Menyenangi wanita ibarat menyenangi sebuah lukisan
yang digores dengan kepekaan hati
di atas sebuah kanvas kehidupan.
Pada lukisan itu akan kau temukan keindahan, kedamaian,
keteduhan dan penghargaan yang begitu tinggi pada Sang Pelukis
Dalam sebuah kesempatan kembali ke kampung halaman memenuhi panggilan
keluarga untuk berkumpul bersama, meramaikan dan mendoakan hajat keluarga untuk
menikahkan salah seorang kemenakanku, mataku tiba-tiba terpana pada sosok
seorang wanita remaja yang beberapa kali melintas di hadapanku. Aku berusaha
untuk mengingat-ingat, siapa gerangan dirinya. Rasanya-rasanya aku belum pernah
melihat wajah seperti itu. Mungkin ia salah seorang kemenakanku yang kemudian
tumbuh besar selama aku merantau di Jakarta, dan kini ia menjelma menjadi
wanita yang mencuri perhatianku. Mungkin salah seorang keluarga yang masa
kecilnya belum sempat aku lihat. entahlah...!
Dalam setiap acara kumpul keluarga, aku biasanya bererak kesana kemari
menemui dan melepas kangen dengan siapa saja, tapi kali ini aku betah
berlama-lama duduk di kursi menanti dan mengamati gadis cantik itu keluar masuk
mengantarkan hidangan. Sekarang ia berada tepat di depan mejaku menghidangkan
burongko dan kue lapis basah (addase). Sementara ia dengan santainya meletakkan
penganan dan mengaturnya di atas meja, aku justru berkesempatan memperhatikan
seluruh lekuk wajahnya yang terbingkai hijab berwarnah pink yang membuat keseluruhan
wajahnya juga lebur dalam nuansa pink.
Kulitnya putih dan halus walau tidak sebening kristal kaca cincin permata kecubung
air yang bisa kukenakan di jari tengahku. Bibirnya tipis agak memerah, padahal
tak segaris lipstikpun yang menggoresnya. gigi putihnya yang teratur rapih
sebahagian bersembunyi di balik kedua bibirnya. Bentuk rahangnya typikal bugis
banget. Hidungnya memang tidak cantik tetapi bentuknya yang dari atas telah
memisahkan secara simetris kedua bola matanya, serta jaraknya yang begitu dekat
dengan bibir atasnya membuatnya semakin menarik, apalagi ketika ia tersenyum
sedikit dan menarik kedua lapisan kulit pipinya ke belakang, maka makin
tampaklah betapa indahnya senyum yang ia berikan pada dunia.
Hal yang membuatku makin tertarik adalah sikapnya yang begitu tenang,
santun dan sopan kepada setiap orang yang menyapanya. Langkah kakinya tenang
tetap tetap sigap bekerja. Jenis kain sederhana yang membungkus seluruh
tubuhnya tidak menghalanginya melalukan berbagai aktivitas. Jika menilik satuan
komponen pada wajahnya, sebenarnya tidak ada sesuatu yang menonjol. Namun
komponen-komponen itu seolah menyatukan diri membentuk dirinya sebagai makhluk
Tuhan yang.....subhanallah kecantikannya mencerminkan kecantikan kepribadian
dan jiwanya.
Tak henti-hentinya aku kagumi wajah ini hingga tak memberiku kesempatan
walau hanya sekedar menyapanya. Kepada istri yang duduk di samping, aku
katakan, ” Aku suka wanita ini..”
Istrikupun ternyata punya pandangan yang sama. Ia melihat bahwa wanita itu
memiliki aura kebaikan dan masa depan yang baik. Aku tanyakan kepada beberapa
orang tentang sipa dirinya. Namanyapun rupanya sangat sederhana, Neny. Takdir hidup menggariskannya
sebagai wanita yatim namun tetap memiliki semangat hidup untuk maju dengan
terus berkuliah.
Kepada beberapa keluarga dekat aku katakan, ”Aku mau wanita itu tetap ada
dalam keluarga besarku.”
Jakarta, 9 Desember 2014
Zulkomar