Kapal Pemudi yang dulunya
bernama Kapal Bunga Dahlia ini dibuat pada tahun 1979 di Osaka Zosensho
Shipbuilding Co., Jepang. Kapal jenis Kontainer berbendera Indonesia ini dimiliki
dan dioperasinalkan oleh PT Salam Pacific Indonesia Lines dan telah didaftarkan
di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada tahun 2002.
Jika melihat tahun
pembuatannya, mungkin kapal ini sudah dianggap tua untuk beroperasi. Namun
ketika KM Pemudi menjalani dok tahunan (annual dock) pada bulan oktober –
November tahun 2012 di PT. Dok Pantai Lamongan, Jawa Timur dan pada saat itu
dilakukan pekerjaan pergantian plat lambung dan tank top, pergantian pipa, pemeriksaan
poros propeller, dan pemeriksaan permesinan, lalu hasil survey BKI (Badan
Klasifikasi Indonesia) menyatakan sertifikat klas lambung dan mesin kapal masih
dapat dipertahankan, alias masih laik layar.
Seminggu sebelum hari naas
itu, hari Rabu tanggal 26 Juni 2013, pukul 18.00 WIB KM Pemudi bertolak dari
dermaga Berlian Utara Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur menuju
Nabire, Papua. Berdasarkan data pemuatan kapal diketahui bahwa KM Pemudi
membawa muatan peti kemas sebanyak 214 box dan muatan lepas (loose cargo)
berupa 4 unit alat berat.
Di atas anjungan, Petugas
Pandu masih menemani Nakhoda, Mualim I, Markonis, dan Juru Mudi Jaga keluar
dari dermaga. Setengah jam kemudian saat posisi kapal berada di sekitar utara
dermaga Terminal Peti Kemas Surabaya, Petugas Pandu turun dari kapal. Sebelum
turun, Petugas Pandu menyarankan Nakhoda untuk berlayar di sisi barat alur
pelayaran Tanjung Perak.
Pukul 20.00 WIB Mualim II
naik ke anjungan untuk bersiap menggantikan Mualim I. Sebelum istirahat, Mualim
I bersama Bosun masih sempat ke geladak utama untuk mengencangkan ikatan peti
kemas yang masih kendur. Pukul 22.00 WIB barulah Muallim I menuju kamarnya
untuk beristirahat. Pukul 22.30 WIB, pada saat kapal masih dalam proses keluar
dari alur pelayaran Tanjung Perak menuju ke Laut Jawa, tiba-tiba kapal kandas
di alur. Tidak banyak yang dapat dilakukan untuk melepaskan diri dari
kekandasan kecuali menurunkan jangkar. Kurang lebih 5 jam kapal tertahan dan
tak bisa bergerak. Pada keesokan harinya, Kamis, 27 Juni 2013, sekitar jam
03.30 dini hari ketika air pasang barulah KM Pemudi dapat melepaskan diri,
mengangkat jangkar dan melanjutkan pelayarannya menuju Nabire dengan kecepatan
9 knot.
Entah apa yang terjadi
dengan komunikasi antara awak kapal dengan perwira kapal karena baru pada hari
sabtu, 29 Juni 2013 Mualim I baru mendapat informasi bahwa kapal sempat kandas
saat meninggalkan perairan Tanjung Perak. Mualim I kemudian memastikan kepada
Nakhoda tentang kejadian tersebut. Sejak mengetahui kejadian tersebut, Mualim I
memerintahkan Cadet (calon perwira kapal) untuk memerum tangki ballast dan got
palka dua kali sehari, pagi dan sore.
Selama tiga hari kondisi
kapal tampaknya biasa-biasa saja, kondisi permesinan di kamar mesin baik-baik
saja, mesin induk beroperasi hanya dalam kecepatan rendah dan mesin bantu
sebagai penggerak generator berjalan normal. Pada saat itu, selasa, 2 Juli
2013, pukul 23.00 WITA kapal berada di sekitar Laut Banda dimana tinggi
gelombang sekitar 3-4 meter. Tiba-tiba Muallim III merasakan ada kemiringan
pada laju kapal dan ternyata kapal telah miring 5 derajat ke kanan. Mualim III
segera melaporkan kondisi tersebut kepada Mualim I. Mualim I menginstruksikan
kepada Mualim III agar menghubungi kamar mesin untuk hanya menggunakan bahan bakar
dari tangki MFO double bottom kanan.
Keesokan harinya Rabu, 3
Juli 2013, ketika fajar belum lagi hadir dan langit masih diliputi kegelapan
Mualim II yang saat itu bertugas di anjungan melaporkan kepada Mualim I bahwa
kemiringan kapal telah mencapai 7 – 10 derajat kanan. Kepala Kamar Mesin (KKM)
dan Kepala kerja bagian dek (bosun) pun langsung menemui Mualim I di kamarnya
menyampaikan situasi yang makin darurat.
Mengetahui kondisi tersebut,
Nakhoda segera naik ke anjungan dan mengaktifkan alarm kapal. Seluruh awak
kapal mulai berkumpul di geladak utama, sementara Mualim I dan beberapa awak
lainnya mulai memeriksa penyebab kemiringan kapal. Di ruang palka 1 dan palka 2
mereka tidak menemukan genangan air,
namun air laut sudah naik ke geladak utama sebelah kanan. Nakhoda
memerintahkan Mualim I untuk memeriksa tangki void kanan, tetapi Mualim dan
awak kapal tak dapat membuka manhole tangki valid kanan karena ombak telah naik
ke geladak utama kanan. Untuk menghindari semakin besarnya ombak yang naik ke
geladak, atas saran Mualim I haluan kapal diubah dari 051 derajat ke haluan 080
derajat. Tetapi hal itu tidak juga mengubah kondisi ombak yang naik ke geladak.
Dengan tidak dapat dibukanya
manhole tangki void kanan dan kemiringan kapal yang telah mencapai 15 derajat
kanan, Nakhoda tidak punya pilihan lain selain memerintahkan awak kapal untuk
bersiap-siap meninggalkan kapal. apalagi saat itu tampak beberapa peti kemas
sisi kanan mulai berjatuhan ke laut. Jatuhnya muatan peti kemas di sisi kanan ternyata
telah mengubah kemiringan kapal tinggal 5 derajat kanan. Hal itu tentu saja
sebuah harapan sehingga nakhoda dan awak kapal naik kembali ke anjungan. Namun
hal itu tidak berlangsung lama, karena beberapa menit kemudian kemiringan kapal
kembali ke posisi 15 derajat kanan. Sepertinya tak ada pilihan, Nakhoda
memerintah Mualim III menekan tombol emergency Stop Engine di anjungan untuk persiapan penurunan
liferaft.
Setelah liferaft kiri telah
siap, satu persatu awak kapal mulai naik ke liferaft di tengah ombak yang semakin
membesar. Sekitar pukul 04.20 barulah tali painter liferaft terlepas dan mulai
bergerak menjauh dari kapal. Sementara itu Mualim I dan Juru Minyak belum ikut
serta. Sepuluh menit kemudian Mualim I dan Juru Minyak berlari menuju liferaft
kanan, meluncurkan ke laut dan mereka naik ke atasnya saat kondisi geladak
kanan telah tergenang air. Tidak lama kemudian KM Pemudi tenggelam di perairan
Laut Banda dengan kondisi haluan kanan masuk ke dalam laut terlebih dahulu.
Akibat kecelakaan ini kemudian diketahui 19 orang awak kapal hilang sedangkan
dua orang awak kapal yaitu Mualim I dan Juru Minyak selamat dan dievakuasi ke
Kendari Sulawesi Tenggara. Tercatat, Rabu, 3 Juli 2013, Pukul 04.30 KM Pemudi
beserta selutruh muatannya terkubur di dasar laut perairan Laut Banda.
Berdasarkan kesaksian Mualim
I yang selamat, bahwa ia sempat melihat liferaft kiri yang membawa Nakhoda
bersama awak kapal lainnya hanyut ke buritan kanan kapal, sementara liferaft
kanan yang ditumpanginya hanyut ke sisi kiri kapal dan akhirnya kedua liferaft
tersebut terpisah jauh. Sementara Kantor Basarnas
sendiri baru menerima sinyal EPIRB yang menyatakan tentang KM Pemudi, pada
tanggal 4 Juli 2013, pukul 19.24. sedangkan DPA menerima informasi dari
Basarnas pada 5 Juli 2013, pukul 20.13 dan selanjutnya memerintahkan dua kapal
miliknya, KM Oriental Silver dan KM Pratiwi Raya untuk mencari awak kapal di
titik lokasi tenggelamnya KM Pemudi.
Berhubung karena KM Pemudi
telah karam di laut, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) hanya
mengalisis berdasarkan dokumen-dokumen pelayaran dan kesaksian Muallim I dan
Juru Minyak yang masih hidup serta pihak-pihak lain yang berhubungan dengan
regulator dan operator pelayaran. KNKT menyimpulkan bahwa faktor utama
tenggelamnya KM Pemudi adalah karena kapal kehilangan daya apung akibat
masuknya air laut ke dalam kompartemen-kompartemen di bawah geladak lambung
timbul.
sebenarnya kecelakaan kapal
dapat dicegah seandainya awak kapal KM Pemudi segera memeriksa keadaan kapal
pasca kandas di alur pelayaran Tanjung Perak. Dengan pemeriksaan keadaan kapal,
Nakhoda dapat mengambil keputusan-keputusan untuk melanjutkan atau tidak
melanjutkan pelayaran. Tidak adanya pelaporan kepada pengawas kepanduan
Pelabuhan Tanjung Perak serta pelaporan ke DPA itu saja sudah merupakan sebuah
penyimpangan prosedur keselamatan transportasi laut. tenggelamnya KM Pemudi
akan menjadi pembelajaran berarti bagi para operator pelayaran nasional untuk
mentaati prosedur-prosedur keselamatan transportasi dalam melaksanakan
operasionalisasi pelayaran.