SUMA MENAGIH TUHAN (5)

Rabu, 31 Mei 2017


PERINGATAN MAULID

            Hari minggu itu anak-anak tanggung sudah lebih dahulu bersiap-siap daripada orang tua mereka. Inilah peringatan Maulid pertama sejak didirikannya Masjid Nurul Islam. Seluruh penghuni kompleks sudah diberi undangan untuk hadir dan tampaknya tidak ada doantara mereka yang tidak akan hadir.

            Biasanya pada hari minggu anak-anak mendesak orang tuanya untuk rekreasi atau mengunjungi keluarga yang mereka cintai, atau berjalan-jalan ke pusat-pusat keramaian untuk melepaskan lelah dan menikmati arti hari libur. Tetapi hari ini semua bersiap-siap ke masjid. Penganan-penganan mulai diangkut ke tempat peringatan. Ada yang menyumbang kue-kue, minuman botol, ada juga yang menyumbang uang untik biaya kepanitiaan.

            Dokter Hendra bersama istrinya berjalan menuju masjid. Setiap kenalan yang melihat merasa senang dan dengan tersenyum datang menyalaminya. Tiba di masjid ia mengambil tempat duduk agak di belakang, tetapi segera Ustadz Fahmi berdiri dan membimbingnya ke depan.

            Dokter Hendra merasakan suasana yang lain. Di tempat prakteknya ia berhubungan dengan pasiennya seperti antara dua orang yang diikat oleh kepent9ingan masing-masing. Pasien ingin sembuh dan dokter butuh imbalan. Tetapi di tempat ini orang berhubungan tanpa kepentingan kecuali atas dasar persaudaraan Islam dan pengabdian kepada Tuihan Sang Pencipta. Dokter Hendra dalam sekejap mata memandang jamaah, yang beberapa waktu lalu sangat asing baginya, sebagai saudara kandungnya sendiri.

            Sebuah kendaraan berhenti di halaman masjid dan Ustadz Fahmi beserta panitia datang menyambut. Inilah muballiq tenar yang akan menyampaikan Hikmah Maulid pada acara puncak peringatan Maulid di Masjid Nurul Islam.


            Dengan tenang dan penuh wibawa muballiq Haji Nawawi naik ke atas mimbar dan memberikan salam pembukaan yang disambut riuh oleh para jamaah. Pada usianya menjelang senja suaranya terdengar masih lantang. Namun gayanya tetap terkesan santri kendatipun diselingi humor humor.

            Ia menerangkan bahwa riwayat Nabi Muhammad telah ditulis oleh para ahli baik yang muslim maupun non muslim. Beratus judul buku dalam belasan Bahasa riwayat nabi diulas oleh para cendekiawan dari berbagai sudut pandang, dan sampai hari ini masih ada saja buku buku tentang nabi Muhammad yang diterbitkan. Dan Insya Allah pada masa-masa mendatang riwayat beliau akan terus digali oleh generasi berikutnya secara sambung menyambung.

            Kemudian muballiq menceriterakan tentang bagaimana mula-mula Nabi Muhammad menyeru orang untuk memeluk Agama Islam. Praktis ia hanya seorang diri menghadapi manusia-manusia sekelilingnya yang pada saat itu masih jahiliah. Bagaimana sebelumnya ia dihormati dan dipuja orang karena ketinggian budinya. Tetapi setelah ia memanggil orang menyembah Tuhan Yang Esa, orang berbalik membencinya, menghina dan memusuhinya. Sepanjang hidup beliau dan pengikut-pengikutnya di Mekkah dan Madinah betul betul sarat dengan pengalaman yang tidak mengenakkan hati. Dan semua itu di lakoninya hanya untuk menegakkan Islam yang Hak.

            Dokter Hendra meresapi perjuangan Nabi Muhammad yang tak kenal menyerah menegakkan Islam pada pertama kalinya.

Bersambung .....

SUMA MENAGIH TUHAN (4)

Senin, 29 Mei 2017


HATI YANG BARU

            Ustadz Fahmi tidak berbicara soal agama dengan dr. Hendra. Ia berbicara soal kehidupan sebahagian besar masyarakat, soal kenaikan harga, kemarau panjang, bencana alam dan politik. Ia sebentar-sebentar bertanya pandangan kedokteran mengenai maraknya pengguguran kandungan, dengan berbagai mal praktek lainnya serta masalah keluarga berencana pada umumnya.

            Dokter Hendra yang sedari tadi sudah mengambil ancang-ancang berdebat soal-soal keagamaan menjadi malu sendiri, karena Ustadz Fahmi tidak sekalipun berbicara soal keagamaan. Ia menjadi sangat tertarik atas pembicaraan Ustadz Fahmi. Ia tidak menyangka bahwa seorang pengurus masjid, seorang imam yang begitu sederhana mempunyai pengetahuan umum seluas itu.

            Rasa tertarik dan rasa sungkan pada Ustadz Fahmi yang sudah didengar berita-berita sebelumnya tentang ketinggian pribadinya, menyebabkan dr. Hendra kini terbuka terhadap pengaruh Ustadz Fahmi. Tetapi Ustadz Fahmi tidak tergesa-gesa melakukan serangan. Ia akan membiarkan sasarannya menilai sendiri dengan seksama apa yang dimaksudnya.

            Kebetulan seminggu lagi aka nada peringatan Maulid di Masjid Nurul Islam, maka ustadz hanya mengharapkan kehadiran pak dr. Hendra pada hari yang kebetulan hari libur, bersama dengan penghuni penghuni kompleks lainnya. “Undangan tertulis akan menyusul,” tambah Ustadz Fahmi.

            Dokter Hendra merasa sangat tersanjung, karena sebelum undangan tertulis, Ustadz Fahmi sendiri datang mengundangnya secara pribadi. Dengan serta merta ia berjanji akan hadir.

            Ada semacam perkembangan baru dalam hati dr. Hendra terhadap agama. Sikapnya kini mengalami perubahan drastis. Ia telah menemukan hati yang baru, hati yang membuka diri terhadap ajaran agama. Sejak kedatangan Ustadz Fahmi, ia mulai bertanya-tanya pada istrinya beberapa dasar agama Islam. Ia kebanyakan mengangguk-angguk menerima penjelasan istrinya yang juga seorang terpelajar. Suara adzan subuh yang dahulu terasa mengganggu, kini mulai terasa menyejukkan hatinya, walau hanya sekali-sekali saja tergerak untuk menunaikan sholat subuh setelah istrinya berangkat ke masjid.

            Setiap kali waktu sholat matanya selalu menatap ke jurusan masjid dan hatinya ingin sekali menyertai mereka-mereka yang melintas di hadapan rumahnya untuk menuju ke masjid. Ia menantikan hari peringatan maulid yang dirasakannya begitu lama sekali. Istri dr. Hendra sangat senang melihat perfubahan pendirian suaminya. Dari rasa antipasti menjelma menjadi simpati.

            Istrinya memanjatkan segala doa yang dapat mempercepat datangnya petunjuk Ilahi bagi suaminya. Ia tahu bagaimanapun seseorang itu diyakinkan oleh sesamanya manusia tentang kebenaran Agama Islam, namun hanya petunjuk Allah juga yang dapat menjadikan manusia beriman.

            Dokter Hendra sepulang dari tempat prakteknya singgah membeli kopiah dan sajadah. Istrinya hanya tersenyum puas melihat suaminya memakai kopiah di depan cermin. Dalam hati ia mengagumi suaminya yang tampak begitu pantas dengan sarung, kopiah dan baju takwanya.

Bersambung ......

SUMA MENAGIH TUHAN (3)

Minggu, 28 Mei 2017


DAYA TARIK SEORANG USTADZ

            Ketua Masjid Nurul Islam adalah seorang ulama terpelajar yang penuh gairah kerja. Ia berpendapat bahwa orang Islam yang sudah datang ke masjid tIdak lagi memerlukan prioritas dakwah. Tetapi orang Islam yang masih di luar masjid yang belum berkenalan dengan dakwah, inilah yang harus diperhatikan. Ia mengatakan, “mereka yang masuk masjid berarti mereka sudah masuk kantong. Mereka tinggal diperkuat iman dan diperdalam ketakwaannya.”

            Ia mempunyai daftar dan data-data dari penduduk sekitar kompleks. Ia mengetahui tempat kerja, kesukaan dan kemampuan masing-masing. Pada mulanya Ustadz Fahmi hanya tersenyum manis serta memberi anggukan setiap kali ia berjumpa dengan calon sasarannya. Dengan demikian ia telah mendapatkan simpati baik dari orang dewasa, pemuda, pria maupun wanita.

            Di antara mereka ada yang hanya dengan pendekatan demikian sudah sadar sendiri dan datang ke masjid tiap hari Jumat, lalu berangsur angsur mau menghadiri sholat berjamaah. Semakin banyak mereka mendengar ceramah semakin mantap ke-Imanannya dan semakin mendalam ke-Takwaannya.



            Dalam waktu tiga bulan suasana kompleks itu sudah berubah banyak. Pemuda yang ugal-ugalan tidak ia jauhi atau mengritiknya di Majelis Taklim. Tetapi Ia kadang menyertai mereka, mencoba memahami kegiatan dan aktivitas malamnya. Pengajian laki-laki dewasa dikunjungi banyak orang. Pengajian khusus wanita dengan muballiq yang tenar juga diadakan, sedangkan pada sore hari menjelang magrib ada pengajian anak-anak dan pelajaran membaca Al Quran. Di Kompleks itu tidak ada lagi dijumpai kumpulan anak-anak muda yang mabuk-mabukan, apalagi berjudi. Infak dan sadakah lumayan banyaknya, karena pada umumnya penghuni kompleks adalah orang bisnis dan pejabat-pejabat.

            Hanya satu orang yang belum berhasil dibawa oleh Ustadz Fahmi ke masjid, yaitu dr. Hendra. Tetapi istrinya begitu rajin mengikuti pengajian ibu-ibu. Walaupun dr. Hendra belum berhasil ditundukkan oleh Ustadz Fahmi, masyarakat dan pengurus masjid menganggap Ustadz Fahmi telah berhasil membina jamaah.

            Ketua pengurus masjid sebelumnya tidak pernah berhasil memanggil kaum muslimin lebih dari beberapa saf setiap magrib, apalagi pada waktu sholat subuh. Ketua sebelumnya wataknya agak keras. Ia mengritik dengan pedas orang orang islam yang tidak mau sholat dan datang ke masjid, ia juga mencaci maki remaja remaja yang main musik, drama atau berolahraga dengan aurat terbuka. Tidak heran jika beberapa pemuda menjulukinya sebagai hantu kompleks.

            Bagi Ustadz Fahmi sekarang yang menjadi pemikirannya adalah dr. Hendra. Ia berniat bertamu ke rumah beliau pada saat yang baik.

            Dokter Hendra sedang berbincang-bincang dengan istrinya. Ia menyinggung tentang waktu istrinya yang tersita untuk urusan-urusan Majelis Taklim. Istrinya hanya tersenyum dan berkata, “susah juga tidak aktif dalam kegiatan Majelis Taklim sementara seluruh wanita di kompleks aktif di pengajian. Apakah saya harus hidup terpencil?”

            “Saya sendiri.” Kata dr. Hendra mencoba bertahan.

      “Kita ini berada dalam sebuah kompleks perumahan. Betapa kurang bersahabatnya jika kita tidak turut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh seluruh warga kompleks,”

            “Itu betul juga,” kata dr. Hendra. “Karenanya saya piker dan saya timbang timbang, lebih baik kita pindah dan mencari tempat tinggal lain saja.”

            Disaat itu terdengar ketukan dipintu dan setelah dibuka, muncullah Ustadz Fahmi dengan senyumnya yang lebar dan manis, mengucapkan salam. Seolah-olah ada kekuatan lain yang mendorong dr. Hendra bersikap sedikit ramah kepada tamunya. “Silahkan duduk Ustadz,” kata dr. Hendra.

Bersambung ......