Komunitas batu cincin mania tentu pernah mendengar jenis batu cincin Mani
Gajah (Sperma Gajah) di samping jenis-jenis batu perhiasan yang begitu populer
seperti Bacan (Doko, Palamea, dan Obi) Black Opal, ragam batu Garut, ragam
Sungai Dareh. Pacitan, Bau-bau, merah siam dan ribuan jenis batu lainnya.
Tahukah kita bahwa batu Sperma Gajah punya legendanya sendiri ?
Suku Anak Dalam atau suku kubu, ataupun suku anak rimba yang menetap secara
nomaden di kejauhan pedalaman Provinsi Jambi adalah pemilik sah legenda
keampuhan daya pikat, pesugihan sperma gajah. Keampuhan daya pikat sperma gajah
ini memang tidak pernah dapat dibuktikan secara ilmiah, tetapi sebuah legenda
tetaplah sebuah legenda yang hidup sebagai bagian dari pengetahuan budaya
manusia.
Konon ceritera, pada zaman dahulu kala di sebuah hutan hiduplah seekor
gajah jantan yang gagah, kuat, ditakuiti dan disegani oleh seluruh penghuni di
dalam hutan. Suku Anak Dalam menyebutnya sebagai Gajah Tunggal. Saya sendiri
merasa lebih tepat menamakannya Gajah Pejantan Tunggal, karena ia bukanlah
satu-satunya gajah di hutan, tetapi ia adalah satu-satunya gajah jantan yang
suka hidup menyendiri, sedangkan gajah-gajah lainnya adalah gajah betina.
Gajah Pejantan Tunggal inilah yang menjadi raja diraja di dalam hutan
sehingga Sang Raja hutan, Harimaupun akan menyingkir jika berpapasan dengannya.
Jika bulan mulai purnama dan sinarnya menyapu pelataran bumi, birahi Sang Gajah
Pejantan Tunggal bangkit dan itulah saat ia akan mencari gajah betina untuk
dikawininya. Naiknya birahi Gajah Pejantan Tunggal mengubah perilaku menjadi
demikian liar namun tetap berwibawa. Ia berjalan dengan langkah yang pasti
mengibas-ngibaskan belalainya menerobos rerumputan dan ilalang serta semua
benda yang menghalanginya. Suara dengusannya begitu keras hingga terdengar
jelas di kejauhan. Mendengar dengusan tersebut kawanan gajah segera berkumpul
di tengah padang untuk menjemput kehadiran Gajah Pejantan Tunggal dengan
membentuk lingkaran. Ketika Gajah Pejantan Tunggal tiba, lingkaran membuka
untuk memberi ruang kepada Gajah Pejantan Tunggal masuk ke arena dan setelah
masuk lingkaran kembali menutup memagari tempat perkawinan Gajah Pejantan
Tunggal.
Gajah Pejantan Tunggal berkeliling mengamati gajah-gajah betina dan dengan
cara menyentuhkan belalainya ia menentukan pilihan pada gajah betina yang ia
sukai. Gajah betina terpilih masuk ke tengah arena dan ditempat itu Gajah
Pejantan Tunggal menyetubuhi gajah betina. Menurut dukun kubu (suku kubu anak dalam)
yang menyaksikan ritual itu, gajah betina mengambil posisi terlentang persis
seperti hubungan seksual manusia. Setelah eksekusi, Gajah Pejantan Tunggal
memeriksa spermanya yang tercecer ke tanah. Ia kemudian mengais tanah menutupi
ceceran sperma seolah ingin menyembunyikan jejak perkawinannya. Setelah merasa
aman, Gajah Pejantan Tunggal meninggal arena dan gajah-gajah betina yang
melingkar membubarkan diri.
Setelah lapangan tempat acara sakral perkawinan itu mulai sepi, maka dengan
mengendap-endap dukun kubu yang sedari tadi mengintip kejadian tersebut mencari
ceceran sperma Gajah Pejantan tunggal dengan menggali kembali tanah yang
menimbunnya. Kemudian tetesan sperma yang begitu cepat mengental ia taruh dalam
satu wadah (semacam cawan). Sperma gajah ini kemudian diolah dengan ramuan
tertentu oleh Dukun Kubu dan dijadikan sebagai Minyak Pelet Sperma Gajah dan
keperluan-keperluan lain.
Adapun ritual-ritual perkawinan lain Gajah Pejantan Tunggal di tempat dan
waktu yang lain, yang tidak sempat disaksikan oleh Dukun Kubu, sperma gajah
tetap tertanam dalam tanah dan dalam jangka waktu yang lama mengeras dan
membatu hingga membentuk kristal yang keras. Sperma gajah yang telah membatu
inilah yang kemudian ditemukan oleh orang-orang sekarang dan dijadikan sebagai
batu cincin. Batu cincin tersebut tentu saja tidak berfungsi sebagai pelet karena
memang tidak diramu sebagai pelet. Batu cincin Sperma gajah yang dalam
komunitas perbatuan lebih dikenal sebagai batu mani gajah hanyalah sebagai
perhiasan yang bernilai unik dan langka.
Inilah contoh bahan batu Sperma Gajah
dan cincing yang telah mengkristal
Diceriterakan kembali dari berbagai sumber oleh :
Zulkomar