MENDOBRAK PINTU KAMAR KECIL

Senin, 31 Agustus 2015


Aku bekerja sebagai Pegawai negeri Sipil di Departemen Penerangan sejak tahun 1991. Gedung Departemen Penerangan yang kini berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Informatika terletak di Jalan Medan Merdeka Barat no. 9 Jakarta Pusat, tepat berhadapan dengan Tugu monument nasional (Monas). Aku menempati salah satu ruangan di lantai 6 gedung belakang. Bentuk bangunan di gedung belakang berbentuk “T”. Di lantai 6 ditempati oleh dua direktorat. Tiap direktorat memiliki dapur dan kamar kecil tersendiri. Tiap kamar kecil terdiri dari dua ruangan dengan dua pintu yang saling berdampingan, yaitu kamar kecil untuk wanita dan untuk pria. Kemudian lebih ke dalam terdapat sebuah dapur yang memanjang tempat dimana karyawan sering memesan makanan ringan seperti Indomie atau sekedar ngobrol menikmati kopi dan teh manis hangat.

Setiap kali akan ke dapur, maka kami akan melintasi kamar kecil (pria dan wanita), atau tiap kali keluar dari kamar kecil kami sempatkan ke dapur walau hanya untuk melihat siapa saja yang sedang ngobrol di dapur. Dapur menjadi tempat yang paling sering dimasuki karyawan. Jika kita tidak menemukan karyawan di ruangannya, atau ketika pimpinan mencari salah seorang stafnya, jika tak ada di ruangan carilah mereka di dapur. 

Untuk ke dapur anda harus melintasi bagian depan kamar kecil pria, kemudian kamar kecil wanita. Kalau kamar kecil terbuka berarti tidak ada orang di dalam, karena kalau ada orang biasanya kamar kecil ditutup. Lain halnya kamar kecil pria yang lebih sering lupa atau sengaja lupa ditutup. Masalahnya seorang wanita yang akan ke kamar kecil wanita harus melintasi dulu bagian depan kamar kecil pria. Tetapi pria juga sering iseng, maksudnya akan ke kamar kecil pria tetapi ia sengaja ke dapar dulu melintasi bagian depan kamar kecil wanita, lalu kembali ke kamar kecil pria. Dengan demikian ia bolak balik di depan kamar kecil wanita dan melihat perlintasan keluar masuknya wanita. Oleh karena itu siapapun yang masuk ke kamar kecil hendaknya segera menutup pintu dan ketika keluar hendaknya juga menutup pintu sehingga wanita tidak merasa risih melintas di depan kamar kecil pria, dan pria juga tidak mendapat peluang melihat wanita di kamar kecil wanita.

Suatu kali, karena karatan engsel bagian atas dan tengah pintu kamar kecil pria copot yang membuat pintu miring. Kondisi pintu tersebut akhirnya tidak bisa menutup sempurna. Bila pria ingin membuang air kecil ia harus memegang pintu dengan posisi menutup setengah tetapi di selanya masih tampak melompong. Pria tentu saja tidak nyaman buang air kecil dan wanita juga merasa tidak nyaman melintasi kamar kecil pria. Bebeberapa orang termasuk saya telah melaporkan kepada kepala tata usaha untuk segera memperbaiki pintu kamar kecil tersebut. Namun tiga hari berlalu, pintu tersebut masih saja belum diperbaiki.

Beberapa karyawan mengeluhkan ketidaknyamanan dengan pintu kamar kecil yang rusak tersebut, tetapi kepala tata usaha sepertinya menganggap kondisi tersebut sebagai hal yang biasa saja. Kesal karena pengaduan yang tidak direspon tersebut, pada suatu hari saya sengaja pulang agak terlambat. Teman bertanya mengapa belum pulang. Saya hanya menjawab bahwa ada pekerjaan yang tanggung untuk ditinggalkan. Setelah memastikan semua karyawan telah pulang, sayapun berkemas-kemas untuk pulang.
Satu-satunya yang masih di kantor adalah OB (pesuruh kantor dan juga petugas dapur). Mereka rupanya biasa pulang setelah magrib karena harus merapikan semua ruangan kantor dan juga bertanggungjawab memegang semua kunci ruangan. Menunggu ia pulangpun, saya tidak punya ruang dan alasan untuk tinggal berlama-lama di kantor karena ia harus menutup semua ruangan.

“Mbak Yuni…!” begitu saya memanggil namanya. “Saya akan merusakkan pintu kamar kecil ini. Kalau besok pimpinan atau siapapun yang menanyakan soal pintu ini, katakan saja ‘tidak tahu’ “

“Tapi saya kan pulang paling terakhir, Pak.” jawabnya menghindari anjuranku.

“Katakan saja, sebelum pulang pintunya masih seperti yang kemarin,” kataku mengajarkan sebuah alasan padanya.

Setelah ia meng-iya-kan, saya mundur selangkah kemudian melayangkan sebuah tendangan ke arah daun pintu yang menyebabkannya rubuh ke dalam kamar kecil. Si OB tetap saja khawatir dengan tindakanku, karena itu ketika aku pulang iapun ikut pulang. Ia tidak mau menjadi satu-satunya orang terakhir menyaksikan pintu kamar kecil rubuh ke lantai.

Esoknya ketika masuk kantor aku melihat seorang tukang sibuk memperbaiki pintu kamar kecil. Alhamdulillah, rupanya sesuatu perlu benar-benar rusak dan tidak berfungsi lebih dahulu,  baru ada keinginan untuk memperbaikinya. Aku tahu tindakanku kemarin tidak terpuji karena merusak pintu kamar mandi yang sebenarnya telah rusak. Tetapi tujuan tindakanku adalah untuk perbaikan.


Jakarta, 1 September 2015

0 komentar:

Posting Komentar