DAYA
TARIK SEORANG USTADZ
Ketua Masjid Nurul Islam adalah
seorang ulama terpelajar yang penuh gairah kerja. Ia berpendapat bahwa orang
Islam yang sudah datang ke masjid tIdak lagi memerlukan prioritas dakwah. Tetapi
orang Islam yang masih di luar masjid yang belum berkenalan dengan dakwah,
inilah yang harus diperhatikan. Ia mengatakan, “mereka yang masuk masjid
berarti mereka sudah masuk kantong. Mereka tinggal diperkuat iman dan
diperdalam ketakwaannya.”
Ia mempunyai daftar dan data-data
dari penduduk sekitar kompleks. Ia mengetahui tempat kerja, kesukaan dan
kemampuan masing-masing. Pada mulanya Ustadz Fahmi hanya tersenyum manis serta
memberi anggukan setiap kali ia berjumpa dengan calon sasarannya. Dengan
demikian ia telah mendapatkan simpati baik dari orang dewasa, pemuda, pria maupun
wanita.
Di antara mereka ada yang hanya
dengan pendekatan demikian sudah sadar sendiri dan datang ke masjid tiap hari
Jumat, lalu berangsur angsur mau menghadiri sholat berjamaah. Semakin banyak
mereka mendengar ceramah semakin mantap ke-Imanannya dan semakin mendalam
ke-Takwaannya.
Dalam waktu tiga bulan suasana
kompleks itu sudah berubah banyak. Pemuda yang ugal-ugalan tidak ia jauhi atau
mengritiknya di Majelis Taklim. Tetapi Ia kadang menyertai mereka, mencoba
memahami kegiatan dan aktivitas malamnya. Pengajian laki-laki dewasa dikunjungi
banyak orang. Pengajian khusus wanita dengan muballiq yang tenar juga diadakan,
sedangkan pada sore hari menjelang magrib ada pengajian anak-anak dan pelajaran
membaca Al Quran. Di Kompleks itu tidak ada lagi dijumpai kumpulan anak-anak
muda yang mabuk-mabukan, apalagi berjudi. Infak dan sadakah lumayan banyaknya,
karena pada umumnya penghuni kompleks adalah orang bisnis dan pejabat-pejabat.
Hanya satu orang yang belum berhasil
dibawa oleh Ustadz Fahmi ke masjid, yaitu dr. Hendra. Tetapi istrinya begitu
rajin mengikuti pengajian ibu-ibu. Walaupun dr. Hendra belum berhasil
ditundukkan oleh Ustadz Fahmi, masyarakat dan pengurus masjid menganggap Ustadz
Fahmi telah berhasil membina jamaah.
Ketua pengurus masjid sebelumnya
tidak pernah berhasil memanggil kaum muslimin lebih dari beberapa saf setiap
magrib, apalagi pada waktu sholat subuh. Ketua sebelumnya wataknya agak keras.
Ia mengritik dengan pedas orang orang islam yang tidak mau sholat dan datang
ke masjid, ia juga mencaci maki remaja remaja yang main musik, drama atau
berolahraga dengan aurat terbuka. Tidak heran jika beberapa pemuda menjulukinya
sebagai hantu kompleks.
Bagi Ustadz Fahmi sekarang yang
menjadi pemikirannya adalah dr. Hendra. Ia berniat bertamu ke rumah beliau pada
saat yang baik.
Dokter Hendra sedang
berbincang-bincang dengan istrinya. Ia menyinggung tentang waktu istrinya yang
tersita untuk urusan-urusan Majelis Taklim. Istrinya hanya tersenyum dan
berkata, “susah juga tidak aktif dalam kegiatan Majelis Taklim sementara
seluruh wanita di kompleks aktif di pengajian. Apakah saya harus hidup
terpencil?”
“Saya sendiri.” Kata dr. Hendra
mencoba bertahan.
“Kita ini berada dalam sebuah
kompleks perumahan. Betapa kurang bersahabatnya jika kita tidak turut serta
dalam kegiatan yang dilakukan oleh seluruh warga kompleks,”
“Itu betul juga,” kata dr. Hendra.
“Karenanya saya piker dan saya timbang timbang, lebih baik kita pindah dan
mencari tempat tinggal lain saja.”
Disaat itu terdengar ketukan dipintu
dan setelah dibuka, muncullah Ustadz Fahmi dengan senyumnya yang lebar dan
manis, mengucapkan salam. Seolah-olah ada kekuatan lain yang mendorong dr.
Hendra bersikap sedikit ramah kepada tamunya. “Silahkan duduk Ustadz,” kata dr.
Hendra.
Bersambung ......
0 komentar:
Posting Komentar