RUPIAH DALAM LEMBAR EKSIKLOPEDIA

Kamis, 27 Agustus 2015


Enam belas tahun telah berlalu, mungkin beberapa diantara kita mulai lupa bahwa di Republik ini pernah ada Departemen Penerangan yang sukses menjadi corong informasi pemerintah. Bukan saja lewat juru penerang (jupen) nya yang tersebar di semua kelurahan/desa, tetapi juga lewat pengendalian media cetak dan elektronik seperti radio dan televisi. Semua pemberitaan media dibawah kontrol dan kendali pemerintah yang dilakonkan dengan baik oleh Departemen Penerangan.

Panggung Departemen Penerangan rubuh begitu saja ketika KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terpilih sebagai Presiden keempat RI pada 20 Oktober 1999. Langkah awal dalam penyusunan kabinetnya, Gus Dur membubarkan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial. Lepas dari kontroversi keputusan politiknya, satu hal yang pasti bahwa pada saat itu belum terpikirkan bagaimana nasib 50 ribu pegawai departemen Penerangan, belum lagi termasuk pegawai Departemen Sosial. Alasan utama pembubaran Departemen Penerangan karena dianggap menghambat kebebasan berpendapat masyarakat.

Presiden Abdurrahman Wahid memang dikenal dengan kebijakan dan langkah-langkahnya yang kontroversial. Belum lagi selesai persoalan penyaluran pegawai departemen yang terlikuidasi, Gus Dur membuat orang terperanjat dengan keputusannya mengizinkan penggunaan nama Papua bagi Provinsi Irian Jaya. Kemudian menyusul keinginannya mencabut Tap MPR No. XXIX/ MPR/ 1966 tentang Larangan Marxisme dan Leninisme yang mendapat reaksi keras dari banyak pihak. Gus Dur juga telah mengeluarkan militer dari ruang sosial politik yang selama ini berperan menjaga stabilitas. Hal yang paling membuat umat Islam marah dan geram adalah ketika Gus Dur membuka hubungan dagang dengan Israel. Puncaknya adalah ketika beliau hendak mengeluarkan dekrit membubarkan DPR yang dianggapnya sebagai taman kanak-kanak. Akhirnya, karena tidak tahan dengan berbagai kontroversi yang dibuatnya, para wakil rakyat dalam Sidang Istimewa MPR pada tanggal 23 Juli 2001 memberhentikan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati sebagai Presiden kelima RI.

Rentang waktu masa kepresiden Abdurrahman Wahid ( 20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001) memang singkat. Waktu sesingkat itu menyisakan ceritera dan sejarah bukan hanya terhadap bangsa dan negara tetapi juga banyak ceritera tentang orang perorang yang terkena imbas kebijakannya. Para pegawai seperti anak ayam kehilangan induknya. Setiap orang bergerak mencari selamat. Para pejabat tinggi mulai kasak kusuk menghubungi relasi dan mencari tempat bernaung di berbagai instansi. Sementara pegawai rendahan mulai kehilangan kendali dan harapan. Mereka masuk kantor hanya mencari peluang untuk membawa inventaris kantor ke rumah. Ada saja barang-barang kecil yang mereka pindahkan ke rumah, dari asbak, hiasan dinding, kursi lipat, album-album, buku agenda, koran dan majalah mereka kumpul untuk dijual, mesin ketik, alat-alat dapur, meja kecil mereka preteli dan membawa potongannya secara mencicil. Mereka berpikir sebentar lagi gedung ini akan kosong dan karena itu semua berlomba  membesihkannya. Aku sendiri tidak berminat mengambil barang-barang inventaris kecil itu. Semua orang membawa sesuatu ke rumahnya dengan izin ataupun tanpa izin pimpinan.

Pimpinan tahu hanya aku yang tidak melakukan itu. Dalam situasi demikian aku menghadap pimpinan dan meminta buku Eksiklopedia. Aku tahu hampir tidak ada pegawai yang berminat dengan buku-buku itu. Namun pimpinan membutuhkan waktu lama mengabulkan permintaanku, mungkin karena harga eksiklopedia dan buku-buku lainnya dianggap mahal. tetapi karena aku tdak menunjukkan minat pada barang-barang lain, akhirnya pimpinan memberikannya juga.

Mengapa aku begitu bernafsu mendapatkan buku-buku yang selalu terkunci dan tersimpan rapih di lemari buku ruang direktur ? Direktur sebelumnya yang diganti oleh direktur sekarang seringkali memanggil aku ke dalam untuk berdiskusi tentang berbagai program kerja dan strategi pelaksanaannya. Pernah sekali karena berhasil melaksanakan program dengan penggunaan anggaran yang efisien, beliau memanggil aku ke dalam ruangan. Setelah ngobrol ke sana ke mari, ia kemudian membuka lemari buku dan mengambil salah satu jilid dari buku eksiklopedia. Di hadapanku ia membuka halaman-halaman buku dan menyodorkan tiga lembar uang Rp. 100.000,- sebagai bonus pekerjaanku. Sangat sering aku melihat direktur dulu ini membuka lemari buku dan tidak membaca buku. Aku tidak pernah menceriterakan kepada siapapun kebiasaan direktur menyimpan uang di lembaran-lembaran buku. Uang itu pasti di luar gaji dan tunjangan jabatan. Uang itu pasti tanpa sepengetahuan keluarganya. Istilah lainnya uang lelaki.

Setelah mendapat restu mendapatkan buku-buku eksiklopedia itu, pimpinan mengizinkan aku mengambilnya sendiri. Pintu bagian tengah lemari buku ternyata terkunci, sedangkan pintu lemari di sisi kiri dan kanan terbuka. Aku tahu mengapa pintu itu terkunci dan akhirnya aku tahu juga bahwa pimpinan baru tidak pernah membuka lemari buku itu. Dengan demikian aku tidak perlu meminta kunci lemari buku pada pimpinan baru karena aku tahu bahwa kunci itu ada pada direktur yang telah pindah ke daerah lain. Aku terpaksa mencungkil pintu lemari buku bagian tengah dengan hati-hati dengan tidak membekaskan cungkilan.

Buku-buku segera kumasukkan ke kardus rokok yang besar, merapikan susunannya dan mengikatnya dengan rapih. Aku terpaksa mengeluarkan uang ekstra untuk membayar taxi mengangkut buku-buku yang kini menjadi milikku. Sampai di rumah aku hanya mengatakan kepada istri bahwa itu adalah buku-buku dari kantor. Ketika semua sudah tidur, aku membuka kardus itu dan memeriksa lembaran-lembaran buku satu persatu. Tidak disangka bahwa buku-buku eksiklopedia itu adalah ATM yang menyimpan banyak uang. Empat juta adalah jumlah yang banyak untuk menghuni dompetku. Aku yakin direktur yang lama tidak mungkin akan kembali ke kantor untuk megambil uang-uang yang ia selipkan di lembaran buku. Ia tentu akan malu kalau pimpinan baru tahu kebiasaannya. Akupun tak perlu memberi tahu pimpinan baru soal uang yang kudapatkan, toch ia menganggap tidak ada uang dalam buku-buku yang ia berikan padaku. 

Esok-esok aku aku periksa lagi lembaran-lembaran buku eksiklopedia yang kini sudah menghuni lemari bukuku. Siapa tahu masih ada lembaran tersisa yang luput dari pencarianku.

 Jakarta, 27 Agustus 2015

0 komentar:

Posting Komentar