Di
suatu kesempatan, Kamis, 11 Februari 2016 saya berkesempatan membawa rombongan
wartawan media cetak, radio dan televisi, media online dan pejabat humas
pemerintah untuk meninjau langsung PT Dirgantara Indonesia (persero) di Jl.
Pajajaran No. 154 Pasteur, Bandung. PT. Dirgantara Indonesia (PTDI) adalah
industry pesawat terbang yang pertama dan satu-satunya di Indonesia dan di
wilayah Asia Tenggara. Perusahaan industri pesawat terbang ini dimiliki oleh
Pemerintah Indonesia. Didirikan pada tanggal 26 April 1976 dengan nama PT
Industri Pesawat Terbang Nurtanio, dimana BJ. Habibie langsung pemimpin
perusahaan ini sebagai Presiden Direktur.
Mengapa dinamakan Nurtanio ? Ini
untuk mengingatkan bagaimana awalnya bangsa Indonesia membangun mimpi memiliki
industri pesawat terbang sendiri. Sebagai negara kepulauan, Indonesia menyadari
perlunya sarana transportasi laut, darat dan udara untuk memperlancar roda
pembangunan di segala bidang maupun sebagai bagian dari strategi pertahanan
keamanan. Akhirnya pada tahun 1946 didirikanlah Biro Perencanaan dan konstruksi
oleh TNI AU yang dipelopori oleh Wiweko Supono, Sumarsono, dan Nurtanio Pringgoadisuryo. Ketiga orang
ini berhasil membuat mesin-mesin modifikasi. Kemudian pada tahun 1953 kegiatan
tersebut dilembagakan menjadi Seksi Percobaan dibawah pengawasan Komando Depot
Perawatan Teknik Udara, yang dipimpin oleh Mayor
Udara Nurtanio Pringgoadisuryo.
Pada tanggal 1 Agustus 1954 Nurtanio berhasil
menerbangkan prototepype “Si Kumbang”. Sebagai bentuk penghargaan kepada
desainer dan pekerjanya, pesawat “Si Kumbang” kini dijadikan monumen di depan gedung utama PT. Dirgantara
Indonesia. Bangsa Indonesia terus merangkak, dan pada tahun 1958 berhasil
menerbangkan prototype pesawat latih dasar dengan nama “Si Belalang 89”, dan
pesawat olah raga “Si Kunang 25”. Untuk tidak kehilangan jejak sejarahnya, Pesawat
ini sekarang di simpan di Museum TNI AU di Jakarta. Saat itu usaha membuat pesawat
helikopter telah dilakukan dengan membuat prototypenya yang diberi nama “Si
Keping”, “Si Manyang”, dan “Kolentang”.
Sebagai bentuk kesungguhan bangsa
Indonesia mempersiapkan industri penerbangan yang nantinya diharapkan mampu
memberikan bantuan logistik kepada dunia penerbangan Indonesia sekaligus
mengurangi ketergantungan kepada industri pesawat terbang asing, serta dalam
rangka mempersiapkan personil yang terampil, maka didirikanlah Lembaga
Persiapan Industri Penerbangan (LAPIP) pada tanggal 16 Desember 1961. Namun lima
tahun kemudian duka menyelimuti bangsa Indonesia, pada tanggal 21 Maret 1966 Marsekal Pertama Nurtanio gugur dalam
kecelakaan pesawat terbang. Sebagai tanda penghormatan atas jasa beliau
merintis industri penerbangan Indonesia, maka LAPIP diubah namanya menjadi
Lembaga Industri Pesawat Terbang Nurtanio (LIPNUR).
Pada tanggal 26 April 1976 LIPNUR
berganti nama menjadi PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN). Inilah
moment yang mengibarkan bendera Indonesia bukan hanya sebagai produsen pesawat
terbang untuk kebutuhan bangsanya sendiri, tetapi telah mampu menjadi produsen berbagai
jenis pesawat bagi negara-negara lain. Perkembangan itu dapat dilihat dari
pembangunan fasilitas industry penerbangan di atas tanah seluas 2 hektar,
meliputi kantor Direktorat Teknologi, kantor yang bertingkat dan hanggar-hanggar
sesuai kebutuhan produksi. Pada masa-masa itulah IPTN membangun kerjasama
produksi pesawat terbang dengan negara-negara industri seperti Amerika Serikat,
Prancis, Spanyol. Pada masa itu pula IPTN banyak menerima pesanan-pesanan
pesawat dari negara-negara Asia.
Pada 1 Juni 1982, IPTN dan Boeing
Company USA menandatangani persetujuan kerjasama mendirikan industri pesawat terbang yang
lengkap dan diakui dunia internasional, dan mendapatkan sertifikat dari FAA
dengan meletakkan IPTN sebagai salah satu kontraktor Boeing. Luar biasanya,
pada 11 Nopember 1982, IPTN mendapatkan izin memproduksi sekurang-kurangnya 100
helikopter NBELL-412. IPTN mendapatkan sertifikat dari perusahaan Mc. Donnel
Douglas, USA dimana IPTN ditunjuk sebagai supplier yang memenuhi syarat di
bidang quality Assyrance. Pada 11
Oktober 1985 Industri Pesawat Terbang Nurtanio berganti nama menjadi Industri
Pesawat Terbang Nusantara, singkatannya tetap IPTN. Masa-masa itulah Indonesia
dikenal sebagai Macan Asia dalam industri pesawat terbang.
Pada tahun 1997 terjadilah krisis financial
Asia yang mempengaruhi mata uang, bursa saham dan harga aset lainnya di Asia,
rupiahpun anjlok di mata dollar. Dalam proses pemulihan ekonomi bersama IMF
(international Monetory Fund) mengharuskan ndonesia menerima sejumlah
kesepakatan. Salah satunya adalah tidak boleh lagi berdagang pesawat. Padahal
saat itu IPTN baru saja menerima pesanan 120 pesawat dan merekrut ribuan
karyawan serta mendatangkan mesin-mesdin pembuat komponen. Indonesdia
benar-benar jatuh dan terpuruk dan IPTN mengalami kerugian besar.
Tidak ingin berlama-lama dalam
keterpurukan, Indonesia berusaha menghidupkan kembali spirit “Nurtanio 2000”.
Dengan spirit tersebut IPTN direstrukturisasi dan berganti nama menjadi PT
Dirgantara Indonesia dimana pada tanggal 24 Agustus 2000 Presiden ke-IV RI
Almarhum KH. Abdurrahman Wahid berkenan meresmikannya. Langkah awal dan teramat
pahit yang mesti dilakukan adalah meng-PHK Sembilan ribu lebih karyawan.
Praktis pada saat itu PT Dirgantara Indonesia hanya menyisakan tiga ribu
pekerja baik di bagian produksi maupun manajemen.
Mulai tahun 2007 PT Dirgantara
Indonesia mulai bangkit kembali dan berusaha berdiri tegak dengan melakukan
berbagai kerjasama startegis dan produksi, antara lain dengan British
Aerospace, Airbus Military (Spanyol), pembuatan ekor helicopter Super Puma
bersama pihak Eurocopter, dll. PT. Dirgantara Indonesia juga telah melayani
order dari Timur Tengah dan berbagai pesanan dari negara-negara Asia. Untuk
membangun kepercayaan negara – negara lain akan kehandalan produksi PT.
Dirgantara Indonesia, maka langkah strategis yang ditempuh adalah mendorong
agar pemerintah Indonesia sendiri mempergunakan pesawat yang diproduksi oleh
bangsanya sendiri, sehingga negera-negara pemesan percaya akan produk PT
Dirgantara Indonesia.
Hingga saat ini praktis PT
Dirgantara Indonesia telah menyerahkan lebih dari 400 pesawat kepada 49
operator sipil dan militer, di dalam dan luar negeri. PT Dirgantara Indonesia
telah memproduksi berbagai jenis pesawat untuk penumpang sipil, kargo, pembuat
hujan, transportasi militer, patrol maritime, survey dan pengawas pantai. PTDI
juga telah menghasilkan berbagai pesawat terbang dengan skema produksi bersama
dengan para mitra kerja strategis internasional. PT Dirgantara Indonesia kini
telah mampu kembali berdiri tegak di hadapan negara-negara industry yang telah
terlebih dajulu maju, dan Indonesia sebagai Macam Asia siap kembali mengaum.
PT Dirgantara Indonesia telah
menyatakan kesiapannya untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan
target di bidang pertahanan dengan modernisasi alau utama sistim pertahanan
(alusista). PT DI sebagai produsen alut sista berupaya keras membuktikan komitmennya
untuk memenuhi pesanan kebutuhan TNI sesuai jadwal yang direncanakan. Untuk
memenuhi kebutuhan TNI akan pesawat transportasi medium, PT DI sudah
menyerahkan 9 unit pesawat CN 295. Pesawat andalan PT DI selama belasan tahun
belakangan ini, yakni CN 235 juga akan semakin memperkuat alut sista dalam
negeri. PT DI telah mengirimkan sebanyak 12 unit CN 235 untuk TNI AL dan TNI
AU. Sementara itu untuk pesawat NC 212, PT DI telah menyerahkan 32 unit pesawat
jenis tersebut kepada TNI. PT DI pun telah menyerahkan sejumlah helicopter, 31
unit BELL 412 EP untyuk TNI, 14 unit BELL 412 SP kepada TNI, dan 36 unit NBO
105. Belum lagi pesawat dan helicopter yang diserahkan kepada Kementerian
Pertahanan yang kesemuanya dijamin kelaikaan terbangnya.
Bersama Kolonel Sus Dwi Budi Haryanto , dan Kolonel Sugeng Hartono Jakarta========= 17/2/2016 |
0 komentar:
Posting Komentar