dipakai berobat ke puskesmas pembantu, tetapi karena pengobatan secara tidak teratur maka penyakit ibunya senantiasa kambuh dan kambuh lagi.

Terbayang pada Suma bagaimana wanita yang paling disayanginya akan tecengang mendengar keputusannya. Suma, disamping sekolah juga merupakan  tiang rumah tangga sejak ibunya sakit dan tidak dapat keluar berjualan secara kredit.

Bersambung….

0 komentar:

Posting Komentar