SENJA DI TELUK KAIMANA, PESAWAT MERPATI JATUH

Jumat, 20 Februari 2015


Kaimana adalah sebuah wilayah di Papua Barat dengan pemandangan alam yang eksotik. Lokasinya berada di sisi barat menghadap Laut Arafuru. Kaimana menyajikan pemandangan senja laut nan elok yang kemudian diabadikan oleh Surni Warkiman dalam sebuah syair lagu, “Senja di Kaimana”. Lagu tahun 60-an yang dinyanyikan oleh Alfian dengan iringan band Zainal Combo ini mampu menembus zamannya dan tetap indah di dengar hingga saat ini.

Lyrik awal lagunya begini, “Kan ku ingat selalu // Kan ku kenang selalu //Senja Indah // Senja di Kaimana // Seiring surya meredupkan sinar // Jika datang di hati berdebar” Pemandangan senja di Teluk Kaimana sungguh tak terlupakan bagi yang pernah  melihatnya. Ada debar kerinduan untuk kembali ketika melihat sinar mentari mulai meredup meninggalkan rona jingga di langit. Tapi pada tanggal 7 Mei 2011 menjelang senja, Teluk Kaimana menorehkan ceritera baru dengan debar yang berbeda, debar kepiluan. Hari itu sebuah maskapai nasional, Merpati Nusantara  yang berdiri tahun 1962,  dimana sebahagian sahamnya milik pemerintah Indonesia jatuh di Teluk Kaimana saat hendak mendarat. Debar kepiluan dirasakan bukan hanya oleh keluarga korban dan penduduk Kabupaten Kaimana tetapi juga oleh seluruh bangsa Indonesia,  menyaksikan dan mendengar seluruh awak dan penumpang Merpati Nusantara tewas di tempat kecelakaan.

Pada tanggal 7 Mei 2011, Pesawat jenis Xian MA60 pabrikan China dengan registrasi PK-MZK yang dioperasikan oleh PT. Merpati Nusantara Airlines sebagai penerbangan terjadwal dengan nomor penerbangan MZ 8968 bertolak dari Bandara Domine Eduar Osok, Sorong menuju Bandara Utarom, Kaimana, Papua Barat. Pesawat take off pukul 12.45 WIT dan diperkirakan akan mendarat di Kaimana pada pukul 13.54. Bandara Utarom di Kaimana terletak pada ketinggian 19 kaki dari permukaan laut. Bandara ini memiliki satu landas pacu dengan arah 01/09 dengan pancang 1.950 meter dan lebar 45 meter dengan permukaan beraspal.

Dalam penerbangan tersebut Second in Commond (SIC) bertindak sebagai Pilot Flying  (PF) dan pilot in Command (PIC) bertindak sebagai Pilot Monitoring. Penerbangan ini di awaki oleh dua pilot, dua pramugari, dan dua mekanik yang mengangkut 19 orang penumpang. Penerbangan dari Sorong menggunakan aturan Instrument Flight Rules (IFR), sementara Bandara Utarom , Kaimana tidak memiliki sarana untuk mendukung instrument approach sehingga pendaratan harus dilakukan secara visual. Kita ketahui bahwa kondisi Bandara Utarom Papua terbilang sulit mengingat di sebelah kira landasan pacu terdapat sebuah gunung yang tinggi. Pilot harus benar-benar memahami peta kondisi bandara tersebut.

Pada saat berangkat, Pilot telah mendapatkan informasi bahwa bahwa cuaca di sekitar Bandara Kaimana hujan dengan jarak pandang 8 kilometer. Dalam perjalanan kondisi cuaca terus menurun secara drastis. Dalam percakapan terakhir pilot dengan petugas Aerodrome Flight Information Service (AFIS) , pada pukul 13.50 WIT diketahui bahwa hujan masih berlangsung dan jarak pandang hanya sekitar 2 kilometer dan terdapat awan cumulonimbus (awan tebal yang mengandung kilat dan petir) pada ketinggian 1500 kaki, arah angin bertiup dari arah barat daya dengan kecepatan 3 knot dan suhu udara 29 derajat celcius.

Berdasarkan prosedur penerbangan untuk melakukan pendaratan secara visual mensyaratkan jarak pandang minimum 5 kilometer dan ketinggian dasar awan 1.500 kaki. Jadi, pada saat itu seharusnya pilot membatalkan pendaratan saat instrument pesawat memberi peringatan. Pesawat terus bergerak turun dan kedua pilot masih terus berusaha mencari letak landasan hingga ketinggian pesawat tinggal 376 kaki. Dalam situasi dan waktu yang demikian kritis, barulah pilot memutuskan untuk membatalkan pendaratan dan kembali menaikkan ketinggian pesawat sambil berbalik ke kiri. Pesawat masih sempat naik hingga ketinggian 585 kaki, tetapi kemiringan pesawat bertambah dari 11 menjadi 38 derajat ke kiri hingga akhirnya pada pukul 14.05 WIT terjatuh dan masuk ke dalam laut.

Tim SAR yang turun ke lokasi kejadian untuk mengevakuasi korban menemukan bahwa tidak satupun baik awak maupun penumpang yang selamat. Adapun Kotak hitam yang terdiri dari Flight Data Recorder (FDR) dan Cokpit Voice Recorder (CVR) dapat ditemukan dua hari kemudian, yaitu pada tanggal 9 Mei 2011. FDR atau perekam data penerbangan dikirim ke China untuk dianalisis. Ini dikarenakan enkripsi (perlindungan) datanya menggunakan bahasa China. Sementara CVR atau perekam suara kokpit dianalisis di KNKT.

Melalui analisis investigasi, KNKT tidak menemukan briefing ataupun komunikasi antara pilot in commond (PIC) dengan co-pilot selama penerbangan. Salah satunya disebabkan perbedaan usia keduanya sehingga membuat komunikasi diantara mereka kurang harmonis. Dari data administrasi tentang kedua pilot tersebut diketahui bahwa keduanya memiliki jam terbang yang masih sedikit. Sedangkan opini tentang struktur pesawat MA60 yang dianggap tidak memadai terbantahkan dari hasil pemeriksaan KNKT yang menemukan bahwa pesawat tersebut cukup baik struktur dan perawatannya. 

Penyebab utama kecelakaan Merpati Nusantara MA60 adalah karena keputusan pilot yang tidak tepat dalam mengambil keputusan untuk membatalkan pendaratan di saat telah mendekati landasan. Oleh karena itu KNKT merekomendasikan kepada pihak Maskapai Merpati Nusantara Airlines untuk meningkatkankan sistem manajemen pelatihan agar memenuhi persyaratan pelatihan standar. Di samping itu, KNKT juga merekomendasikan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan antara lain untuk meninjau kembali silabus pelatihan untuk memenuhi persyaratan kualifikasi dan crew pairing serta implementasi Safety Management System (SMS) ke semua operator penerbangan.


0 komentar:

Posting Komentar