Kalau saja tak ada makhluk kecil bernama ”nyamuk” tak mungkin lahir
kreatifitas manusia menciptakan pelindung yang bernama ”kelambu” untuk menjaga ritme
tidur hingga pagi menjelang. Dalam kelambu pulalah seringkali dilakukan
aktivitas-aktivitas yang bersifat privasi.
Muara gembong adalah kecamatan paling ujung dari Kabupaten Bekasi. Hanya
untuk tujuan menikmati ikan bandeng langsung dari tambak ikan, aku berada di
sana. Sungguh sebuah kehidupan desa yang sangat menyenangkan. Dengan jala kita
leluasa menangkap ikan bandeng dan langsung membakarnya di pinggiran tambak.
Tak perlu kau pikirkan berapa harganya karena siempunya tambak memberi
keleluasaan pada tamunya untuk menikmati ikan bandeng ternakannya sepuas hati.
Surga tenggorokan di siang hari di Muara Gembong berubah menjadi neraka
kulit di malam hari. Nyamuk begitu banyak berkeliaran, bahkan lima cm dari bara
api akar pohon kelapa yang di bakar, nyamuk-nyamuk masih beterbangan mencari
darah. Tangan, kaki leher dan pundak bentol-bentol oleh gigitannya. Bahkan
untuk makan malampun kami harus bekerja sambilan mengusir dan menepuk nyamuk.
Mereka adalah nyamuk-nyamuk nakal yang tidak akan beranjak dari kulit meski
kita telah menggerakkan tangan dengan keras untuk mengusirnya. Tetapi ketika
kami tepuk, mereka tentu saja mati. Namun berapa lama kami harus menepuk nyamuk
yang tak pernah ada habisnya.
Saya heran dan takjub karena penduduk setempat tidak merasa terganggu
dengan nyamuk-nyamuk tersebut. Entah karena mereka telah terbiasa dan kebal
dengan gigitan nyamuk atau barangkali karena nyamuk nyamuk itu sendiri telah
mengenal mereka dengan baik. Itu hanyalah pikiran liar karena tidak menemukan
jawaban mengapa kami diperlakukan berbeda oleh nyamuk-nyamuk Muara Gembong.
Sepanjang malam kami terpaksa begadang di pinggiran tambak dengan membakar
akar-akar pohon dan menghisap rokok tanpa putus. Namun kantuk begitu perkasa
mengalahkan daya tahanku. Dengan mengendap masuk ke rumah aku temukan bale-bale
dari bambu dengan sebuah kelambu menggantung di atasnya. Tanpa pikir panjang
aku masuk ke dalam dan merebahkan badan. Karena suasana dalam rumah begitu
gelap karena lampu minyak telah dipadamkan, aku tidak tahu lagi siapa saja yang
berada dalam kelambu. Aku hanya masuk dan menemukan masih ada ruang rebah di
pinggiran kelambu.
Kantuk begitu menguasai diriku. samar-samar terdengar suara obrolan dari
dua jenis suara yang aku rasa berbeda. Suara obrolan dengan suara bisikan yang
terdengar jelas, tetapi kantuk membuatku tak berdaya untuk menyimak. Aku
rasakan juga bale-bale itu terus bergoyang dan berbunyi...kriuk kriuk kriuk
dengan irama yang tetap, berlahan dan berangsur-angsur menjadi cepat. Tetapi
kantuk membuatku kehilangan minat untuk mencari tahu. Aku berusaha sekuat
dayaku untuk membuka mata, tetapi yang tampak hanya kegelapan sementara
telingaku seperti kehilangan fungsi maksimalnya untuk mendengar dengan baik.
Semua hanya samar-samar.
Biarkanlah malam mencatat kisah tentang dirinya, dan aku tak tahu lagi apa yang
terjadi kemudian hingga seekor nyamuk menyantap betis kananku yang nyelonong
keluar dari kelambu. Aku terbangun dengan kelelahan yang sangat dan kudapati
diriku hanya sendiri dalam kelambu. Aku bangkit dan berjalan keluar, kemudian
berpapasan dengan Bapak dan Ibu pemilik rumah yang baru keluar dari kamar mandi.
Jakarta, 3/11/2014
Jakarta, 3/11/2014
0 komentar:
Posting Komentar