Sebagai orang pindahan baru
dari kota Makassar, Bung Safety cepat membaurkan diri dengan lingkungan masyarakat
di ibu kota Jakarta. Rumah-rumah yang begitu padat di pinggiran laut Tanjung
Priok membuat Bung Safety lebih leluasa bertetangga dan bergaul. Orang-orang
tua, anak muda, anak-anak kecil yang biasa bermain di jalan, bahkan para
penjual jajanan yang sering masuk ke lorong semua disapanya sehingga hanya
dalam satu bulan ia mengenal nama tiap-tiap orang.
Setiap kali bertemu orang ia
mengenalkan dirinya sebagai Safety, tetapi kemudian ia merasakan namanya
seperti nama wanita ketika orang-orang menyapanya dengan “Septi”. Entah siapa
yang memulai memanggilnya dengan panggilan Bung Safety sehingga orang-orang
mulai ikut-ikutan memanggilnya Bung Safety dan lama kelamaan ia hanya dipanggil
dengan panggilan singkat, “Bung”.
Pada awalnya semua orang senang
dan bahagia tiap kali didatangi dan di sapa oleh Bung Safety. Bung Safety
memang peduli kepada semua orang dan kepada semua masalah yang ada di
lingkungannya. Ia tidak segan-segan membantu jika ada persoalan dihadapi oleh tetangga-tetangganya,
baik berupa tenaga, pikiran dan saran-saran, bahkan kadang tanpa diminta. Namun
lama-kelamaan orang mulai terusuik juga dengan sifat dan kebiasaan Bung Safety.
Tetangga mulai mempergunjingkan kebiasaan Bung Safety yang dianggap cerewet, gila urusan dan suka mencampuri persoalan orang
lain yang tidak ada hubungan dengan dirinya.
Ketika berpapasan dengan
tetangga yang akan berangkat ke kantor dengan kendaraan bermotor, maka Bung
Safety akan mengingatkannya, “coba dulu remnya, lampu depan dan lampu sen. Periksa
dan pastikann SIM dan STNK tidak terlupa, kencangkan ikatan helmnya.” Terakhir ia pesankan untuk berhati-hati di jalan dan
jangan lupa untuk membaca doa. Pertama-tama orang menganggap hal itu sebagai
bentuk perhatian Bung Safety pada tetangga-tetangga dan kenalannya tetapi lama
kelamaan hal itu mereka anggap sebagai kecerewetan.
Pernah suatu kali Bung
safety mengingatkankan tetangga yang bersiap-siap berangkat dengan motor mionya,
“ pakai helmnya, Pak.”
“Tidak usah Bung, Cuma mau
pergi ke pasar sebentar, dekat kok,” jawab tetangganya.
“Kecalakaan tidak menghitung
jarak jauh dan dekat, pak. dengan memakai helm selain taat pada aturan lalu
lintas, jika terjadi kecelakaan
akibatnya tidak terlalu parah terutama pada kepala yang kemungkinan dapat
terjadi geger otak,” kata Bung Safety meyakinkan tetangganya.
“Insya allah tidak akan
terjadi apa-apa. saya kan cukup terampil mengendarai kendaraan roda dua.”
“Itu satu kekeliruan. Itu
namanya tindakan yang tidak berkeselamatan. Kita tidak boleh berkeyakinan akan
selamat selama kita mengabaikan kondisi yang yang berkeselamatan dan bertindak
yang tidak selamat.” Bung Safety mengingatkan tetangganya.
Tetangga yang merasa
dihalangi keberangkatannya, juga merasa kurang enak karena dituding bersikap
keliru lalu akhirnya ia naik pitam dan berkata mulai agak keras. “Kamu itu anak
muda jaga sopan santun berbicara dengan orang tua. Saya tahu apa yang saya
lakukan, lagi pula kalau terjadi apa-apa dengan saya sedikitpun tidak akan
merugikan kamu. Kamu uruslah sendiri urusanmu,” lalu ia tancap gas melarikan
motornya.
benar saja, belum jauh
motornya melintas sebuah kendaraan roda dua lainnya memotong arahnya dan
terjadilah tabrakan. Bung Safety yang pertama melihat kejadian itu segera
bertindak dan membawa tetangga ke rumah sakit terdekat. Kecelakaan tersebut
masih tergolong ringan. Tetangganya hanya mengalami luka dia bagian pelipis
mata kanannya dan sobekan di keningnya. Hasil pemerksaan dokter menunjukkan
bahwa tidak terjadi geger otak dan pasien diperbolehkan pulang.
Tetangga tersebut mengucapkan terimakasih atas pertolongan Bung
Safety dan meminta maaf atas kata-kata kasarnya tadi. Semenjak kejadian tersebut
tetangga yang dimaksud tak pernah lagi lalai menggunakan helm setiap kali akan
mengendarai motor.
Jkt, 23/4/2015