KETIKA SAPIAH MEREGANG NYAWA

Kamis, 24 September 2015


Saya bernama Sapiah karena sayalah satu-satunya Sapi betina diantara sapi-sapi jantan.

Sudah hampir sebulan saya berada di RPH (Rumah Potong Hewan) di kawasan Bogor. Sebelumnya saya lahir dan tumbuh kembang di Pulau Dewata, Bali. Saya sudah melewati perjalanan darat dan laut  yang melelahkan. Itulah sebabnya ketika pada awal kedatangan saya di RPH langsung ditempatkan di di kandang karantina.Setelah dilakukan pemeriksaan saya dipindahkan ke kandang penampungan bergabung bersama dengan sapi-sapi dari daerah lain. Di sini kami mendapatkan makanan yang cukup, bahkan berlimpah jika dibandingkan makanan yang selama ini kami konsumsi di daerah asal. Hanya saja kami kini kehilangan banyak kemerdekaan, tak lagi bisa berjalan menghirup udara pedesaan sambil berjalan-jalan di pinggiran sawah dan padang-padang menikmati rerumputan dan dedaunaan yang tumbuh liar. Di kandang penampungan kami tak bisa bergerak leluasa  karena yang menghuni kandang cukup banyak.

Entah mengapa hari ini aku digiring ke luar kandang dan dinaikkan diatas mobil truk fuso dengan bantuan tangga-tangga papan. Tidak lama kemudian rekan sekandung juga ikut naik. Ketika naik kami saling pandang mencari tahu tetapi tak berjawab. Akhirnya kami terkumpul enam ekor dalam satu mobil. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Ingin bertanya, bertanya kepada siapa ? Kami tidak diberi ruang untuk saling berkomunikasi seperti ketika masih bersama-sama dalam kandang penampungan. Kami disusun bukan menghadap ke depan atau ke belakang, tetapi di atur berbanjar  yang masing-masing menghadap ke kiri dan ke kanan berselang seling sehingga kami tidak dapat saling berkomunikasi. Gerak ekor kami saja yang dipahami oleh rekan-reakan lainnya sebagai gerak kegelisahan.

Di suatu tempat dua ekor rekan kami diturunkan. Mungkin karena sepanjang perjalanan dengus mereka dianggap menimbulkan kegaduhan dan mengganggu keheningan malam. Setelah berjalan beberapa kilometer, mobil truk kembali berhenti dan menurunkan dua rekan kami lainnya. sebenarnya keheningan seperti apa yang dirindukan oleh Sang Malam sehingga dengusan sekecil apapun dianggap mengganggu. Kini tinggal kami berdua dan tidak tahu akan berujung dimana perjalanan ini. Karena sudah agak lega kami bisa sedikit bergerak dan memposisikan diri berdiri sejajar agar dapat saling berkomunikasi. tetapi kini kami takut untuk berdengus karena tidak ingin bernasib sama dengan empat rekan lainnya yang telah diturunkan dan entah bagaimana nasibnya, kini.

Menjelang fajar giliran kami berdua diturunkan pula. Entah dimana ini, tak lagi aku hiraukan karena kantuk menguasaiku. Pagi, ketika sinar mentari masih malu-malu menampakkan dirinya di ufuk timur, aku terbangun oleh suara bergema, ”Allahu Akbar....Allahu Akbar....Allahu Akbar......,” Suara yang sungguh asing di telingaku tetapi tetapi menyejukkan hati. Selama lahir dan tumbuh besar di Bali tak pernah kudengar suara menyejukkan seperti ini. Itu yang membuat aku terbangun dengan suasana hati yang lain. Kulihat di kanan kiri ada empat rekanku, tetapi bukan rekan sesama sewaktu berangkat dari RPH Bogor. Ada juga ternak yang lebih kecil dari diriku tetapi berbulu lebat. Jumlah mereka lebih banyak dan suaranya terdengar bising di telingaku, ”embeekkkk...embekkkk,”

Tak lama kemudian banyak orang mulai berkumpul di sekitaranku. Seseorang dengan dengan migrophone di tangan berkata-kata dengan langgam tertentu yang tidak aku mengerti. Diujung kata-katanya ia lalu menyebut sebuah nama, dan selanjutnya empat orang menghampiri rekanku, menariknya, merapat ke tiang pohon kelapa. Seseorang memegang erat tali yang mengikat hidung dan melilit leher di belakang tanduk kebanggaan rekanku. Seorang lagi menarik ekornya, dan dua orang melilitkan tali di punggung, melingkarkan lalu memasukkan di  antara kaki kiri dan kanan, memasukkan simpulan tali melalui telapak kaki, merapatkan ikatannya, dan sekali komando mereka semua menarik lilitan yang melilit kaki kiri ke arah kanan sehingga rekanku kehilangan keseimbangan dan roboh.

Aku sungguh sedih melihat bagaimana manusia-manusia itu memperlakukan rekanku.
Dan ketika rekanku semakin tidak berdaya, seseorang dengan parang tajam yang terhunus menghampirinya, mengelus-elus lehernya, meletakkan sebilah parang dan sekali ayunan dari bawah ke atas, darah merah dan kental mengucur deras mengalir ke lubang yang telah mereka gali tepat di bawah leher rekanku. semua itu aku saksikan dengan perasaan yang tidak menentu.

Begitulah ritual berlangsung, dan setiap kali sebuah nama di sebut, rekanku yang lain di giring ke tempat penyembelihan. Tiga rekanku telah mengakhiri hidupnya di hadapan mataku sendiri. Kini aku tinggal sendiri saja. Kerap aku bertanya mengapa mereka memlih untuk mengiring rekanku ke arena penyembelihan. Mengapa mereka tidak menggiring aku ? Sementara larut dengan pikiran demikian, seseorang dengan migrophone di tangan menyebut, ”Keluarga Sapiah...!” lalu orang-orang menghampiriku dan menggiring ke arena penyembelihan. lantai yang kutapak terasa licin oleh ceceran darah rekan-rekanku. Barulah aku mengerti bahwa namaku adalah Sapiah. Mungkin karena akulah satu-satunya sapi betani di antara sapi sapi jantan di arena penyembelihan.

Kalau tadi aku begitu ngeri dan miris menyaksikan rekan-rekanku dirobohkan, disembelih hingga dikuliti tak bersisa, kini aku akan merasakannya sendiri. Mereka merobohkan dengan begitu mudah. Mungkin karena lelah menyaksikan rekanku meronta, aku akhirnya hanya berdiam diri. Begitupun ketika roboh, manusia-manusia itu begitu mudah menyeret badanku hingga leherku tepat berada di atas sebuah lubang yang telah penuh oleh ceceran darah rekan-rekanku. Rasa ngeri yang kubayangkan tiba-tiba lenyap. Tangan penjagal yang mengusap-usap leherku terasa seperti tiupan angin yang menyejukkan. Ketika sebuah parang hinggap di leherku, kupejamkan mata dan tanpa sadar aku terbawa irama takbir yang terus bermain di telingaku, dan di luar dugaan keluar bahasa Ilahi dari hati dan meluncur lewat mulutku, ”Allahuuu Akbarrr,” dan serasa aku berada di Surga.

 Depok, 24 September 2015

1 komentar:

  1. Unknown mengatakan...:

    Sapiah yang bahagia

Posting Komentar