"Saya yakin dan percaya pelaku usaha
dalam negeri tidak akan pernah mengkhianati konsumen bangsanya sendiri."
Di tengah terik
panas kota Jakarta, seorang ibu masuk ke sebuah mini market membeli minuman
dalam kemasan botol plastik, lalu keluar menunggu angkutan kota melintas. Rasa
haus dan kerongkongan yang kering sungguh menyiksanya. Ia membuka tutup botol
plastik dan minum langsung dari botolnya. Tetapi kemudian ia memuntahkan karena
merasa aroma dan rasanya tidak seperti biasanya. Setelah memeriksa label
kemasan ternyata minuman tersebut telah melewati masa kadaluarsanya. Ia masuk
kembali dan memarahi penjaga toko. Penjaga tokopun baru tahu kalau diantara
barang dagangannya ada yang kadaluarsa. Penjual hanya bisa meminta maaf dan
menggantinya dengan minuman yang lain.
Kasus-kasus seperti ini banyak
dialami oleh konsumen, belum lagi kasus makanan, minuman dan obat-obatan yang
tidak memenuhi standar kesehatan. Konsumen yang dirugikan hanya bisa mengeluh
dan tidak tahu akan mengadu kemana. Bagaimana masyarakat Indonesia dapat
didorong untuk mencintai produk bangsanya sendiri, jika pelaku usaha tidak
berlaku jujur dan bertanggungjawab dengan produknya. Bagaimana produk Indonesia
akan memperluas jangkauan pasarnya di era pasar bebas Asean, jika penduduk
bangsanya sendiri tidak percaya dengan produk dalam negeri.
Pasar
bebas Asean sudah di hadapan kita, iklim kompetisi sudah terbuka lebar. Akankah
bangsa kita hanya terus menjadi konsumen bagi pasar Asean ? Ataukah kita akan
memerankan diri sebagai produsen bagi pasar Asean ? Kuncinya ada pada pelaku
usaha dalam negeri yang kompetitif, jujur dan bertanggungjawab akan produknya,
serta konsumen yang selektif, kritis dan cerdas memilih dan memilah
kebutuhan-kebutuhannya. Pembinaan dan penyadaran pada keduanya ada pada
kebijakan pemerintah, dalam hal ini peran Badan POM (Pengawasan Obat dan
Makanan) yang diharapkan semakin kuat dan berdaya dengan jejaring pengawasnya
di daerah-daerah.
Seperti
kita ketahui bahwa sistem pengawasan obat dan makanan yang diselenggarakan oleh
Badan POM mencakup pengawasan pre-market dan post-market. Pada tahap pre-market
Badan POM melakukan standarisasi produk berbentuk regulasi yang akan menjadi
acuan bagi dunia usaha dalam memproduksi obat dan makanan. Standarisasi ini
harus terpusat untuk menghindari adanya standar-standar produk lain yang tidak
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pada tahap pre-market ini pula
Badan POM melakukan penilaian atau evaluasi terhadap produk yang telah jadi
untuk memastikan bahwa obat dan makanan yang diproduksi sudah sesuai dengan standard
dan berhak memperoleh izin edar. Penilaian terhadap hasil produksi dapat juga
dilakukan oleh Balai POM di provinsi untuk memperpendek jalur birokrasi
perizinan, kecuali jika produk obat dan makanan masih potensial terjadi
penyimpangan dari standar produk yang ditetapkan.
Disamping
melakukan pengawasan obat dan makanan dalam proses pre-market, BPOM juga
melakukan pengawasan post-market. Pengawasan terhadap barang yang beredar tetap
perlu dilakukan untuk menjamin konsistensi mutu dan keamanan produk dengan
melakukan sampling, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi obat dan
makanan, pengawasan label, pengujian laboratorium, hingga penindakan jika
ditemukan penyimpangan dari standar yang ditetapkan, dan atau ditemukan adanya
tambahan bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Pengawasan
post-market ini sangat penting karena berhubungan langsung dengan resiko resiko
yang mungkin terjadi pada konsumen. Masalahnya wilayah peredaran obat dan
makanan begitu luas, sementara sumber daya yang mengawasinya sangat terbatas.
Apalagi kaki tangan Badan POM hanya sampai di wilayah provinsi. Oleh karena itu
pengawasan post-market perlu dimaksimalkan dengan perkuatan Badan POM hingga ke
wilayah kabupaten/kota.
Mengapa
perpanjangan tangan Badan POM perlu sampai ke kabupaten/kota ? Pertama, Balai
POM di provinsi tidak memiliki sumber daya manusia dan sumber dana untuk
menjangkau pengawasan peredaran obat dan makanan di kabupaten/kota yang cukup
banyak. Kedua, obat tradisional semacam jamu dan lain-lain banyak di produksi
di kabupaten/kota. Begitupun juga penganan dan jajanan kemasan sebagai
oleh-oleh khas daerah, banyak di produksi di kabupaten/kota yang kesemuanya
luput dari pengawasan Pre-market maupun post-market. Kebijakan perpanjangan
tangan Badan POM memang harus lahir dari regulasi pemerintah untuk menunjukkan
bahwa pelaku usaha dan pemerintah sungguh-sungguh siap menghadapi pasar bebas
Asean.
Pasar
bebas Asean sudah di hadapan kita, iklim kompetisi sudah terbuka lebar. Langkah
yang harus segera dibangun oleh pelaku usaha/produsen adalah membangun
kepercayaan publik bahwa produksi yang dihasilkan sungguh dapat dipercaya
memiliki mutu yang sesuai standar. Untuk itu pelaku usaha harus memberi
informasi yang sejelas-jelasnya tentang produk usahanya, dari nama produk,
komposisi kandungan produk, nama perusahaan yang memproduksi, manfaat produk,
cara pemakaian/mengkonsumsi produk, label batas kadalurasa, label izin produksi
dan edar dari Kementerian Kesehatan dan atau Badan POM, dan yang tidak kalah
penting adalah mencantumkan alamat atau nomor kontak untuk pengaduan. Pelaku
usaha tak perlu merasa risau dengan kemungkinan aduan-aduan konsumen, karena
pada setiap aduan tentu akan lahir perbaikan-perbaikan dan peningkatan mutu
produk. Justru dengan mencantumkan kontak pengaduan pada kemasan produk,
kepercayaan konsumen akan tumbuh dan merasa aman mengkonsumsi produk yang
ditawarkan.
Badan
POM sebagai regulator dan pengawas lalu lintas produk makanan dan obat-obatan
di Indonesia harus benar-benar jeli melihat dan secara rutin mengevaluasi
peredaran produk di lapangan baik produk domestik maupun impor. Badan POM
hendaknya pandai pandai memanfaatkan mata konsumen sebagai bagian dari mata
rantai pengawasan, baik melalui keterlibatan jaringan Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI), kerjasama dengan kementerian/lembaga, atau membentukan
kelompok “konsumen peduli” di tingkat kecamatan dan kelurahan, dengan
memanfaatkan kelompok-kelompok kerja yang sudah ada. Keterlibatan masyarakat
dalam pengawasan makanan dan obat-obatan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu
memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang hak-haknya sebagai konsumen.
Dengan demikian timbul kesadaran masyarakat bahwa keterlibatannya dalam
pengawasan adalah untuk kepentingan konsumen itu sendiri.
Badan
POM melalui Balai-Balai POM di provinsi dan kemungkinan balai balai kecil atau
apapun namanya di kabupaten/kota sebenarnya dapat melibatkan secara tidak
langsung setiap anggota masyarakat sebagai mata dan telinga pengawasan obat dan
makanan yang beredar, baik di pasar modern, pasar tradisional, mini market dan
toko-toko grosir. Caranya sangat sederhana dan murah, yaitu dengan memasang
stiker alamat dan nomor kontak pengaduan di depan pintu masuk super market,
mini-mini market dan toko-toko grosir. Dengan adanya nomor kontak pengaduan,
maka konsumen yang secara langsung menemukan ada jenis obat atau makanan yang
tidak sesuai standar, atau mengandung bahan-bahan yang membahayakan kesehatan
dan rasa aman konsumen, maka konsumen dapat langsung menghubungi nomor kontak
pengaduan yang tertera di depan super market dan mini market tersebut. Untuk
itu Badan POM dan juga Balai-Balai POM perlu menempatkan petugas penerima
pengaduan, atau memanfaatkan teknologi informasi untuk merekam semua pengaduan
yang datang dari masyarakat. Untuk itu Badan POM dan Balai-Balai POM hendaknya
memberi jaminan kepercayaan bahwa setiap pengaduan masyarakat dapat
ditindaklanjuti dengan sebuah tindakan yang nyata.
Jika
bukan sekarang, kapan lagi. Jika bukan kita, siapa lagi. Sebagai bangsa yang
kaya akan sumber daya alam, inilah saatnya Indonesia mengibarkan panji-panji
peluangnya dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Saya yakin dan percaya bahwa
pelaku usaha dalam negeri tidak akan pernah mengkhianati konsumen bangsanya
sendiri. Sayapun yakin dan percaya konsumen yang cerdas dan kritis akan
senantiasa mencintai produk bangsanya sendiri. Kepercayaan konsumen Indonesia
akan produk bangsanya akan berimbas pada kepercayaan negara-negara Asean sehingga
produk obat dan makanan Indonesia dapat diterima oleh masyarakat Asean.
Catatan :
Naskah ini adalah Juara Pertama Lomba Karya Tulis Dalam Rangka HUT Badan POM RI ke-15, Jakarta, 10 Februari 2016