HALLOOOOO....SIAPA KAMU ??????

Kamis, 30 Oktober 2014


Sore tadi aku sempat mampir di sebuah restorant di bilangan Kota Tua sekedar menenangkan diri dari godaan rindu. Kebetulan cuaca sore agak gerimis. Perlulah sedikit menghangatkan tubuh dengan secangkir kopi cappuccino rasa mocca kegemaranku . Aku sengaja mengambil tempat  di meja paling depan dekat jendela  menghadap ke dalam agar leluasa merokok tanpa mengganggu orang lain. Sambil menunggu pesanan minuman aku sempatkan memberi komentar  pada status Facebook teman-teman dan juga menjawab komentar-komentar pada status yang aku buat dua jam yang lalu di kantor. 

Sore ini aku tidak membuat status. Aku tidak biasa bahkan tidak pernah menulis status yang menunjukkan keberadaanku, seperti, “sedang minum kopi cappuccino mocca di restoran Kota Tua”. Bayangkan kalau dengan status seperti itu teman-teman FB  menyerbu ke restoran. Masih beruntung kalau hanya minta ditraktir minum. Gimana repotnya kalau dia minta aku berlama-lama berceritera dengan mereka, bisa-bisa jam pulangku molor.

Akhirnya kopi pesananku datang juga. Kopi yang siap seduh itu tetap saja aku aduk-aduk lagi untuk memastikan tidak ada kopi yang mengendap dalam cangkir.Tiba-tiba mataku tertumpuk pada dua orang wanita di meja pojok dalam yang sedari tadi memperhatikanku. Aku periksa diriku, mungkin ada yang kurang atau terlihat aneh di mata mereka. Semua biasanya. Aku menoleh ke belakang jendela dan di kanan kiriku untuk memastikan bahwa kedua wanita cantik itu betul memperhatikanku, bukan yang lain.

Aku menarik bibirku sedikit ke belakang untuk memberi kesan senyum yang santun ketika tatapan mata kami saling tabrak. Si baju hitam sejenak membalas senyumku lalu menoleh ke teman di sampingnya. Mereka mungkin berceritera tentang aku, tetapi sungguh itu wajah yang tak pernah kukenal sebelumnya. Sekali-sekali ia memandang ketika aku menghirup kopiku dan kembali berbincang dengan temannya ketika aku menatapnya. Mereka pasti ngobrol soal aku. Mereka mungkin mendiskusikan ketampanan dan wajah santunku, tetapi aku sungguh tidak percaya dengan keyakinanku.
Semakin lama aku kok merasa seperti di undang ke mejanya. Menunggu mereka untuk datang ke mejaku sepertinya tidak baik buat mereka. Senyum-senyum tanpa berkata-kata semakin lama kok kurang nyaman rasanya. Aku juga tidak mau dianggap sebagai lelaki dingin yang tidak mengerti komunikasi isyarat. Aku segera menghabiskan kopiku, berdiri dan berjalan menuju kasir melintasi mejanya. Aku bisa saja berhenti dan mampir di mejanya, tetapi itu berarti aku harus siap menawarkan diri untuk membayar minumannya. Aku sih tidak keberatan, tetapi mereka bisa saja beranggapan bahwa itu adalah bentuk rayuan awal. Aku tentu saja keberatan dianggap sebagai perayu karena selama ini aku selalu dalam posisi dirayu. 

Setelah membayar di kasir, aku kembali menuju meja kedua wanita itu. Tetapi ternyata meja itu telah kosong. Di atas taplak hanya ada selembar tissue putih bertuliskan nama dan duabelas digit angka.


0 komentar:

Posting Komentar