Assalamu
Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu..!
Saudara-saudaraku,
sahabat-sahabatkuku, kerabat dan handai taulan semua..! Teristimewa kepada
teman-teman yang setia menemani keseharianku di pojok belakang, sana.
Aku
tahu mengapa engkau mengambil tempat di belakang dan di pojok pula. Kalian
tentu sudah tahu apa yang akan aku katakan, karena apa yang akan aku katakan seringkali
telah kita obrolkan bersama di hampir semua tempat. Aku tahu, kalian hanya
ingin melihat aku berdiri dan bergerak dari sini ke sana dan sebaliknya, dan
tidak akan mempedulikan omonganku. Tak apa, tak mengapa, tidak menjadi masalah.
Tapi kehadiran kalian dan juga semua di ruangan ini menegaskan bahwa aku tidak
pernah sendiri, dan tak akan pernah sendiri.
+++
Hai…!
Mengapa semua harus menengok ke belakang ?
Mereka
hanyalah teman-temanku yang tidak begitu penting.
Sosok
yang paling penting malam ini,
adalah
aku..!.... hanya aku, dan bukan yang lain.
Jadilah
akulah yang harus diperhatikan,
karena
aku berada tepat di hadapan kalian.
Aku
dipanggungkan untuk diperhatikan dan di dengarkan.
Jika
aku tak diperhatikan atau tak didengarkan,
bukan
berarti karena aku…ataupun perkataanku kurang menarik.
Melainkan
kalianlah sendirilah yang mengingkari
keberadaan
dan posisi kalian sebagai penonton dan pendengar.
Begini
saja…!
Agar
kita tak saling mengingkari keberadaan dan posisi kita,
biarkan
aku berbicara sendiri
dan
aku akan membiarkan telinga kalian mendengar di sana.
+++
Kali
ini aku akan berbicara soal hati,
karena
banyak yang megatakan
penduduk
negeri ini sudah kehilangan hati.
Kecuali
…..
manusia-manusia
yang hadir di ruangan ini
dan….tentu
saja mereka yang membaca tulisan ini.
Aku
sangat yakin dan sangat percaya
kalian
mendengar dan mengamati dengan hati.
Mengapa
? Mengapa ?
Mengapa ?
Karena
getar suara yang sampai ke telinga kalian
adalah
getar suara hati seorang Bungko Dewa.
+++
Kali
ini kita kan berbicara soal hati,
Bukan
soal hatimologi
Bukan
soal hatiisme
Bukan
pula soal terminology hati
atau
ramalan hati
atau
peringatan untuk berhati-hati.
Kali
ini kita akan berbicara soal hati
Bukan
untuk mengguruimu soal hati.
Karena
setiap orang adalah guru bagi hatinya.
Kalau
ada hati yang menggurui hati yang lain
itu
sama artinya imprelialisme hati.
Hati
menjajah hati.
Era
itu sudah selesai.
Kali
ini kita akan berbicara soal hati.
Jangan
khawatir….! Bukan soal hati kalian.
Bukan
juga soal hatimu, hai wanita bergaun mini
Melainkan
hati ini sendiri
hati
seorang Bungko Dewa.
Percayalah
tak ada sesuatu yang tersebunyi di hati ini
walau
kalian …..dan orang –orang diiii … luar sana
mengenal
aku sebagai pribadi yang tertutup.
Hati
ini
ibarat
sebuah rumah.
Jika
rumahku adalah istanaku
maka
hati ini adalah istanaku.
Sebagai
sebuah rumah
hatiku
tentu saja berpintu
dan
pintu itu selalu tertutup.
Kalau
aku katakan,
“pintu
hatiku telah tertutup”
Tidak
otomatis menutup kehadiran yang lain.
Jika
ingin masuk ke dalam hatiku
silahkan
mengetuknya sambil menyeru…salam.
Kalau
suaramu cukup terdengar
atau
telingaku cukup mendengar
aku
segera akan membukakan pintu.
Tapi
itu bukan berarti kau bisa langsung masuk
karena
aku masih mematung dan memegang daun pintu.
Jika
aku berkenan dengan kehadiranmu
aku
akan persilahkan kau duduk di beranda.
Beranda
hatiku cukup lapang untuk bertukar tutur
cukup
senggang berbagi ceritera
So…what
gitu loh……!
Kalau
kau berminat masuk ke dalam hatiku
bersabarlah
untuk mengenal suasana berandanya.
Buatlah
dirimu senyaman mungkin
untuk
memastikan akupun cukup nyaman.
Cukuplah
di beranda, sayang…!
_________
Bung Komar
Jakarta, 14/3/2014
Untuk Pesta Seni
di Gelanggang Remaja Jakarta Utara
Terimakasih untuk hatimu dan aku tau hatimu telah tertutup bagiku... selamat tinggal wahai kau yang memiliki hati.... merdekalah kau dengan hatimu... tapi ingat ada hati lain yang terluka....atau mungkin kau sengaja membuang hati itu di tempat yang tepat setimpal dengan cindra matamu yang kau buang di selokan kotor dan berbau..... kau punya hati bungko dewa...kau berhak memerdekakan hatimu... permainanmu menduduki tinggkat paling tinggi di hatiku . :)