Kaimana
adalah sebuah wilayah di Papua Barat dengan pemandangan alam yang eksotik.
Lokasinya berada di sisi barat menghadap Laut Arafuru. Kaimana menyajikan
pemandangan senja laut nan elok yang kemudian diabadikan oleh Surni Warkiman
dalam sebuah syair lagu, “Senja di Kaimana”. Lagu tahun 60-an yang dinyanyikan
oleh Alfian dengan iringan band Zainal Combo ini mampu menembus zamannya dan
tetap indah di dengar hingga saat ini.
Lyrik
awal lagunya begini, “Kan ku ingat selalu // Kan ku kenang selalu //Senja Indah
// Senja di Kaimana // Seiring surya meredupkan sinar // Jika datang di hati
berdebar” Pemandangan senja di Teluk Kaimana sungguh tak terlupakan bagi yang
pernah melihatnya. Ada debar kerinduan
untuk kembali ketika melihat sinar mentari mulai meredup meninggalkan rona
jingga di langit. Tapi pada tanggal 7 Mei 2011 menjelang senja, Teluk Kaimana menorehkan
ceritera baru dengan debar yang berbeda, debar kepiluan. Hari itu sebuah
maskapai nasional, Merpati Nusantara
yang berdiri tahun 1962, dimana
sebahagian sahamnya milik pemerintah Indonesia jatuh di Teluk Kaimana saat
hendak mendarat. Debar kepiluan dirasakan bukan hanya oleh keluarga korban dan penduduk
Kabupaten Kaimana tetapi juga oleh seluruh bangsa Indonesia, menyaksikan dan
mendengar seluruh awak dan penumpang Merpati Nusantara tewas di tempat
kecelakaan.
Pada
tanggal 7 Mei 2011, Pesawat jenis Xian MA60 pabrikan China dengan registrasi
PK-MZK yang dioperasikan oleh PT. Merpati Nusantara Airlines sebagai
penerbangan terjadwal dengan nomor penerbangan MZ 8968 bertolak dari Bandara
Domine Eduar Osok, Sorong menuju Bandara Utarom, Kaimana, Papua Barat. Pesawat
take off pukul 12.45 WIT dan diperkirakan akan mendarat di Kaimana pada pukul
13.54. Bandara Utarom di Kaimana terletak pada ketinggian 19 kaki dari
permukaan laut. Bandara ini memiliki satu landas pacu dengan arah 01/09 dengan
pancang 1.950 meter dan lebar 45 meter dengan permukaan beraspal.
Dalam
penerbangan tersebut Second in Commond (SIC) bertindak sebagai Pilot
Flying (PF) dan pilot in Command (PIC)
bertindak sebagai Pilot Monitoring. Penerbangan ini di awaki oleh dua pilot,
dua pramugari, dan dua mekanik yang mengangkut 19 orang penumpang. Penerbangan
dari Sorong menggunakan aturan Instrument Flight Rules (IFR), sementara Bandara
Utarom , Kaimana tidak memiliki sarana untuk mendukung instrument approach
sehingga pendaratan harus dilakukan secara visual. Kita ketahui bahwa kondisi
Bandara Utarom Papua terbilang sulit mengingat di sebelah kira landasan pacu
terdapat sebuah gunung yang tinggi. Pilot harus benar-benar memahami peta
kondisi bandara tersebut.
Pada
saat berangkat, Pilot telah mendapatkan informasi bahwa bahwa cuaca di sekitar
Bandara Kaimana hujan dengan jarak pandang 8 kilometer. Dalam perjalanan
kondisi cuaca terus menurun secara drastis. Dalam percakapan terakhir pilot
dengan petugas Aerodrome Flight Information Service (AFIS) , pada pukul 13.50
WIT diketahui bahwa hujan masih berlangsung dan jarak pandang hanya sekitar 2
kilometer dan terdapat awan cumulonimbus (awan tebal yang mengandung kilat dan
petir) pada ketinggian 1500 kaki, arah angin bertiup dari arah barat daya
dengan kecepatan 3 knot dan suhu udara 29 derajat celcius.
Berdasarkan
prosedur penerbangan untuk melakukan pendaratan secara visual mensyaratkan
jarak pandang minimum 5 kilometer dan ketinggian dasar awan 1.500 kaki. Jadi,
pada saat itu seharusnya pilot membatalkan pendaratan saat instrument pesawat
memberi peringatan. Pesawat terus bergerak turun dan kedua pilot masih terus
berusaha mencari letak landasan hingga ketinggian pesawat tinggal 376 kaki. Dalam
situasi dan waktu yang demikian kritis, barulah pilot memutuskan untuk
membatalkan pendaratan dan kembali menaikkan ketinggian pesawat sambil berbalik
ke kiri. Pesawat masih sempat naik hingga ketinggian 585 kaki, tetapi kemiringan
pesawat bertambah dari 11 menjadi 38 derajat ke kiri hingga akhirnya pada pukul
14.05 WIT terjatuh dan masuk ke dalam laut.
Tim
SAR yang turun ke lokasi kejadian untuk mengevakuasi korban menemukan bahwa
tidak satupun baik awak maupun penumpang yang selamat. Adapun Kotak hitam yang
terdiri dari Flight Data Recorder (FDR) dan Cokpit Voice Recorder (CVR) dapat
ditemukan dua hari kemudian, yaitu pada tanggal 9 Mei 2011. FDR atau perekam
data penerbangan dikirim ke China untuk dianalisis. Ini dikarenakan enkripsi
(perlindungan) datanya menggunakan bahasa China. Sementara CVR atau perekam
suara kokpit dianalisis di KNKT.
Melalui
analisis investigasi, KNKT tidak menemukan briefing ataupun komunikasi antara
pilot in commond (PIC) dengan co-pilot selama penerbangan. Salah satunya
disebabkan perbedaan usia keduanya sehingga membuat komunikasi diantara mereka
kurang harmonis. Dari data administrasi tentang kedua pilot tersebut diketahui
bahwa keduanya memiliki jam terbang yang masih sedikit. Sedangkan opini tentang
struktur pesawat MA60 yang dianggap tidak memadai terbantahkan dari hasil
pemeriksaan KNKT yang menemukan bahwa pesawat tersebut cukup baik struktur dan
perawatannya.
Penyebab
utama kecelakaan Merpati Nusantara MA60 adalah karena keputusan pilot yang
tidak tepat dalam mengambil keputusan untuk membatalkan pendaratan di saat
telah mendekati landasan. Oleh karena itu KNKT merekomendasikan kepada pihak
Maskapai Merpati Nusantara Airlines untuk meningkatkankan sistem manajemen
pelatihan agar memenuhi persyaratan pelatihan standar. Di samping itu, KNKT
juga merekomendasikan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian
Perhubungan antara lain untuk meninjau kembali silabus pelatihan untuk memenuhi
persyaratan kualifikasi dan crew pairing serta implementasi Safety Management
System (SMS) ke semua operator penerbangan.
0 komentar:
Posting Komentar