MENIKMATI PENSI DI NAGARI KOTO KACIAK

Senin, 22 September 2014


Dua puluh tahun lebih aku mendambakan mendapat tugas di tanah Minangkabau, Sumatera Barat tetapi tak pernah kesampaian. Bukan berarti tak pernah ada tugas-tugas kunjungan ke provinsi tanah kelahiran Prof Dr. Buaya Hamka tersebut. Mungkin nasib yang menentukan untuk aku bersabar dari obsesi tersebut. Wajarlah jika aku sangat menginginkan kunjungan ke Sumatera Barat, mengingat istri yang kunikahi 22 tahun yang lalu itu berasal dari Nagari Koto Kaciak, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Empat tahun yang lalu keluarga besar istriku termasuk anak-anakku telah menyempatkan pulang ke tanah leluhurnya, sementara aku ada saja halangan untuk mengunjungi kampung halaman istriku.

Tidak henti-hentinya aku berdoa dan berharap untuk punya kesempatan mengunjungi kota Padang. Setelah dua puluh tahun lebih akhirnya kesempatan itu datang juga. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memintaku untuk memberikan materi pelatihan tentang media handling pada hari Kamis, 18 September 2014. Untuk moment ini aku harus berterimakasih kepada dua orang Marsekal, yaitu pimpinanku Agus R. Barnas dan ketua KNKT Tatang Kurniadi yang telah memberi peluang hingga aku dapat mengunjungi kota Padang.

Terimakasih pula pada sahabatku Maulana, pihak Event Organizer yang telah meminta salah seorang supirnya mengantarkanku ke Nagari Koto Kaciak. Setelah sholat jumat kami meluncur menyusuri jalan beraspal melintasi kabupaten Pariaman. Kiri kanan jalan dipenuhi area persawahan dan pohon-pohon kelapa serta rumah-rumah penduduk yang sederhana. Gerimis yang mengiringi perjalanan kami sangat membantu mengatasi panasnya daerah pesisir. Setelah melewati kabupaten Pariaman dan mulai masuk ke Kabupaten Agam segarnya alam pegunungan mulai terasa. Banyak desa-desa dengan nama aksen daerah yang kami lewati tetapi tidak dapat aku hafalkan namanya. Mobil terus meluncur memasuki Lubuk Basuang lalu melingkari danau terbesar kedua, danau maninjau. Begitu luasnya danau maninjau hingga hamparannya tampak bak lautan tak bertepi. Akhirnya jam 17.00 WIB kami membelok ke kiri memasuki jalan kecil lalu mendaki memasuki Nagari Koto Kaciak, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Aku memasuki rumah mertua yang lebih dari 12 tahun ditinggal merantau oleh penghuninya. Kini rumah itu ditinggali oleh adik iparku yang kebetulan memutuskan untuk kembali ke kampung halaman. Rumah kayu yang kokoh dengan enam belas jendela dan empat buah pintu. Pintu disini tidak selalu berarti tempat keluar masuknya penghuni. Ada juga pintu yang hanya berfungsi sebagai tempat keluar masuknya udara. Rumah ini dari pagi hingga sore hari seperti ruang terbuka yang membiarkan udara pegunungan keluar masuk. Rumah kayu tertata bersih karena tidak ada debu dan juga tidak dikhawatirkan adanya tikus dan serangga-serangga lainnya. Sungguh tempat yang sangat dekat dengan alam.

 Di atas meja kayu telah terhidang cemilan ringan yang tak pernah aku lihat sebelumnya. Namanya Pensi, sejenis kerang air tawar yang banyak terdapat di dasar perairan dangkal Danau Maninjau. Bentuknya seperti kerang mini, bercangkang dua dan simetris berwarna coklat kehitam-hitaman. Cangkangnya tipis dengan ukuran 1 hingga 2 sentimeter. Makanan pensi ini hanya ditumis dengan bumbu seadanya dan kuah berlimpah. Rasa kuahnya segar dan khas karena pensi ini banyak mengandung zat kapur dari cangkangnya.

Aku coba mencicipinya tetapi aku kesulitan membuka cangkangnya. Sementara sopir yang membawaku serta kemenakanku yang baru berusia 4 tahun terlihat mengitu serius menikmati pensi. Mereka telah menghabiskan sepuluh pensi sementara aku masih berkutat membuka cangkangnya. Aku perhatikan mereka hanya perlu menggigit sedikit lalu cangkang pensi membuka dan isinya mereka sedot dan emut. Setelah berhasil membuka dan menikmati pensinya baru aku rasakan sensasi rasanya, tetapi tetap saja kesulitan menikmatinya karena waktuku lebih banyak untuk membuka cangkang daripada menikmati pensinya.

Pensi sungguh adalah karunia yang diberikan Allah kepada penghuni sekitar Danau Maninjau, karena untuk mendapatkannya sangat mudah. Pengambilan pensi bisanya pada lepas subuh hingga matahari terbit. Pengambilannya cukup mempergunakan tangkuk dari atas sampan nelayan, atau bisa juga turun ke air danau lalu dengan mempergunakan kaki mengumpulkan pensi hingga menggunung lalu menyelam dan menyendoknya dengan alat tangkuk atau wadah penampung. Siapapun dapat melakukannya. Tetapi kalau anda tak punya waktu untuk mengambilnya di dasar danau, jangan khawatir karena setiap hari ada saja penduduk yang menawarkan pensi dengan harga yang murah.

Dua hari di Nagari Koto Kaciak benar-benar aku manfaatkan untuk belajar menikmati pensi. setelah berusaha mencoba dan mencoba terus akhirnya aku mulai terampil membuka cangkang dengan gigi depan dan menikmati daging pensinya dengan lezat. Ternyata keterampilan memakan pensi adalah perpaduan keterampilan memakan kerang dan memakan kuaci. Kalau tak percaya silahkan datang ke Maninjau untuk mencobanya sendiri.

tadinya aku akan membawa pulang Pensi sebagai oleh-oleh khas Nagari Koto Kaciak. Tetapi urung kulakukan karena untuk mengolahnya menjadi lauk pauk ataupun cemilan membutuhkan keterampilan tersendiri dalam memasaknya. Kalau anda salah dalam mengolahnya dapat berakibat batuk-batuk, dan memang mereka yang sedang batuk dilarang keras memakan pensi. Entah apa sebabnya, belum aku telusuri secara mendalam. Aku terima saja informasi itu sebagai sebuah kebenaran karena mereka yang berada di sekitar Danau Maninjau mengatakan demikian.

Nagari Koto Kaciak
21 September 2014

0 komentar:

Posting Komentar