MALING KONDANG

Selasa, 22 September 2015


Suatu waktu, kapan waktunya sungguh aku lupa. Aku hanya ingat waktu itu malam minggu ketika kusempatkan untuk bergabung bersama teman-teman di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (TIM) menyaksikan Lakon Satire berjudul, “Maling Kondang” yang disutradarai oleh Yusril Katil. Tadinya aku pikir lakon ini mengadopsi ceritera masyhur Malin Kundang, ceritera si anak durhaka dari Sumatera Barat yang terjebak dalam kesombongan kekayaan yang didapatkannya di rantau, Tetapi ternyata dipertengahan lakon tampak jelas bahwa lakon ini berceritera tentang para maling berdasi di bumi Indonesia. Maling (Koruptor) yang justru menjadi kondang karena jabatan dan kekayaannya.

Cerita asli Malin Kundang mengisahkan anak durhaka yang mengkhianati cinta ibu kandungnya, sedangkan lakon Maling Kondang berceritera soal anak serakah yang mengkhianati ibu pertiwi, mengkhianati bangsa, dan mengkhianati kepercayaan yang diberikan padanya dengan melakukan berbagai tindakan korupsi untuk memperkaya diri sendiri.

Koruptor di Indonesia benar-benar adalah si Maling Kondang. Lihat maling-maling berdasi itu adalah orang-orang yang kondang dan dikenal luas oleh publik, para wakil rakyat, pejabat pemerintahan daerah, pejabat tinggi di kementerian dan lembaga negara, pengusaha-pengusaha besar, para petinggi partai politik, dan pejabat-pejabat yang dipercaya mengelola keuangan. Mereka bahkan menjadi lebih kondang setelah ditetapkan oleh pengadilan sebagai maling. Sorot kamera merekam jelas senyum si Maling Kondang dengan lambaian tangan kepada publik. Mereka pikir publik menyenanginya dan iapun menyemangati publik untuk tidak perlu takut menjadi koruptor kondang dengan lambaian tangannya.

Ibu pertiwi tentu sangat kecewa melihat anak kandung bangsanya telah mengkhianati segala kepercayaan yang diberikan kepadanya. Ketika ibu pertiwi yang diwakili oleh para penyelidik dan penyidik mempertanyakan soal darimana ia mendapatkan uang yang begitu banyak, maka Maling Kondang akan berdalih cerdas bersama pengacaranya. Ibu pertiwi sangat yakin akan kebohongan anak bangsanya, tetapi si Maling Kondang tidak kalah meyakinkannya berbohong. Kalau ibu pertiwi habis kesabaran, naluri kemaafannyapun bisa sirna dan ibu pertiwi akan mengutuk si Maling Kondang menjadi batu. Adakah kondisi seperti begini yang perlu kita tunggu untuk menuntaskan pemberantasan korupsi ?

 Jakarta, 23 Sept 2015





0 komentar:

Posting Komentar