MEMBANGUN MASYARAKAT TANGGUH MENGHADAPI BENCANA

Senin, 14 Maret 2016



 Bakohumas Kementerian/Lembaga diharapkan dapat menjadi 
aktor-aktor baru dalam penanggulangan bencana, 
setidak-tidaknya  dapat mengambil peran 
mensosialisasikan pengetahuan kebencanaan .

BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) selama 3 hari, dari tgl. 2 s.d. 4 Maret melakukan kegiatan Forum Bakohumas Tematik bertempat di gedung Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana, atau Indonesia Disaster Relief and Training Ground (Ina-DRTG) yang terintegrasi di kawasan Indonesia Peace and Security Center (IPSC), Sentul, Bogor. Saya dan 60 lebih  rekan lainnya dari humas Kementerian/lembaga mengikuti secara seksama dari acara paparan materi hingga praktek lapangan. Di halaman diklat PNPB kami semua berkumpul untuk melakukan tugas-tugas pemasangan tenda pengungsian, penyediaan dapur umum, pengoperasian kelengkapan radio komunikasi, dan praktek cara-cara yang benar dan tepat memberi pertolongan pertama pada korban. Semua pemandangan di lapangan tersebut mengingatkankanku pada suatu kejadian yang traumatis.

Berhasil membangun tenda pengungsian

 Masih ingatkah kita di suatu waktu, pada tahun 2004 dunia dikejutkan oleh sebuah bencana maha dahsyat, memilukan dan mengenaskan. Minggu pagi, 26 Desember 2004, langit biru cerah, udara sejuk, masyarakat bergembira ria dan sebahagian masih tertidur pulas di pembaringannya, tiba-tiba pukul 07.00 WIB gempa berkekuatan 9,3 pada skala richter mengguncang Aceh, meruntuhkan sebagian bangunan bertingkat. Sekitar 50 menit kemudian tsunami datang meluluhlantahkan semua yang dilaluinya, yang tersisa hanyalah mayat-mayat bergelimpangan dan puing-puing bangunan yang tak lagi berharga. Tercatat tidak kurang dari 200.000 nyawa melayang

            Itulah tahun-tahun ujian bagi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Betapa tidak, setahun kemudian 28 Maret 2005 terjadi Gempa di Nias, Sumatera yang mengakibatkan sekitar 1000 orang meninggal. Tahun berikutnya 2006 giliran Yokyakarta diguncang gempa dan menewaskan 5.782 jiwa. Lalu pada 12 September 2007 Bengkulu pun tidak luput dari guncangan gempa yang menewaskan sekitar 70 penduduk.

Apa yang kita dengar dari pemberitaan soal serangkaian bencana tersebut ? Bangsa Indonesia ternyata belum memiliki kesiapan untuk mencegah jatuhnya banyak korban dan kerugian harta benda, bangsa Indonesia belum siap menghadapi berbagai persoalan pasca bencana. Cara kita menangani bencana masih bersifat reaktif, bergerak dan melakukan sesuatu serta memberi dukungan pada korban. Penanganan dampak bencana masih bersifat ad hoc. Pemerintah membentuk tim segera setelah bencana terjadi. Hanya sampai sebatas itulah yang dapat dilakukan bangsa ini. Ketika kemudian bencana menjadi sering terjadi, barulah mulai terasa perlunya koordinasi penanggulangan bencana.

Tsunami Aceh 2004 adalah sebuah pelajaran yang paling mahal. Saat itulah kita menyadari ketidaksiapan melakukan langkah-langkah penanganan bencana. Apalagi saat itu belum ada satu lembaga yang secara khusus menangani bencana. Setahun kemudian barulah pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 83/2005 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana. Namun karena menyadari bahwa bencana merupakan tanggungjawab nasional, maka diperlukan landasan hukum yang lebih kuat. Tahun 2007 DPR melalui silang pendapat yang panjang akhirnya menelorkan UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Salah satu amanat penting UU tentang Penanggulangan Bencana tersebut adalah perlunya suatu badan di tingkat nasional yang mampu mengoordinasikan tindakan penanganan bencana. Badan tersebut bertugas memaksimalkan semua potensi dan sumber daya untuk menyelamatkan nyawa dan harta akibat bencana. Amanat tersebut kemudian diwujudkan dengan mendirikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008. BNPB adalah lembaga pemerintah non kementerian yang berada dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa BNPB adalah anak kandung dari serentetan bencana. Sebagai anak kandung yang baru dilahirkan BNPB dituntut untuk cepat tumbuh dan berkembang, segera dewasa dan berbuat.


PNPB sadar bahwa wilayah Indonesia begitu rawan terjadi bencana baik gempa bumi, Tanah longsor, banjir, letusan gunung berapi, kebakaran hutan, bencana kebakaran, tsunami dan gelombang pasang. PNPB pun sadar betapa luasnya cakupan wilayah penanggulangan bencana yang tidak mungkin hanya dapat dilakukan oleh oleh sebuah lembaga yang bernama PNPB. Mau tidak mau PNPB harus berusaha membangun kemandirian daerah dalam penanggulangan bencana dengan membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah di provinsi dan kabupaten/kota. Disamping itu PNPB juga forum Penanggulangan Bencana dengan melibatkan banyak stake holder pemerintah, lembaga usaha, dan kelompok masyarakat.

Sesuai dengan visi PNPB, “Ketangguhan Bangsa Dalam Menghadapi Bencana,” maka mau tak mau PNPB harus membangun jejaring dengan aktor-aktor lain dalam melakukan penanggulangan bencana. Salah satunya rombongan dari Bakohumas mendapat kesempatan mengikuti pelatihan kebencanaan. Kami dari Bakohumas Kementerian/lembaga tentunya diharapkan dapat menjadi aktor-aktor baru dalam penangulangan bencana, setidak-tidaknya dapat mengambil peran mensosialisasikan pengetahuan kebencanaan kepada masyarakat sekitar. Sehingga ketika terjadi suatu bencana di suatu titik, maka sebelum aktor utama penanganan bencana tiba di lokasi bencana, masyarakat dengan pengetahuan kebencanaannya dapat mengambil peran lebih awal, setidak-tidaknya melakukan langkah penyelamatan bagi diri dan keluarganya.

BNPB sangat bersungguh-sungguh dengan visi-nya. BNPB tahu bahwa ketangguhan bangsa dal;am menghada[pi bencana,  tidak lain dari ketangguhan seluruh rakyat Indonesia menghadapi bencana pada titik bencana yang di hadapinya. Oleh karena itu BNPB melaksanakan suatu program besar yang namanya Program Desa Tangguh Bencana, yaitu terbangunnya semangat desa yang memiliki kapasitas untuk beradaptasi menghadapi bencana, dan pulih dalam waktu singkat dari akibat dan trauma bencana. Pada tahun awal pencangannya, 2012, dicanangkan di 40 desa di 20 provinsi dengan potensi ancaman tsunami. Tahun 2013 terbangun 56 Desa Tangguh Bencana di 28 provinsi, tahun 2014 ada 68 desa di 28 provinsi, dan kelak nanti seluruh desa akan menjadi Desa Tangguh Bencana.



Dengan personil yang tersedia pada saat ini saja, BNPB telah berusaha mempublikasi dan mensosialisasikan segala hal tentang pengetahuan kebencanaan kepada suluruh publik di Indonesia dengan memanfaatkan semua saluran komunikasi dan informasi yang tersedia, Tidak hanya berupa penerbitan buku, Spanduk, banner, leaflet, booklet, dan iklan-iklan layanan masyarakat di media cetak dan elektronik seperti kebanyakan model sosialisasi yang selama ini dilakukan oleh beberapa kementerian/lembaga, BNPB benar-benar memanfaatkan semua media yang memungkinkan untuk mensosialisasikan pengetahuan kebencanaan kepada publik. Mungkin hanya BNPB. lembaga yang membuat beberapa film layar lebar untuk konsumsi publik dengan ceritera berlatar belakang bagaimana masyarakat mengatasi bencana. BNPB juga menerbitkan banyak CD tentang berbagai bencana yang dapat diperoleh secara gratis, begitu pula buku-buku komik kebencanaan untuk konsumsi pelajar. Bahkan buku-buku bacaan popular tentang kebencanaan, program-program tayangan kebencanaan di layar Televisi dan program-program siaran radio. Praktis hampir tidak ada satupun sarana media yang tidak dipergunakan oleh BNPB untuk mensosialisasikan pengetahuan kebencanaan.

Di hari terakhir program tematik, 4 Maret 2016, rombongan menuju Kantor Graha BNPB, Jl. Pramuka Kav. 38, Jakarta Timur. Dr. Sutopo Purwo Nugroho, M.Si., APU, sebagai Kapusdatinmas PBNB mengantar kami melihat semacam diorama kebencanaan di sepanjang koridor dan ruangan-ruangan di lantai 1dan lantai 1 Di pusdatinmas ini kita memperoleh gambaran utuh tentang kebencanaan, seperti tsunami, tanah longsor, letusan gunung berapi, gempa vulkanik dan tektonik, banjir, kebakaran hutan gambut dll. Sehingga dengan melihat gambaran tersebut disertai beberapa penjelasan dari Pak Sutopo, para peserta mendapat gambaran utuh sebab-sebab terjadi sebuah bencana.


BNPB tidak main-main dengan kesungguhannya untuk memberikan pemahaman kebencanaan kepada seluruh masyarakat Indonesia dalam rangka mencapai visi utamanya, yaitu, “Ketangguhan Bangsa Menghadapi Bencana”. Kelak ketika masyarakat Indonesia telah memahami dan tanggap terhadap berbagai gejala dan sebab – sebab bencana, maka masyarakat telah siap menghadapi berbagai macam bencana yang mungkin akan terjadi di daerahnya. Dan ketika masa itu tiba, bencana bukan lagi sesuatu yang menakutkan, tetapi tetap menjadi perhatian dan keprihatinan bersama untuk saling bahu membahu mengatasinya.

Di Depan Tugu Penjaga Perdamaian, Sentul

Jakarta, Maret 2016

0 komentar:

Posting Komentar