Namaku Usman Harun,
tertera jelas dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dikeluarkan oleh Kepala
Kelurahan Sungai Bambu, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara yang juga
kebetulan bernama Usman Harun. Sehingga jika dalam KTP-ku tertera ada dua nama
Usman Harun di bagan atas dan bawah, itu bukan karena kesalahan penulisan oleh
petugas kelurahan, melainkan sungguh-sungguh karena nama kami memang sama.
Sewaktu akan menandatangani KTP-ku, Bapak Lurah sempat bertanya kebenaran
namaku kepada stafnya. Setelah diyakinkan bahwa namaku sesuai dengan nama yang tertera
di Kartu Keluarga dan juga bukti akte kelahiran, barulah Bapak Lurah Usman Harun
mau menandatangani KTP-ku tanpa pernah mengajukan protes mengapa aku harus
bernama Usman Harun.
Akupun tidak kalah
teliti dan kritis. Sewaktu menerima KTP, akupun sempat bertanya kepada petugas
kelurahan, “apa benar Bapak Lurah kita bernama Usman Harun ?” Aku bertanya
demikian karena selama ini aku tidak pernah aktif di kegiatan kelurahan dan
tidak tahu menahu bahwa bapak Lurahnya juga bernama Usman Harun. Setelah
diyakinkan bahwa nama Bapak Lurah sama dengan namaku barulah aku bisa
menerimanya, tentu saja tanpa harus mengajukan protes mengapa Bapak Lurah harus
bernama Usman Harun.
Dalam suatu
pertemuan silaturahmi dan pembentukan panitia bersama menyambut perayaan HUT
Kemerdekaan RI, aku hadir sebagai salah seorang pemuka masyarakat yang
diharapkan bersedia terlibat secara aktif dalam berbagai event kegiatan yang
digagas oleh kelurahan kami. Seusai rapat aku sempatkan berbincang-bincang
dengan Bapak Lurah di ruang kerjanya. Inilah adalah pertemuan empat mata antara
Usman Harun dengan Usman Harun untuk membicarakan masalah Usman Harun.
Dalam obrolan
santai tersebut, aku jelaskan bahwa namaku adalah nama asli, bukan nama samaran
dan tidak bermaksud meniru-niru nama Bapak Lurah. Ayahku seorang pedagang yang
bernama Harun Usman. Nama sebenarnya Harun, sedangkan Usman itu adalah nama
orang tuanya. Ketika aku lahir orang tua memberikan nama kakek kepadaku sebagai
ungkapan terimakasih dan cintanya kepada orang tua ayahku. Sehingga akupun
diberikan nama Usman, kemudian ditambahkan nama ayahku di belakang menjadi
Usman Harun. Bapak Lurah tertawa terbahak-bahak mendengar ceriteraku, lalu ia
kemudian berceritera tentang asal usul namanya sendiri.
“Ini sebenarnya
rahasia keluarga, tetapi kepada Bapak Usman tak apalah saya ceriterakan. Anggap
saja saya sedang berceritera kepada diri saya sendiri,” kata Lurah Usman Harun
tertawa kecil yang kusambut dengan tawa yang sama. “Namaku sebenarnya berasal
dari dua nama orang, yaitu nama bapakku Usman Latif dan nama saudara kembarnya
Harun Latif, dengan demikian aku diberi nama Usman Harun.”
“Ibunya Pak Lurah
tidak protes ?”
“Nama itu justru
usulan mamaku. Mama mencintai bapakku dan juga saudara kembarnya. Awalnya Mama
mencintai Harun Latif. Mama berpacaran cukup lama dan juga sering curhat dengan
saudara kembar pacarnya, yaitu bapakku. Manusia merencanakan, Tuhan jua yang
menentukan. Harun Latif meninggal dalam suatu kecelakaan. Mamaku sangat
bersedih dan tak lagi punya gairah hidup. Ia hanya mengurung dirinya di kamar.
Satu-satunya yang sering datang menghiburnya adalah Usman Latif saudara kembar
almarhum Harun Latif. Entah bagaimana jalannya sebuah perasaan hati, mamaku juga
mulai mencintai Usman Latif. Usman Latif dari awal memang menaruh hati pada
Mamaku, tetapi saat itu mamaku lebih memilih Harun Latif. Namun demikian Usman
Latif tidak memperlihatkan kecemburuannya. Ia berbahagia jika saudara kembarnya
dapat bersanding dengan wanita yang ia cintai, walaupun ia harus mengorbankan
cinta dan perasaannya. Begitulah tali cinta bersemi di antara Mama dan bapakku.
Dan ketika aku lahir sebagai anak pertama mereka, aku diberi nama Usman Harun
sebagai bentuk penghargaan cinta mama dan bapakku kepada Mantan pacar mama, dan
saudara kembar bapak.”
“Sebuah novelette yang
menarik Pak Lurah,” ucapku kagum.
Jakarta, 8/2/2014
0 komentar:
Posting Komentar