Di
bulan Februari ini banjir terjadi dimana-mana. Seolah menggenapkan bilangan
banjir yang telah dimulai di bulan Januari. Hari ini, Selasa, tepat 11 Februari
2014 banjir kembali terjadi walaupun genangan air di jalan-jalan mulai kering. Banjir
yang terjadi hari ini adalah banjir pujian, banjir kasih sayang, banjir ucapan
selamat, banjir coklat pada mereka yang berulang tahun, yang keberapa
sekalipun. Mereka yang teramat dekat ataupun yang pernah dekat, sahabat, kerabat
dan kolega-kolega yang menyenangkan hati, masing-masing berlomba untuk
memberikan ucapan selamat. Saya tentu saja tak mau alpa apalagi harus
ketinggalan untuk mengucapkan selamat kepada yang hari ini berulang tahun.
Selamat ulang tahun ya….!
Hai..engkau
yang berulang tahun hari ini. Aku tak bisa memberikanmu hal-hal yang berarti,
apalagi sebuah bingkisan istimewa. Sekecil apapun yang kupunya rasanya telah
kubagi padamu. Jikapun tak cukup untuk mengejangkan hasrat dan harapanmu, maafkanlah…..karena keterbatasan
itu bukan kehendakku. Takdir dan nasibku memang seperti ini, dan itulah yang
kujalani. Aku hanya mau mengatakan satu hal padamu bahwa engkau dilahirkan pada
saat dan tanggal yang tepat. Engkau adalah manusia yang telah diberi Allah
dengan sejuta kelebihan dan berlimpah talenta. Ya…karena engkau dilahirkan pada
saat hampir semua negara di dunia ini mengikrarkan sebuah keputusan besar
tentang bumi yang kita diami bersama dimana pada kedalamannya ada lautan yang
maha luas.
Aku teringat sebuah masa yang begitu historis.
Empat puluh tiga tahun yang lalu, delapan puluh tujuh negara menandatangani
Perjanjian Dasar Laut, yang melarang percobaan senjata nuklir di lautan
internasional. Itulah sebabnya anak manusia yang lahir tepat pada saat
perjanjian besar ini ditandatangani (11 Februari 1971) memiliki kecenderungan
cinta kepada keluasan alam, keluasan samudera, birunya langit yang memantul di
birunya lautan. Mereka yang terlahir tepat pada tanggal perjanjian besar
tersebut juga memiliki keluasan pandangan dan keluasan pengalaman hidup.
Sebagaimana
kesehariannya, lautan selalu menyimpan ketenangan dan kedamaian sebagaimana
hamparan airnya yang membentang luas. Dalam panadangan mata ia tampak seperti
tanpa ujung. Namun demikian, dalam ketenangannya kadang pula terjadi iklim
pasang dan surut, bahkan acap terjadi riak berirama, gelombang menggulung hingga
membadai. Tetapi semua hanya berlangsung sesaat sebagaimana lantunan sebait lagu, “badai pasti
berlalu” dan setelah itu lautan akan kembali pada kesejatiannya, tenang dan
damai.
Aku
berharap dan berdoa pada ulang tahunmu kali ini, badai itu telah berlalu, dan
lautan yang ada di hadapanmu mulai menampakkan kebiruannya, kesejukannya,
ketenangannya dan kebahagiaannya buatmu. Sementara aku di sini tak tahu akan
menulis apa. Apakah aku akan menuliskan apa yang aku pikirkan yang
ujung-ujungnya justru aku memikirkan apa yang aku tuliskan karena kata-kata
yang meluncur tak lagi bisa ditakar maksudnya.
Apa
yang harus aku lakukan ? Apa yang harus aku pikirkan ? Apa sesungguhnya yang
aku rasakan ? Lalu serombongan angin membisikkan, “berhentilah menulis jika kau
tak tahu apa yang kau tuliskan.” Tetapi entahlah, karena kadang aku menulis
bukan karena ada sesuatu yang aku pikirkan, bukan pula karena ada idea yang nyangkut
di benak ini. Ya… menulis karena ingin menulis saja. Kadang memang tak lebih
dari itu. Lalu laron-laron di bawah sofa biru berteriak, “So what gitu loh”.
Iyalah….biarkan rasa menjadi urusan rasa. Kalau rasa akan dituliskan, maka ia
tidak akan menjadi rasa melainkan hanya menjadi tulisan. Kalau rasa dipuisikan,
ia tidak akan menghasilakan rasa melainkan hanya melahirkan syair yang rasanya
tergantung pada siapa yang merasakan denyut syair itu.
Apapun…..Selamat
ulang tahun ya…...Selalu mendoakan yang terbaik dan kebahagiaan untukmu.
Jakarta, 11 Februari
2014
🙄