Seusai memberikan materi pelatihan pada acara,
“In
House Training Aircraft Accident Investigation And Report Writing” yang
diadakan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) bekerjasama dengan
Universitas Nurtanio Bandung, di salah satu hotel di Surabaya, 19 – 22 Agustus
2014, pihak event organizer berkenan mengantar kami ke bandara Juanda untuk
segera kembali ke Jakarta. Dalam perjalanan kami melintasi jalan pemuda yang
bersih dan tidak begitu padat, di kiri jalan mataku tiba-tiba melihat sebuah
kapal besar di tengah kota.
“Itu
adalah Monument Kapal selam Pasopati,” kata Sang Sopir ketika aku
menanyakannya.
Mendengar
nama Pasopati minatku tiba-tiba menyerang keinginanku untuk melihatnya. “Kalau
kita mampir 30 menit apakah kita tidak ketinggalan pesawat ?” tanyaku pada
supir yang membawa kami.
“Kita
masih punya cukup waktu kalau bapak-bapak ingin mampir,” jawabnya.
Akhirnya
mobil kembali memutar dan memasuki area monument. Setelah membayar uang parkir
Rp. 5.000,- dan membayar ongkos masuk Rp. 8.000,- perorang, aku bersama dua
teman lainnya, Edy Sasongko Kepala Sub Komisi Kereta Api, KNKT dan Carmelia
Sukmawati mantan wartawan di Istana negara pada masa pemerintahan Soeharto
menaiki tangga dan masuk ke dalam Kapal Selam Pasopati.
Ingatanku
meluncur ke masa silam, masa ketika bangsa Indonesia harus terus berjuang
mempertahankan proklamasi kemerdekaan. Segenap kekuatan bersenjata dikerahkan
untuk mempertahankan agar tak sejengkal tanahpun dari negeri ini diganggu oleh
pihak-pihak lain. Salah satu kapal selam yang mengambil peran penting itu
adalah KRI Pasopati. KRI Pasopati dengan nomor lambung 410, termasuk jenis SS
Type Whiskey Class yang dibuat di Vladi Wostok, Rusia pada tahun 1952. Masuk ke
jajaran TNI-AL pada tanggal 29 Januari 1962 dengan tugas pokok menghancurkan
garis lintas musuh, mengadakan pengintaian dan melalukan silent raids.
Selama
pengabdiannya, KRI Pasopati banyak berperan aktif menegakkan kedaulatan Negara
dan hukum di laut yurusdiksi nasional dalam berbagai operasinya, antara lain
Operasi Trikora pada tahun 1962 KRI Pasopati berada di garis depan memberikan
tekanan psikologis terhadap lawan. Selain itu sejarah juga mencatat betapa KRI
Pasopati telah memberikan banyak peranan penting dalam berbagai operasi yang
dilaksanakannya. Seingatku KRI Pasopati dinonaktifkan dari jajaran TNI-AL pada
tanggal 25 Januari 1990 yang ditandai dengan penurunan ular-ular perang dalam
suatu upacara militer yang begitu khikmat dan penuh haru di ujung Surabaya.
Bagaimana
kapal selam yang heroik dan historis ini dengan panjang 76,6 meter, lebar 6,30
meter dengan berat kosong 1.050 ton ini bisa berada di tengah kota Surabaya dan
menjadi monument kebanggaan bangsa. Menurut keterangan pemandu wisatanya KRI
Pasopati dipotong-potong menjadi 16 blok di PT PAL Indonesia lalu dibawa ke
lokasi untuk dirakit ulang hingga menjadi Kapal Selam Pasopati yang kembali
utuh dan berdiri kokoh di tempatnya sekarang.
Adalah
mantan Gubernur Jawa Timur, Basofi Sudirman yang meletakkan batu pertama
pembangunan monument kapal selam Pasopati ini pada tanggal 1 Juli 1995. Butuh
waktu tiga tahun untuk membangun dan merakit kembali kapal selam ini, dan pada
tanggal 27 Juni 1998 Bapak Kasal Laksamana TNI Arief Kushariadi dengan penuh
rasa bangga meresmikannya dan kemudian dinyatakan terbuka untuk umum mulai
tanggal 15 Juli 1998. Ini berarti 16 tahun kemudian baru aku dapat
menyaksikannya.
Di
depan pintu masuk kapal selam Pasopati pertama-tama aku tunjukkan rasa hormat
dan banggaku kepada seluruh pejuang Republik Indonesia dan secara khusus kepada
para Komandan dan awak Kapal Selam Pasopati dengan sikap tegak memberikan
hormat, mengangkat tangan kananku dan meletakkan dengan rapih tepat di atas
alis kananku. Di Ruangan Pertama yang merupakan haluan terdapat empat peluncur
torpedo dan penyimpanan torpedo cadangan serta ruang istirahat ABK. Ruang
Kedua, adalah lounge room perwira, sekaligus ruang makan dan tempat bekerja
perwira. Ruang Ketiga, adalah ruang PIT (Pusat Informasi Tempur) dimana
terdapat radar pengintai sedangkan di bawahnya adalah gudang penyimpanan
makanan. Ruang Keempat adalah lounge room bintara/tamtama dan dapur. Ruang
Kelima adalah tempat motor diesel, pesawat bantu dan pengendaliannya. Ruang
Keenam adalah tempat motor listrik penggerak kapal, motor-motor bantuan dan
pengendaliannya. Ruang ketujuh merupakan ruang torpedo buritan. Di sini
terdapat dua peluncur torpedo yang berfungsi menyerang dan menghindar. Ketujuh
ruangan dalam Kapal Selam Pasopati ini dihubungkan dengan lorong lingkaran
sehingga untuk melintasinya kita harus membungkuk atau bertiarap.
Kalau
saja bukan karena desakan waktu untuk segera ke bandara Juanda, sebenarnya aku
ingin berlama-lama di dalam Kapal Selam Pasopati ini untuk merasakan bagaimana
suasana hati dan jiwa patriot perwira dan para awak yang berjumlah 63 orang di
dalam ruang sempit di tengah-tengah lautan. Rupanya tak ada kata sempit bagi
jiwa-jiwa yang lapang. Terimakasih dan doa untuk para perwira dan awak Kapal
Selam Pasopati.
Surabaya, 22 Agustus 2014
Zulkomar, Investigator KNKT
0 komentar:
Posting Komentar