PEMUDI TERKUBUR DI PERAIRAN LAUT BANDA

Rabu, 25 Februari 2015


Kapal Pemudi yang dulunya bernama Kapal Bunga Dahlia ini dibuat pada tahun 1979 di Osaka Zosensho Shipbuilding Co., Jepang. Kapal jenis Kontainer berbendera Indonesia ini dimiliki dan dioperasinalkan oleh PT Salam Pacific Indonesia Lines dan telah didaftarkan di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada tahun 2002. 

Jika melihat tahun pembuatannya, mungkin kapal ini sudah dianggap tua untuk beroperasi. Namun ketika KM Pemudi menjalani dok tahunan (annual dock) pada bulan oktober – November tahun 2012 di PT. Dok Pantai Lamongan, Jawa Timur dan pada saat itu dilakukan pekerjaan pergantian plat lambung dan tank top, pergantian pipa, pemeriksaan poros propeller, dan pemeriksaan permesinan, lalu hasil survey BKI (Badan Klasifikasi Indonesia) menyatakan sertifikat klas lambung dan mesin kapal masih dapat dipertahankan, alias masih laik layar.

Seminggu sebelum hari naas itu, hari Rabu tanggal 26 Juni 2013, pukul 18.00 WIB KM Pemudi bertolak dari dermaga Berlian Utara Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur menuju Nabire, Papua. Berdasarkan data pemuatan kapal diketahui bahwa KM Pemudi membawa muatan peti kemas sebanyak 214 box dan muatan lepas (loose cargo) berupa 4 unit alat berat.
Di atas anjungan, Petugas Pandu masih menemani Nakhoda, Mualim I, Markonis, dan Juru Mudi Jaga keluar dari dermaga. Setengah jam kemudian saat posisi kapal berada di sekitar utara dermaga Terminal Peti Kemas Surabaya, Petugas Pandu turun dari kapal. Sebelum turun, Petugas Pandu menyarankan Nakhoda untuk berlayar di sisi barat alur pelayaran Tanjung Perak.

Pukul 20.00 WIB Mualim II naik ke anjungan untuk bersiap menggantikan Mualim I. Sebelum istirahat, Mualim I bersama Bosun masih sempat ke geladak utama untuk mengencangkan ikatan peti kemas yang masih kendur. Pukul 22.00 WIB barulah Muallim I menuju kamarnya untuk beristirahat. Pukul 22.30 WIB, pada saat kapal masih dalam proses keluar dari alur pelayaran Tanjung Perak menuju ke Laut Jawa, tiba-tiba kapal kandas di alur. Tidak banyak yang dapat dilakukan untuk melepaskan diri dari kekandasan kecuali menurunkan jangkar. Kurang lebih 5 jam kapal tertahan dan tak bisa bergerak. Pada keesokan harinya, Kamis, 27 Juni 2013, sekitar jam 03.30 dini hari ketika air pasang barulah KM Pemudi dapat melepaskan diri, mengangkat jangkar dan melanjutkan pelayarannya menuju Nabire dengan kecepatan 9 knot.

Entah apa yang terjadi dengan komunikasi antara awak kapal dengan perwira kapal karena baru pada hari sabtu, 29 Juni 2013 Mualim I baru mendapat informasi bahwa kapal sempat kandas saat meninggalkan perairan Tanjung Perak. Mualim I kemudian memastikan kepada Nakhoda tentang kejadian tersebut. Sejak mengetahui kejadian tersebut, Mualim I memerintahkan Cadet (calon perwira kapal) untuk memerum tangki ballast dan got palka dua kali sehari, pagi dan sore. 

Selama tiga hari kondisi kapal tampaknya biasa-biasa saja, kondisi permesinan di kamar mesin baik-baik saja, mesin induk beroperasi hanya dalam kecepatan rendah dan mesin bantu sebagai penggerak generator berjalan normal. Pada saat itu, selasa, 2 Juli 2013, pukul 23.00 WITA kapal berada di sekitar Laut Banda dimana tinggi gelombang sekitar 3-4 meter. Tiba-tiba Muallim III merasakan ada kemiringan pada laju kapal dan ternyata kapal telah miring 5 derajat ke kanan. Mualim III segera melaporkan kondisi tersebut kepada Mualim I. Mualim I menginstruksikan kepada Mualim III agar menghubungi kamar mesin untuk hanya menggunakan bahan bakar dari tangki MFO double bottom kanan. 

Keesokan harinya Rabu, 3 Juli 2013, ketika fajar belum lagi hadir dan langit masih diliputi kegelapan Mualim II yang saat itu bertugas di anjungan melaporkan kepada Mualim I bahwa kemiringan kapal telah mencapai 7 – 10 derajat kanan. Kepala Kamar Mesin (KKM) dan Kepala kerja bagian dek (bosun) pun langsung menemui Mualim I di kamarnya menyampaikan situasi yang makin darurat.

Mengetahui kondisi tersebut, Nakhoda segera naik ke anjungan dan mengaktifkan alarm kapal. Seluruh awak kapal mulai berkumpul di geladak utama, sementara Mualim I dan beberapa awak lainnya mulai memeriksa penyebab kemiringan kapal. Di ruang palka 1 dan palka 2 mereka tidak menemukan genangan air,  namun air laut sudah naik ke geladak utama sebelah kanan. Nakhoda memerintahkan Mualim I untuk memeriksa tangki void kanan, tetapi Mualim dan awak kapal tak dapat membuka manhole tangki valid kanan karena ombak telah naik ke geladak utama kanan. Untuk menghindari semakin besarnya ombak yang naik ke geladak, atas saran Mualim I haluan kapal diubah dari 051 derajat ke haluan 080 derajat. Tetapi hal itu tidak juga mengubah kondisi ombak yang naik ke geladak.

Dengan tidak dapat dibukanya manhole tangki void kanan dan kemiringan kapal yang telah mencapai 15 derajat kanan, Nakhoda tidak punya pilihan lain selain memerintahkan awak kapal untuk bersiap-siap meninggalkan kapal. apalagi saat itu tampak beberapa peti kemas sisi kanan mulai berjatuhan ke laut. Jatuhnya muatan peti kemas di sisi kanan ternyata telah mengubah kemiringan kapal tinggal 5 derajat kanan. Hal itu tentu saja sebuah harapan sehingga nakhoda dan awak kapal naik kembali ke anjungan. Namun hal itu tidak berlangsung lama, karena beberapa menit kemudian kemiringan kapal kembali ke posisi 15 derajat kanan. Sepertinya tak ada pilihan, Nakhoda memerintah Mualim III menekan tombol emergency Stop  Engine di anjungan untuk persiapan penurunan liferaft. 

Setelah liferaft kiri telah siap, satu persatu awak kapal mulai naik ke liferaft di tengah ombak yang semakin membesar. Sekitar pukul 04.20 barulah tali painter liferaft terlepas dan mulai bergerak menjauh dari kapal. Sementara itu Mualim I dan Juru Minyak belum ikut serta. Sepuluh menit kemudian Mualim I dan Juru Minyak berlari menuju liferaft kanan, meluncurkan ke laut dan mereka naik ke atasnya saat kondisi geladak kanan telah tergenang air. Tidak lama kemudian KM Pemudi tenggelam di perairan Laut Banda dengan kondisi haluan kanan masuk ke dalam laut terlebih dahulu. Akibat kecelakaan ini kemudian diketahui 19 orang awak kapal hilang sedangkan dua orang awak kapal yaitu Mualim I dan Juru Minyak selamat dan dievakuasi ke Kendari Sulawesi Tenggara. Tercatat, Rabu, 3 Juli 2013, Pukul 04.30 KM Pemudi beserta selutruh muatannya terkubur di dasar laut perairan Laut Banda.

Berdasarkan kesaksian Mualim I yang selamat, bahwa ia sempat melihat liferaft kiri yang membawa Nakhoda bersama awak kapal lainnya hanyut ke buritan kanan kapal, sementara liferaft kanan yang ditumpanginya hanyut ke sisi kiri kapal dan akhirnya kedua liferaft tersebut terpisah jauh. Sementara Kantor Basarnas sendiri baru menerima sinyal EPIRB yang menyatakan tentang KM Pemudi, pada tanggal 4 Juli 2013, pukul 19.24. sedangkan DPA menerima informasi dari Basarnas pada 5 Juli 2013, pukul 20.13 dan selanjutnya memerintahkan dua kapal miliknya, KM Oriental Silver dan KM Pratiwi Raya untuk mencari awak kapal di titik lokasi tenggelamnya KM Pemudi.

Berhubung karena KM Pemudi telah karam di laut, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) hanya mengalisis berdasarkan dokumen-dokumen pelayaran dan kesaksian Muallim I dan Juru Minyak yang masih hidup serta pihak-pihak lain yang berhubungan dengan regulator dan operator pelayaran. KNKT menyimpulkan bahwa faktor utama tenggelamnya KM Pemudi adalah karena kapal kehilangan daya apung akibat masuknya air laut ke dalam kompartemen-kompartemen di bawah geladak lambung timbul.

sebenarnya kecelakaan kapal dapat dicegah seandainya awak kapal KM Pemudi segera memeriksa keadaan kapal pasca kandas di alur pelayaran Tanjung Perak. Dengan pemeriksaan keadaan kapal, Nakhoda dapat mengambil keputusan-keputusan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan pelayaran. Tidak adanya pelaporan kepada pengawas kepanduan Pelabuhan Tanjung Perak serta pelaporan ke DPA itu saja sudah merupakan sebuah penyimpangan prosedur keselamatan transportasi laut. tenggelamnya KM Pemudi akan menjadi pembelajaran berarti bagi para operator pelayaran nasional untuk mentaati prosedur-prosedur keselamatan transportasi dalam melaksanakan operasionalisasi pelayaran. 


PENGANTIN JATUH KE JURANG

Senin, 23 Februari 2015


Maksud hati ingin merayakan pernikahan bersama keluarga besar di Bunga Mas, Bengkulu Selatan, tapi apa daya di tengah perjalanan, tepatnya di kawasan Tebing Batu Syech Manula Pugung Kecamatan Lemong, Lampung Barat, tak jauh dari perbatasan, bus PO Penantian Utama yang dicarter oleh keluarga mempelai wanita dari Desa Tanjung Baru Ranau terguling dan terperosot ke jurang sedalam 61 meter.  Dalam peristiwa naas tersebut 13 orang meninggal dunia. Beruntunglah bahwa calon mempelai selamat sehingga prosesi pernikahan tetap berlangsung walau dalam suasana duka yang mendalam.

Di penghujung penutup tahun,  tanggal 19 Desember 2008, sekitar pukul 08.00 WIB rombongan pengantin sebanyak 34 orang menyesaki mobil bus PO Penantian Utama dengan nomor kendaraan BE-2334-FC yang hanya berkapasitas 28 orang dan 270 kg barang tersebut berangkat dari Ranau menuju Manna, Bunga Mas, Bengkulu Selatan. Perjalanan dari Ranau menuju Manna akan memakan waktu selama 7 sampai dengan 8 jam dalam kondisi perjalanan yang normal.

Rombongan berangkat dalam suasana gembira, kendati harus ada penumpang yang berdiri karena kapasitas tempat duduk yang tersedia tidak mencukupi. Kondisi jalan menuju tempat tujuan banyak tanjakan, turunan serta tikungan yang menuntut kewaspadaan dan kehati-hatian, terutama jika harus berpapasan dengan kendaraan lain dari awarh yang berlawanan. Setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam lebih, mereka mampir beristirahat selama kurang lebih satu jam di Desa Lemong.

Pukul 11.00 WIB bus PO Penantian Utama kembali melanjutkan perjalanan. Kira-kira 500 meter sebelum tiba di lokasi kejadian, pada kondisi jalan yang menanjak, tiba-tiba jalan menurun. berlubang dan menikung. Pada pukul 12.30 WIB di kawasan Tebing Batu Syech Manula Pugung, kecamatan Lemong, Pengemudi berusia muda (28 Tahun) ini berusaha menurunkan kecepatan kendaraan dengan pengereman, namun karena kondisi jalan yang menurun tajam, beban dan berat kendaraan serta jalan yang agak perpasir/kerikil mengakibatkan bus tetap meluncur. Dalam situasi yang terjepit, supir mengarahkan kendaraan ke gundukan pasir yang berada di sebelah kanan jalan dengan maksud agar kendaraan dapat berhenti. Namun apa yang terjadi, roda bagian depan kanan terangkat dan kendaraan menjadi miring ke kiri, terguling-guling dan jatuh ke dalam jurang. Hanya teriakan panik dan histeris yang terdengar sebelum bus tergelatak di dasar jurang.

Akibat kecelakaan tersebut 13 orang meninggal dunia, 10 orang diantaranya meninggal di tempat kejadian dan 3 orang lainnya meninggal saat mendapat perawatan di rumah sakit. Kecelakaan ini juga mengakibatkan 19 orang luka berat dan empat orang luka ringan. Sementara supir dan kondekturnya serta calon mempelai pengantin dinyatakan selamat.

Investigasi yang dilakukan oleh KNKT di lokasi kejadian beserta wawancara dengan saksi-saksi menemukan bahwa secara administratif Bus PO Penantian Utama kelebihan batas muatan, beroperasi secara illegal karena tidak mengantongi izin insidentil untuk rute yang dilaluinya, serta dianggap tidal laik jalan karena masa uji berlakunya tidak berlaku lagi. Sementera kondisi jalan di Kawasan Tebing Batu Syech Manula Pugung (tempat kejadian) jalannya menurun dan menikung tanpa adanya rambu lalu lintas, marka jalan dan pagar pengaman di tepi jurang.

Berdasarkan temuan-temuan tersebut, KNKT merekomendasikan kepada Dinas Perhubungan Provinsi Lampung untuk melakukan inventarisasi Daerah Rawan Kecelakaan (DRK) yang ada di wilayah provinsinya. KNKT juga merekomendasikan kepada Dinas Perhubungan Kabupaten Lampung untuk menempatkan pos pengawasan di lokasi kejadian mengingat area tersebut rawan kecelakaan, serta segera memangkas ranting-ranting pepohonan yang menghalangi pandangan pengemudi kendaraan.


 

SENJA DI TELUK KAIMANA, PESAWAT MERPATI JATUH

Jumat, 20 Februari 2015


Kaimana adalah sebuah wilayah di Papua Barat dengan pemandangan alam yang eksotik. Lokasinya berada di sisi barat menghadap Laut Arafuru. Kaimana menyajikan pemandangan senja laut nan elok yang kemudian diabadikan oleh Surni Warkiman dalam sebuah syair lagu, “Senja di Kaimana”. Lagu tahun 60-an yang dinyanyikan oleh Alfian dengan iringan band Zainal Combo ini mampu menembus zamannya dan tetap indah di dengar hingga saat ini.

Lyrik awal lagunya begini, “Kan ku ingat selalu // Kan ku kenang selalu //Senja Indah // Senja di Kaimana // Seiring surya meredupkan sinar // Jika datang di hati berdebar” Pemandangan senja di Teluk Kaimana sungguh tak terlupakan bagi yang pernah  melihatnya. Ada debar kerinduan untuk kembali ketika melihat sinar mentari mulai meredup meninggalkan rona jingga di langit. Tapi pada tanggal 7 Mei 2011 menjelang senja, Teluk Kaimana menorehkan ceritera baru dengan debar yang berbeda, debar kepiluan. Hari itu sebuah maskapai nasional, Merpati Nusantara  yang berdiri tahun 1962,  dimana sebahagian sahamnya milik pemerintah Indonesia jatuh di Teluk Kaimana saat hendak mendarat. Debar kepiluan dirasakan bukan hanya oleh keluarga korban dan penduduk Kabupaten Kaimana tetapi juga oleh seluruh bangsa Indonesia,  menyaksikan dan mendengar seluruh awak dan penumpang Merpati Nusantara tewas di tempat kecelakaan.

Pada tanggal 7 Mei 2011, Pesawat jenis Xian MA60 pabrikan China dengan registrasi PK-MZK yang dioperasikan oleh PT. Merpati Nusantara Airlines sebagai penerbangan terjadwal dengan nomor penerbangan MZ 8968 bertolak dari Bandara Domine Eduar Osok, Sorong menuju Bandara Utarom, Kaimana, Papua Barat. Pesawat take off pukul 12.45 WIT dan diperkirakan akan mendarat di Kaimana pada pukul 13.54. Bandara Utarom di Kaimana terletak pada ketinggian 19 kaki dari permukaan laut. Bandara ini memiliki satu landas pacu dengan arah 01/09 dengan pancang 1.950 meter dan lebar 45 meter dengan permukaan beraspal.

Dalam penerbangan tersebut Second in Commond (SIC) bertindak sebagai Pilot Flying  (PF) dan pilot in Command (PIC) bertindak sebagai Pilot Monitoring. Penerbangan ini di awaki oleh dua pilot, dua pramugari, dan dua mekanik yang mengangkut 19 orang penumpang. Penerbangan dari Sorong menggunakan aturan Instrument Flight Rules (IFR), sementara Bandara Utarom , Kaimana tidak memiliki sarana untuk mendukung instrument approach sehingga pendaratan harus dilakukan secara visual. Kita ketahui bahwa kondisi Bandara Utarom Papua terbilang sulit mengingat di sebelah kira landasan pacu terdapat sebuah gunung yang tinggi. Pilot harus benar-benar memahami peta kondisi bandara tersebut.

Pada saat berangkat, Pilot telah mendapatkan informasi bahwa bahwa cuaca di sekitar Bandara Kaimana hujan dengan jarak pandang 8 kilometer. Dalam perjalanan kondisi cuaca terus menurun secara drastis. Dalam percakapan terakhir pilot dengan petugas Aerodrome Flight Information Service (AFIS) , pada pukul 13.50 WIT diketahui bahwa hujan masih berlangsung dan jarak pandang hanya sekitar 2 kilometer dan terdapat awan cumulonimbus (awan tebal yang mengandung kilat dan petir) pada ketinggian 1500 kaki, arah angin bertiup dari arah barat daya dengan kecepatan 3 knot dan suhu udara 29 derajat celcius.

Berdasarkan prosedur penerbangan untuk melakukan pendaratan secara visual mensyaratkan jarak pandang minimum 5 kilometer dan ketinggian dasar awan 1.500 kaki. Jadi, pada saat itu seharusnya pilot membatalkan pendaratan saat instrument pesawat memberi peringatan. Pesawat terus bergerak turun dan kedua pilot masih terus berusaha mencari letak landasan hingga ketinggian pesawat tinggal 376 kaki. Dalam situasi dan waktu yang demikian kritis, barulah pilot memutuskan untuk membatalkan pendaratan dan kembali menaikkan ketinggian pesawat sambil berbalik ke kiri. Pesawat masih sempat naik hingga ketinggian 585 kaki, tetapi kemiringan pesawat bertambah dari 11 menjadi 38 derajat ke kiri hingga akhirnya pada pukul 14.05 WIT terjatuh dan masuk ke dalam laut.

Tim SAR yang turun ke lokasi kejadian untuk mengevakuasi korban menemukan bahwa tidak satupun baik awak maupun penumpang yang selamat. Adapun Kotak hitam yang terdiri dari Flight Data Recorder (FDR) dan Cokpit Voice Recorder (CVR) dapat ditemukan dua hari kemudian, yaitu pada tanggal 9 Mei 2011. FDR atau perekam data penerbangan dikirim ke China untuk dianalisis. Ini dikarenakan enkripsi (perlindungan) datanya menggunakan bahasa China. Sementara CVR atau perekam suara kokpit dianalisis di KNKT.

Melalui analisis investigasi, KNKT tidak menemukan briefing ataupun komunikasi antara pilot in commond (PIC) dengan co-pilot selama penerbangan. Salah satunya disebabkan perbedaan usia keduanya sehingga membuat komunikasi diantara mereka kurang harmonis. Dari data administrasi tentang kedua pilot tersebut diketahui bahwa keduanya memiliki jam terbang yang masih sedikit. Sedangkan opini tentang struktur pesawat MA60 yang dianggap tidak memadai terbantahkan dari hasil pemeriksaan KNKT yang menemukan bahwa pesawat tersebut cukup baik struktur dan perawatannya. 

Penyebab utama kecelakaan Merpati Nusantara MA60 adalah karena keputusan pilot yang tidak tepat dalam mengambil keputusan untuk membatalkan pendaratan di saat telah mendekati landasan. Oleh karena itu KNKT merekomendasikan kepada pihak Maskapai Merpati Nusantara Airlines untuk meningkatkankan sistem manajemen pelatihan agar memenuhi persyaratan pelatihan standar. Di samping itu, KNKT juga merekomendasikan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan antara lain untuk meninjau kembali silabus pelatihan untuk memenuhi persyaratan kualifikasi dan crew pairing serta implementasi Safety Management System (SMS) ke semua operator penerbangan.


ARWAH KHILAFKU MENGUAP

Kamis, 19 Februari 2015


Malam pekat gulita
ruangku hening senyap
di atas bentangan sajadah
riwayat dosa mengepung

Tak ada kata, tak ada kalimat
semua sesal tak terbahasakan
Di setiap takbir dan sujudku
hujan mencurah dari kelopak

Dalam zikir malam
kumohon segala ampunan
tampak arwah khilafku terbujur kaku
menggumpal, menghitam, dan pekat
lalu menguap terbang melangit
lenyap bersama isak tangis

Subhanallah
Kutemukan asali diriku

Jakarta, 20/02/2015