Bakohumas Kementerian/Lembaga diharapkan dapat menjadi
aktor-aktor baru dalam penanggulangan bencana,
setidak-tidaknya dapat mengambil peran
mensosialisasikan pengetahuan kebencanaan .
BNPB (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana) selama 3 hari, dari tgl. 2 s.d. 4 Maret melakukan
kegiatan Forum Bakohumas Tematik bertempat di gedung Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Penanggulangan Bencana, atau Indonesia Disaster Relief and Training
Ground (Ina-DRTG) yang terintegrasi di kawasan Indonesia Peace and Security
Center (IPSC), Sentul, Bogor. Saya dan 60 lebih
rekan lainnya dari humas Kementerian/lembaga mengikuti secara seksama
dari acara paparan materi hingga praktek lapangan. Di halaman diklat PNPB kami
semua berkumpul untuk melakukan tugas-tugas pemasangan tenda pengungsian,
penyediaan dapur umum, pengoperasian kelengkapan radio komunikasi, dan praktek
cara-cara yang benar dan tepat memberi pertolongan pertama pada korban. Semua
pemandangan di lapangan tersebut mengingatkankanku pada suatu kejadian yang
traumatis.
Berhasil membangun tenda pengungsian |
Masih ingatkah kita
di suatu waktu, pada tahun 2004 dunia dikejutkan oleh sebuah bencana maha
dahsyat, memilukan dan mengenaskan. Minggu pagi, 26 Desember 2004, langit biru
cerah, udara sejuk, masyarakat bergembira ria dan sebahagian masih tertidur
pulas di pembaringannya, tiba-tiba pukul 07.00 WIB gempa berkekuatan 9,3 pada
skala richter mengguncang Aceh, meruntuhkan sebagian bangunan bertingkat. Sekitar
50 menit kemudian tsunami datang meluluhlantahkan semua yang dilaluinya, yang
tersisa hanyalah mayat-mayat bergelimpangan dan puing-puing bangunan yang tak
lagi berharga. Tercatat tidak kurang dari 200.000 nyawa melayang
Itulah
tahun-tahun ujian bagi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Betapa tidak,
setahun kemudian 28 Maret 2005 terjadi Gempa di Nias, Sumatera yang
mengakibatkan sekitar 1000 orang meninggal. Tahun berikutnya 2006 giliran
Yokyakarta diguncang gempa dan menewaskan 5.782 jiwa. Lalu pada 12 September
2007 Bengkulu pun tidak luput dari guncangan gempa yang menewaskan sekitar 70
penduduk.
Apa yang kita dengar
dari pemberitaan soal serangkaian bencana tersebut ? Bangsa Indonesia ternyata
belum memiliki kesiapan untuk mencegah jatuhnya banyak korban dan kerugian
harta benda, bangsa Indonesia belum siap menghadapi berbagai persoalan pasca
bencana. Cara kita menangani bencana masih bersifat reaktif, bergerak dan
melakukan sesuatu serta memberi dukungan pada korban. Penanganan dampak bencana
masih bersifat ad hoc. Pemerintah membentuk tim segera setelah bencana terjadi.
Hanya sampai sebatas itulah yang dapat dilakukan bangsa ini. Ketika kemudian bencana
menjadi sering terjadi, barulah mulai terasa perlunya koordinasi penanggulangan
bencana.
Tsunami Aceh 2004
adalah sebuah pelajaran yang paling mahal. Saat itulah kita menyadari
ketidaksiapan melakukan langkah-langkah penanganan bencana. Apalagi saat itu
belum ada satu lembaga yang secara khusus menangani bencana. Setahun kemudian
barulah pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 83/2005 tentang Badan
Koordinasi Nasional Penanganan Bencana. Namun karena menyadari bahwa bencana
merupakan tanggungjawab nasional, maka diperlukan landasan hukum yang lebih
kuat. Tahun 2007 DPR melalui silang pendapat yang panjang akhirnya menelorkan
UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Salah satu amanat
penting UU tentang Penanggulangan Bencana tersebut adalah perlunya suatu badan
di tingkat nasional yang mampu mengoordinasikan tindakan penanganan bencana.
Badan tersebut bertugas memaksimalkan semua potensi dan sumber daya untuk
menyelamatkan nyawa dan harta akibat bencana. Amanat tersebut kemudian
diwujudkan dengan mendirikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
melalui Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008. BNPB adalah lembaga pemerintah non
kementerian yang berada dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa BNPB adalah anak kandung dari serentetan
bencana. Sebagai anak kandung yang baru dilahirkan BNPB dituntut untuk cepat
tumbuh dan berkembang, segera dewasa dan berbuat.
PNPB sadar bahwa
wilayah Indonesia begitu rawan terjadi bencana baik gempa bumi, Tanah longsor,
banjir, letusan gunung berapi, kebakaran hutan, bencana kebakaran, tsunami dan
gelombang pasang. PNPB pun sadar betapa luasnya cakupan wilayah penanggulangan
bencana yang tidak mungkin hanya dapat dilakukan oleh oleh sebuah lembaga yang
bernama PNPB. Mau tidak mau PNPB harus berusaha membangun kemandirian daerah
dalam penanggulangan bencana dengan membentuk Badan Penanggulangan Bencana
Daerah di provinsi dan kabupaten/kota. Disamping itu PNPB juga forum
Penanggulangan Bencana dengan melibatkan banyak stake holder pemerintah,
lembaga usaha, dan kelompok masyarakat.
Sesuai dengan visi
PNPB, “Ketangguhan Bangsa Dalam Menghadapi Bencana,” maka mau tak mau PNPB
harus membangun jejaring dengan aktor-aktor lain dalam melakukan penanggulangan
bencana. Salah satunya rombongan dari Bakohumas mendapat kesempatan mengikuti
pelatihan kebencanaan. Kami dari Bakohumas
Kementerian/lembaga tentunya diharapkan dapat menjadi aktor-aktor baru dalam
penangulangan bencana, setidak-tidaknya dapat mengambil peran mensosialisasikan
pengetahuan kebencanaan kepada masyarakat sekitar. Sehingga ketika terjadi
suatu bencana di suatu titik, maka sebelum aktor utama penanganan bencana tiba
di lokasi bencana, masyarakat dengan pengetahuan kebencanaannya dapat mengambil
peran lebih awal, setidak-tidaknya melakukan langkah penyelamatan bagi diri dan
keluarganya.
BNPB sangat
bersungguh-sungguh dengan visi-nya. BNPB tahu bahwa ketangguhan bangsa dal;am
menghada[pi bencana, tidak lain dari
ketangguhan seluruh rakyat Indonesia menghadapi bencana pada titik bencana yang
di hadapinya. Oleh karena itu BNPB melaksanakan suatu program besar yang
namanya Program Desa Tangguh Bencana, yaitu terbangunnya semangat desa yang
memiliki kapasitas untuk beradaptasi menghadapi bencana, dan pulih dalam waktu
singkat dari akibat dan trauma bencana. Pada tahun awal pencangannya, 2012,
dicanangkan di 40 desa di 20 provinsi dengan potensi ancaman tsunami. Tahun
2013 terbangun 56 Desa Tangguh Bencana di 28 provinsi, tahun 2014 ada 68 desa
di 28 provinsi, dan kelak nanti seluruh desa akan menjadi Desa Tangguh Bencana.
Dengan personil yang
tersedia pada saat ini saja, BNPB telah berusaha mempublikasi dan
mensosialisasikan segala hal tentang pengetahuan kebencanaan kepada suluruh
publik di Indonesia dengan memanfaatkan semua saluran komunikasi dan informasi
yang tersedia, Tidak hanya berupa penerbitan buku, Spanduk, banner, leaflet,
booklet, dan iklan-iklan layanan masyarakat di media cetak dan elektronik
seperti kebanyakan model sosialisasi yang selama ini dilakukan oleh beberapa
kementerian/lembaga, BNPB benar-benar memanfaatkan semua media yang
memungkinkan untuk mensosialisasikan pengetahuan kebencanaan kepada publik. Mungkin
hanya BNPB. lembaga yang membuat beberapa film layar lebar untuk konsumsi
publik dengan ceritera berlatar belakang bagaimana masyarakat mengatasi
bencana. BNPB juga menerbitkan banyak CD tentang berbagai bencana yang dapat
diperoleh secara gratis, begitu pula buku-buku komik kebencanaan untuk konsumsi
pelajar. Bahkan buku-buku bacaan popular tentang kebencanaan, program-program
tayangan kebencanaan di layar Televisi dan program-program siaran radio.
Praktis hampir tidak ada satupun sarana media yang tidak dipergunakan oleh BNPB
untuk mensosialisasikan pengetahuan kebencanaan.
Di hari terakhir
program tematik, 4 Maret 2016, rombongan menuju Kantor Graha BNPB, Jl. Pramuka
Kav. 38, Jakarta Timur. Dr. Sutopo Purwo Nugroho, M.Si., APU, sebagai Kapusdatinmas
PBNB mengantar kami melihat semacam diorama kebencanaan di sepanjang koridor
dan ruangan-ruangan di lantai 11 dan lantai 12 Di pusdatinmas ini kita
memperoleh gambaran utuh tentang kebencanaan, seperti tsunami, tanah longsor,
letusan gunung berapi, gempa vulkanik dan tektonik, banjir, kebakaran hutan
gambut dll. Sehingga dengan melihat gambaran tersebut disertai beberapa penjelasan
dari Pak Sutopo, para peserta mendapat gambaran utuh sebab-sebab terjadi sebuah
bencana.
BNPB tidak main-main
dengan kesungguhannya untuk memberikan pemahaman kebencanaan kepada seluruh
masyarakat Indonesia dalam rangka mencapai visi utamanya, yaitu, “Ketangguhan
Bangsa Menghadapi Bencana”. Kelak ketika masyarakat Indonesia telah memahami
dan tanggap terhadap berbagai gejala dan sebab – sebab bencana, maka masyarakat
telah siap menghadapi berbagai macam bencana yang mungkin akan terjadi di
daerahnya. Dan ketika masa itu tiba, bencana bukan lagi sesuatu yang
menakutkan, tetapi tetap menjadi perhatian dan keprihatinan bersama untuk
saling bahu membahu mengatasinya.
Di Depan Tugu Penjaga Perdamaian, Sentul |
Jakarta, Maret 2016
0 komentar:
Posting Komentar