SAMBUTAN ACARA REUNI

Sabtu, 24 September 2016


Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Selamat datang teman teman semua.

Terimakasih telah menyempatkan waktu di tengah kesibukan kita masing-masing untuk menghadiri acara reuni ini. Reuni ini mungkin masih sangat terbatas untuk angkatan kita saja. Itupun beberapa diantara teman-teman yang diundang masih banyak yang belum sempat hadir. Mungkin karena acara reuni kita kurang dipersiapkan secara matang dan waktunya juga mungkin belum tepat. Namun melihat kursi-kursi yang telah dipenuhi oleh teman-teman semua, saya yakin di tahun-tahun mendatang  kita dapat melaksanakan reuni yang lebih akbar dengan melibatkan beberapa angkatan.

Jujur saja, meskipun kita yang berkumpul di sini semua adalah teman-teman yang cukup akrab pada masa lalu, tetapi hari ini saya kok merasa asing di hadapan teman-teman, dan teman-teman mungkin juga asing dengan wajah saya yang sekarang sambil mengingat-ingat…..”siapa ya ???” Banyak hal yang berubah atau ingatan kita tentang seorang teman memudar berganti dengan teman-teman lain yang hadir berikutnya.

Mengapa kita harus reuni (berkumpul kembali) ? Itu karena kita pernah berkumpul bersama, dan kita ingin kesan itu kembali hadir di kekinian. Menarik masa lalu ke dalam masa kini, dan itu semakin menyadarkan betapa banyak hal yang berubah pada diri kita masing-masing. Butuh sedikit waktu untuk mengembalikan ingatan masa lalu, dan karena itu kita perlu membaur dan saling membantu mengingatkan hal-hal kecil yang dapat membuka ingatan tentang banyak hal.

Tujuan hakiki dari reuni ini tak lain daripada untuk berkenalan kembali dengan orang-orang yang pernah menjadi teman dan rindu untuk kembali berteman. Dalam reuni ini kita akan saling mengenal kembali, 

Siapa kini berada dimana ?
Siapa kini menjadi apa ?
Siapa kini bersama siapa ?

Untuk memberi jawab atas tiga pertanyaan besar tersebut, maka dengan sangat hormat kami meminta kepada teman-teman semua untuk berdiri secara bergantian di panggung reuni ini, mengambil alih migrofone dan menceriterakan semua hal tentang dirinya. Agar aku juga punya kesempatan banyak lebur bersama teman-teman, maka sambutan singkat ini harus aku akhiri untuk memberi kesempatan kepada teman-teman yang lain.

Tetapi sebelumnya mari kita beri kesempatan kepada guru-guru kita, yang walaupun tampak mulai sepuh namun semangat dan dedikasinya kepada dunia pendidikan tidak pernah luntur oleh waktu. Bapak dan ibu guru kita yang terhormat mungkin akan menceriterakan kenakalan-kenakalan kecil dan konyol yang mungkin sudah kita lupakan. Dengan mengingat kembali kenakalan-kenakalan tersebut, itu berarti kita masih diberi kesempatan untuk segera meminta maaf kepada bapak dan ibu guru yang telah menjadikan kita seperti saat ini.

Dengan hormat kami persilahkan Ibu Happy guru BP (Bimbingan dan Penyuluhan) yang kini oleh cucu-cucunya dipanggil sebagai Eyang Happy.

Salam Reuni
Wassalamu Alaikum Wr. Wb.


BOLONG MANYALLA, SOUVENIR PERNIKAHAN

Kamis, 22 September 2016

Sebulan sebelum pernikahan putra pertamaku, aku mendengar istri, anak dan calon menantuku tengah berdiskusi hangat tentang souvenir pernikahan. Mereka saling mengemukakan pendapat dan usulan tentang benda apa yang baik, berguna dan berkesan yang akan diberikan kepada tamu-tamu yang akan datang pada resepsi pernikahan yang jatuh pada tanggal 4 September 2016, nanti. Titik tekan pertimbangan mereka masing-masing bahwa benda tersebut cukup baik dan berguna, serta harganya murah tetapi tidak terkesan murahan.

Dalam bahasa Inggris souvenir berarti bingkisan, kenang-kenangan, tanda mata, cendera mata atau semacam oleh-oleh. Jadi souvenir dapat dikatakan sebagai benda atau barang yang diterima atau diberikan oleh seseorang kepada orang lain dengan tujuan sebagai simbol untuk mengingat sebuah kejadian yang begitu penting pada waktu tertentu. Harapannya saat melihat benda tersebut orang yang diberi souvenir akan teringat kembali pada sebuah moment tertentu. “Ooh…benda ini saya terima saat pernikahan Muhammad Alfisyahrin dengan Rina Cahyani, pada tanggal 4 september 2016,” begitu aku menjelaskan.

Dengan demikian sipemberi souvenir tentu berharap souvenir yang ia berikan cukup menarik, dibutuhkan dan akan tersimpan lama oleh sipenerima. Tradisi pemberian souvenir pernikahan sudah berlangsung sangat lama, bukan hanya di Indonesia tetapi hampir di seluruh dunia. Tradisi ini bermula sebagai ungkapan terimakasih bangsawan bangsawan kaya Eropa kepada para tamu yang telah datang ke acara pernikahan keluarganya. Seiring dengan perkembangan zaman, benda-benda yang dijadikan souvenir pernikahan juga berkembang dan lebih variatif mengikuti selera pengantin. Seolah-olah ingin menunjukkan kepada para tamu inilah kelas selera dan cita rasa pengantin.

Souvenir pernikahan sesungguhnya memang hanya benda kecil yang harganya tak seberapa. Tetapi resepsi pernikahan tanpa adanya souvenir seperti sebuah perhelatan panggung tanpa tata cahaya, serasa ada yang kurang dan tidak sempurna. Coba perhatikan di meja penerimaan tamu, begitu antusias dan senangnya para undangan menerima souvenir. Mereka mengamatinya sejenak dan menyimpannya di saku. Mereka amat suka benda-benda kecil itu, dan dengan perasaan gembira membawa pulang ke rumah dan memberikan kepada anak-anak mereka. Kadang-kadang souvenir itu juga diperlakukan sebagai alat bukti bahwa seseorang telah hadir di suatu pesta pernikahan, dan bukan ke tempat lain.

Nach, sekarang coba ingat-ingat kembali. Berapa kali anda telah menghadiri pesta pernikahan ? Berapa banyak souvenir dengan berbagai bentuk dan modelnya yang telah anda terima ? Kemana dan menjadi apa souvenir-souvenir itu kemudian ? Jujur saja souvenir berupa benda-benda kecil itu hanya terkesan sesaat dan tergeletak begitu saja di rumah untuk kemudian menghilang. Atau hanya sekedar kegembiraan telah memberikan oleh oleh pernikahan kepada anak-anak. Tidak ada satupun souvenir pernikahan yang tersimpan awet. Kalaupun ada yang tersimpan, percayalah itu tidak lama.

Berdasarkan pertimbangan dan pengalaman tersebut, maka dalam pernikahan anak pertama ini saya memberikan souvenir sebuah buku ceritera legenda berjudul, “Bolong Manyalla”, karya saya sendiri. Naskah ini adalah juara II Sayembara Penulisan Naskah Ceritera Video/Film, Kategori Legenda tahun 1991. Namun baru pada tahun 2015 akhir Indie Publishing menerbitkannya sebanyak 1000 (seribu) exp. Buku “Bolong Manyalla” ini sedianya akan dimasukkan ke Gramedia untuk dipasarkan. Tetapi karena ketentuan di Gramedia hanya bisa memasarkan buku dalam jumlah minimal 2000 exp. Maka peredaran buku tersebut tertahan dan hanya dipasarkan secara on line.

                                      inilah Buku, "BOLONG MANYALLA"

Jakarta, 22 Sept 2016
 


KENALI TAKSI DI BANDARA SAM RATULANGI

Minggu, 18 September 2016

Dalam kesempatan dinas mengunjungi ibukota Provinsi Sulawesi Utara, Manado, aku sudah disuguhi pengalaman yang seperti wajib untuk dibagikan kepada semua orang, terutama kepada mereka yang akan berkunjung ke kota Manado yang terkenal dengan ikon 3B (Bunaken, bubur Manado, dan Bibir Manado), beberapa orang menambahkan menjadi 5B dengan tambahan Boulevard dan Bandaranya. Mengapa bandara ?

Jika anda tiba di bandara Sam Ratulangi, Manado, pastikan ada sanak keluarga, handai taulan ataupun teman yang menjemputmu. Kalau tidak, anda tidak punya pilihan lain selain berhadapan dengan taksi-taksi di bandara (tidak etis menyebut nama-nama perusahaan taksinya) yang akan mengenakan tarif di luar perkiraanmu.

Para supir taxi dengan ramah menawarkan taksinya. Jika anda tidak menolak, mereka langsung mengangkat dan memasukkan barang-barangmu ke dalam bagasi. Berjalan 10 meter, barulah kita sadar bahwa argometer tidak berjalan dan mulailah tawar menawar. Mereka umumnya menawarkan harga Rp85.000 hingga 120.000 dari bandara masuk ke kota Manado. Anda sudah terjebak ke dalam perangkapnya. Kalaupun anda ngotot meminta menjalankan argometernya dengan mengancam akan turun dari taxinya, barulah ia bersedia menjalankan argokudanya dan hasil akhirnya sama juga. Sopir-sopir itu juga terkenal dengan julukan argomulut, begitu kita naik taksi kita rasakan mulutnya beraroma minuman keras. Tarif taksi sebenarnya dari bandara ke dalam kota hanya berkisar Rp.40 ribu s.d. Rp.50 ribu.

Apakah tidak ada taxi lain ? Ada Blue Bird taksi, tapi otoritas bandara menerapkan kebijakan diskriminatif, melarang armada taksi lain beroperasi dalam areal bandara. Walikota Manado sudah berjanji akan memanggil PT Angkasa Pura agar mengizinkan taksi lain ikut beroperasi di wilayah publik, bandara. Tapi nyatanya Blue bird belum diizinkan mengambil penumpang di bandara. Bisa jadi otoritas bandara telah mengizinkan tetapi para supir taksi bandara melarangnya, dan otoritas tidak mau tahu apa yang terjadi.

Menurut ceritera salah seorang sopir taksi Blue bird, mereka seringkali dilempari jika mengambil penumpang di bandara, padahal mereka ke bandara karena ditelepon oleh pelanggan. Sebenarnya yang kasihan adalah masyarakat yang membutuhkan taksi yang sesuai tarif. Untuk tetap pelayani permintaan pelanggan/penumpang, manajemen Blue Bird mengirimkan mobil silver flat hitam ke bandara untuk menjemput pelanggan dengan tarif yang sama dengan Blue bird flat kuning.

Kepada anda yang akan berkunjung ke Manado tetapi tidak punya sanak saudara atau teman untuk menjemput. Saya sarankan jika barang bawaan anda tidak banyak, lebih baik jalan kaki sedikit ke luar gerbang bandara dan menunggu taksi Blue Bird di sana. Atau pergunakan jasa Ojek motor yang ongkos masuk ke dalam kota Manado berkisar Rp. 25.000,- s.d. Rp. 30.000. kalau barang bawaan anda cukup banyak dan tidak muat untuk satu ojek motor, saya sarankan anda menelepon taksi Blue Bird ke nomor 0431-861234, setelah itu bersabarlah menunggu sekitar 10 sampai 15 menit. Sementara menunggu anda bisa minum kopi dan makan-makan ringan yang harganya relative murah untuk ukuran harga makanan di bandara.

Mohon maaf, catatan pengalaman ini terjadi 7 tahun yang lalu. Berharap semua hal telah berubah.


TRAGEDI BINTARO II, MASALAH PERLINTASAN SEBIDANG

Jumat, 16 September 2016


Suatu pagi, kereta rel listrik (KRL) 1131 yang terdiri dari delapan rangkaian kereta membawa penumpang umum berangkat dari stasiun Serpong ke stasiun Tanah Abang, Jakarta. Kereta dijadwalkan singgah untuk mengambil dan menurunkan penumpang di stasiun Sudirman, Jurangmangu, Pondok Ranji, Kebayoran, sebelum akhirnya tiba di stasiun Tanah Abang. 

Hari itu, Senin, 9 Desember 2013, cuaca sedikit mendung tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda akan hujan. KRL 1131 bagaikan seekor ular besi panjang melaju di atas dua rel besi yang tertidur sejajar di atas bantalannya. Setiap kali KRL melintas di atas rel pasti menimbulkan bunyi gesekan yang berirama karena harus memikul beban seberat 252, 2 ton. Ketika akan memasuki daerah perlintasan sebidang (di mana jalan kereta api dan jalan raya bersilangan), KRL akan mengabarkan kehadirannya dengan bunyi genta. Selanjutnya, PJL (penjaga jalan perlintasan) akan membunyikan sirene dan menurunkan palang pintu perlintasan agar kendaraan lain berhenti dan memberi kesempatan pada KRL untuk melintasi jalan yang memang diperuntukkan baginya.

Ketika KRL 1131 melintas sekitar pukul 11.15 WIB, pada saat yang bersamaan mobil tanki dengan nomor polisi B-9265-SEH berisi 24.000 liter premium dari arah Tanah Kusir menuju arah Ceger melintas di perlintasan sebidang nomor 57A Pondok Betung, Jakarta Selatan. Pada waktu itu palang pintu perlintasan belum sepenuhnya diturunkan. Meski begitu, mobil tanki terlanjur masuk ke area perlintasan sebidang dan tidak dapat lagi untuk memundurkan kendaraannya. Dalam situasi seperti itu, ternyata mobil tanki mendadak tidak menambah lajunya untuk keluar dari lintasan sebidang. Ketika KRL 1131 datang dan masinis melihat masih ada mobil tanki di perlintasan, jarak sudah  sangat dekat sehingga membuat kereta tak dapat lagi dihentikan. Apa mau dikata,  KRL 1131 akhirnya menabrak mobil tanki!! Tabrakan itu tak ayal menimbulkan ledakan dan kobaran api pada seluruh bagian mobil tanki dan bagian depan KRL. Di samping itu juga menimbulkan kerusakan pada beberapa bangunan dalam radius sekitar 15 meter.

Dalam tragedi Bintaro II ini, tujuh orang meninggal dunia, lima orang luka berat dan 81 orang luka ringan. Dikatakan sebagai Tragedi Bintaro II, karena tragedi serupa pernah terjadi pada 19 Oktober 1987. Pada hari yang sama yaitu hari Senin, di daerah yang sama yaitu Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan.

Pada tragedi Bintaro I, sebuah kereta api ekonomi jurusan Tanah Abang - Merak yang berangkat dari Stasiun Kebayoran bertabrakan dengan kereta api ekonomi cepat jurusan Rangkas Bitung- Jakarta Kota yang berangkat dari Stasiun Sudirman. Peristiwa itu tercatat sebagai salah satu kecelakaan paling buruk dalam sejarah transportasi di Indonesia. Tragedi Bintaro I menyebabkan dua buah kereta api hancur, menewaskan 156 orang penumpang, dan sebanyak lebih dari 300 orang mengalami luka-luka.

Walaupun dalam tragedi Bintaro II, korban lebih sedikit dibandingkan tragedi Bintaro tahun 1987, investigasi terhadap tragedi Bintaro II ini terbilang jauh lebih alot. Pasalnya, tabrakan kali ini melibatkan dua moda transportasi, yaitu Kereta Commuter Line atau kereta listrik (KRL) milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan mobil tanki bermuatan premium milik PT Pertamina Patra Niaga. Masing-masing pihak tentu memiliki kepentingan atas hasil investigasi yang dilakukan oleh Komite nasional Keselamatan transportasi (KNKT).
Tantangan awal dihadapi para investigator ketika harus berhadapan dengan saksi kunci. Mengingat, pada saat yang bersamaan pihak kepolisian juga melakukan penyelidikan dan investigasi terhadap saksi yang terlibat langsung dalam peristiwa kecelakaan tersebut. Para investigator KNKT berusaha meyakinkan saksi kunci (terutama yang telah menjalani pemeriksaan polisi) bahwa investigasi yang dilakukan KNKT adalah bukan untuk mencari siapa yang salah (no blame), bukan untuk tujuan mengadili (no judicial), dan bukan pula untuk meminta pertanggungjawaban pihak manapun (no liability). Keterangan para saksi justru akan berperan penting dalam mengungkap sebab musabab terjadinya sebuah kecelakaan agar kecelakaan serupa dengan penyebab yang sama tidak terulang lagi.

Untuk mendapatkan keterangan secara lengkap dari saksi kunci yang masih terbaring di rumah sakit, para investigator KNKT tidak memaksakan diri. Investigator berusaha menunjukkan rasa simpatinya agar saksi merasa lebih nyaman sehingga memudahkan investigator untuk melakukan wawancara pada hari-hari berikutnya, ketika kondisi saksi sudah membaik dan dapat memberikan keterangan.

Tantangan lain yang dihadapi KNKT dalam menganalisis data dan fakta adalah keterangan saksi yang berbeda-beda tentang berbunyi atau tidaknya sirene peringatan kedatangan kereta api. Investigator telah mewawancarai 15 orang saksi yang terdiri sembilan orang saksi dari petugas PT KAI, dua  orang saksi dari penumpang KRL 1131, dan empat orang saksi umum. KNKT berusaha mengakomodir semua keterangan saksi, menganalisis semua keterangan yang berbeda-beda lalu menghubungkan dengan penemuan-penemuan data dan fakta di lapangan.

KNKT sedikit tertolong karena ada warga masyarakat yang menyerahkan video amatir yang menggambarkan bagaimana suasana sesaat setelah kejadian dan pada saat evakuasi penumpang KRL 1131. Video amatir inilah yang mengungkapkan fakta tentang posisi pintu perlintasan dan bunyi sirene peringatan di perlintasan sebidang 57A Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan.

Tujuan utama investigasi KNKT adalah untuk mengungkapkan sebab-sebab terjadinya sebuah kecelakaan dan merekomendasikan hal-hal yang perlu segera diperbaiki dan dibenahi agar semakin menjamin keselamatan bertransportasi di Indonesia. Itulah yang dikerjakan oleh KNKT. 

Setelah merumuskan data dan fakta sebagai temuan-temuan, satu kesimpulan umum dapat ditarik bahwa pangkal masalahnya ada pada area lintasan sebidang, yaitu kawasan perpotongan antara rel kereta api dan jalan raya. Seperti diketahui, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian pada pasal 91, ayat (1) berbunyi,“Perpotongan  antara jalur kereta api dan jalan dibuat tidak sebidang.  Berdasarkan undang-undang itu nyatalah bahwa keberadaan lintasan sebidang adalah sebuah masalah karena tidak sesuai dengan perintah undang-undang perkeretaapian.

Pertanyaannya kemudian, mengapa perlintasan sebidang tetap diadakan? Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, di Jabotabek terdapat 309 perlintasan sebidang yang terdiri dari 158 lokasi dan dijaga oleh petugas PT KAI, 28 lokasi dijaga secara swadaya masyarakat, dan 123 lokasi lainnya tidak terjaga. Hal ini terjadi karena keterdesakan kebutuhan transportasi yang tidak diimbangi dengan kemampuan menata infrastruktur jalan yang berorientasi pada keselamatan (safety oriented).

Undang-undang Perkeretaapian memang memberi ruang untuk itu lewat pasal 91, ayat (2) yang berbunyi, “Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api dan lalu lintas jalan.” 

Pemerintah sesungguhnya sudah sangat peduli dengan aspek keselamatan transportasi khususnya di area lintasan sebidang. Oleh karena itu dikeluarkanlah SK.770/KA.401/ DRDJ/2005 tentang Pedoman Tehnis Perlintasan Sebidang antara Jalan dengan Jalur Kereta Api. yang mengatur apa saja yang mesti dilengkapi di perlintasan sebidang, rambu-rambu yang harus tersedia berikut tata cara pemasangannya, tanda-tanda peringatan baik berupa genta maupun sirene serta petugas yang mengawasi untuk memastikan tertaatinya segala rambu oleh pengguna jalan, pemasangan paling rintang, hingga kontour jalan dalam posisinya dengan permukaan rel kereta api. Namun demikian, kenyataannya belum semua ketentuan-ketentuan tersebut dilaksanakan oleh operator dan rambu rambu yang terpasang belum sepenuhnya ditaati oleh pengguna jalan.

Untuk menjamin tidak akan ada lagi tragedi Bintaro jilid sekian atau tragedi kecelakaan serupa di tempat lain, khususnya di area perlintasan sebidang, maka dalam final report  investigasi yang dirilis KNKT, dikeluarkan rekomendasi kepada:

1.    Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan agar memper-hatikan ketentuan perlintasan sebidang sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Peraturan Menteri No. 36 Tahun 2011, dan Surat Keputusan Dirjen No. SK.770/KA.401/DRDJ/2005, serta memberikan prioritas pengujian kelayakan pintu perlintasan di lintasan sebidang terutama di daerah yang padat lalu lintas.

2.    Direktoral Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan agar memperhatikan kompleksitas kondisi lalu lintas pada area rawan kecelakaan dengan membangun sistem manajemen keselamatan.

3.    Dinas Petrhubungan Provinsi DKI Jakarta memperbaiki rambu-rambu di areal perlintasan sebidang dan memperhatikan frekuensi perlintasan kereta yang ke depan akan semakin padat.

4.    PT Pertamina Patra Niaga agar mengkaji ulang sistem perekrutan pengemudi dan pendidikan disiplin dalam berlalu lintas.

5.    PT. Kereta Api Indonesia agar memperhatikan isi Undang-undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian khususnya semua hal yang dipersyaratkan dalam perlintasan sebidang, merapihkan instalasi kabel pada panel gardu penjaga, menertibkan bangunan liar yang berada di sekitar area lintasan sebidang.

Jika ditelisik, tragedi Bintaro II ini menegaskan kepada masyarakat bahwa persoalan besarnya adalah ada pada perlintasan sebidang rel kereta api dan jalan raya. Ini memang merupakan sebuah pekerjaan besar yang mungkin akan memakan waktu yang lama untuk digarap, tetapi harus segera dimulai, yaitu menghilangkan persimpangan sebidang dan menggantinya dengan jalan bawah (underpass) atau jalan atas (jembatan laying/fly over). Masalahnya sampai kini berdasarkan data Kementerian Perhubungan, masih terdapat 509 perlintasan sebidang di Jabodetabek. Sebanyak 309 di antaranya merupakan perlintasan sebidang resmi yang sebagian besar dijaga oleh petugas PT KAI dan lainnya dijaga secara swadaya oleh masyarakat setempat. Ironisnya, masih terdapat sekitar 200 perlintasan sebidang yang tidak resmi dan bahkan tanpa ada penjagaan sama sekali.

Apapun masalahnya, sebesar apapun kendalanya, keselamatan transportasi nasional terutama keselamatan penumpang dan pengguna jalan harus menjadi prioritas pemikiran semua pihak. Untuk itu, langkah yang harus segera diselesaikan adalah membenahi perlintasan sebidang.

(Dikutip dari buku, "PESAN KESELAMATAN DARI KECELAKAAN" Hal. 39"