Cinta….. !
Demi Ibu yang melahirkan aku, demi keluarga yang mencintai aku, dan demi apapun yang kujumpai di muka bumi ini, dengan sesungguhnya aku harus mengakui bahwa aku sudah tidak tahan lagi untuk memendam apa yang harus aku katakan.
Hari ini, tepat pada saat pergantian tahun, 1 Januari 2010 aku harus mengatakan apa yang seharusnya aku katakan. Berat memang, tapi harus kukatakan. Malu memang, tapi harus siap aku tanggung. Bagiku hari ini semua kemustahilan menjadi mungkin. Mungkin aku panik, mungkin aku gila, mungkin aku terkena guna-guna, mungkin aku kekanak-kanakan, mungkin aku dipuncak kecemasan, di puncak keputusasaan, dipuncak jurang. Tetapi sebelum aku benar-benar jatuh dan terkubur dalam jurang yang gulita, biarkan aku menyampaikan pada dunia apa yang seharusnya aku katakan pada sekian tahun yang lalu.
Cinta…… !
Malam ini semua manusia bergembira ria melepas tahun 2009 dan menyongsong tahun 2010. mereka berteriak, histeria sambil meniupkan terompet dan melemparkan petasan ke udara sejauh yang mereka dapat lontarkan. Langit malam tiada kelam, ribuan kembang api menghiasi cakrawala mempertontonkan percikan cahaya yang sepertinya tak akan habis. Dalam keserbameriahan itu ternyata ada sosok manusia yang terpuruk dalam rasa, manusia yang terluka bertahun-tahun dan berharap kemustahilan agar waktu dapat kembali ke sekian tahun silam.
Di luar teriakan semakin kencang sementara aku yang terpuruk tetap hening di sudut ruangan sempit, mencoba merangkai kalimat yang tepat. Berusaha mewakilkan pikiran dan perasaanku pada beberapa lembar kertas yang tersedia. Satu setengah jam berlalu. Tidak terhitung sudah berapa kertas yang harus dibuang ke tong sampah karena kalimat-kalimat yang aku buat belum lagi dapat mewakilkan apa yang seharusnya aku katakan. Tetapi aku tetap berpikir keras, berkonsentrasi penuh mencari kata-kata, menyusun kalimat yang belum juga dapat tersusun.
Oh Tuhan. ! mengapa otakku menjadi buntu ? Mengapa tidak kutemukan kata-kata ? begitu sulitkah menuliskan perasaan hati, atau barangkali belum ada kata-kata yang mewakilkan perasaanku. Aku mencoba membongkar buku-buku, mencari-cari kata dalam serangkaian kamus berbagai bahasa dunia. Tetap saja tidak kutemukan kata-kata untuk melukiskan perasaanku. Mungkin karena kata-kata itu memang tidak pernah ada sehingga aku tidak mengatakan apa-apa pada masa sekian tahun yang lalu. Kalau memang kata-kata itu tidak pernah ada, maka yang pantas dipersalahkan adalah para ahli bahasa. Tetapi mengapa aku yang harus menanggung akibatnya? Mengapa aku yang harus menerima lukanya? Mengapa aku yang harus berdiri sebagai pecundang yang kalah?
Cinta... !
Maafkan aku yang tidak punya keberanian untuk mengatakan apa yang seharusnya aku katakan. Maafkan aku yang tidak punya kata-kata untuk mengucapkan apa yang seharusnya aku ucapkan. Maafkan aku yang tetap berdiam diri memendam apa yang seharusnya aku keluarkan. Maafkan aku yang telah memegang hidung tanpa memberi tanda akan maksudku. Maafkan aku yang selalu hadir tanpa memberi tahu maksud kehadiranku. Maafkan aku yang setia menyimpan kenangan tentang dirimu tanpa meminta izin darimu. Maafkan aku yang telah membuat kenangan tentang dirimu lusuh dalam dompet yang telah berganti-ganti. Sekali lagi, maaf jika terlalu banyak hal yang harus kamu maafkan.
Cinta....!
Sejujurnya aku tidak tahu bagaimana keadaanmu selama sekian tahun. Satu-satunya yang aku ketahui bahwa kamu sangat setia menjalani sekian tahun tanpa ingatan tentang diriku. Jika kamu cukup berbahagia sepanjang waktu itu, jika kamu leluasa melakukan apa yang kamu senangi sepanjang waktu itu, jika kamu merasa itulah takdir hidup yang harus kamu jalani, maka tidak satu malaikatpun berhak mempersalahkan kamu untuk melupakan semua hal tentang diriku. Jika demikian, lupakanlah semua permintaan maafku karena kamu bukanlah sebab dari kesalahanku.
Cinta.....!
Memang seharusnya, akulah yang harus memaafkan diriku sendiri. Tetapi sungguh sulit aku melakukannya. Bayangkan bagaimana aku yang kalah, tersungkur dan terkapar diharuskan lagi untuk memaafkan diri sendiri. Kamu tidak pernah tahu betapa lukanya aku sepanjang waktu itu. Hatiku menangis mengantarmu ke pelaminan. Dadaku sesak melepas apa yang tidak pernah aku genggam. Sebelum aku tersungkur tak berdaya digilas waktu, kuputuskan pergi jauh....... jauuh .........dan jaauuuuhhh. Tapi ternyata aku masih saja berada di tempat dan tetap dengan hati yang dulu. Hati yang tidak pernah terkatakan.
By : Bungko Dewa
04/01/2010
cinta yang hebaat