AKU SUKA WANITA INI

Senin, 08 Desember 2014


Menyenangi wanita ibarat menyenangi sebuah lukisan yang digores dengan kepekaan hati
di atas sebuah kanvas kehidupan.
Pada lukisan itu akan kau temukan keindahan, kedamaian, keteduhan dan penghargaan yang begitu tinggi pada Sang Pelukis


Dalam sebuah kesempatan kembali ke kampung halaman memenuhi panggilan keluarga untuk berkumpul bersama, meramaikan dan mendoakan hajat keluarga untuk menikahkan salah seorang kemenakanku, mataku tiba-tiba terpana pada sosok seorang wanita remaja yang beberapa kali melintas di hadapanku. Aku berusaha untuk mengingat-ingat, siapa gerangan dirinya. Rasanya-rasanya aku belum pernah melihat wajah seperti itu. Mungkin ia salah seorang kemenakanku yang kemudian tumbuh besar selama aku merantau di Jakarta, dan kini ia menjelma menjadi wanita yang mencuri perhatianku. Mungkin salah seorang keluarga yang masa kecilnya belum sempat aku lihat. entahlah...!

Dalam setiap acara kumpul keluarga, aku biasanya bererak kesana kemari menemui dan melepas kangen dengan siapa saja, tapi kali ini aku betah berlama-lama duduk di kursi menanti dan mengamati gadis cantik itu keluar masuk mengantarkan hidangan. Sekarang ia berada tepat di depan mejaku menghidangkan burongko dan kue lapis basah (addase). Sementara ia dengan santainya meletakkan penganan dan mengaturnya di atas meja, aku justru berkesempatan memperhatikan seluruh lekuk wajahnya yang terbingkai hijab berwarnah pink yang membuat keseluruhan wajahnya juga lebur dalam nuansa pink.

Kulitnya putih dan halus walau tidak sebening kristal kaca cincin permata kecubung air yang bisa kukenakan di jari tengahku. Bibirnya tipis agak memerah, padahal tak segaris lipstikpun yang menggoresnya. gigi putihnya yang teratur rapih sebahagian bersembunyi di balik kedua bibirnya. Bentuk rahangnya typikal bugis banget. Hidungnya memang tidak cantik tetapi bentuknya yang dari atas telah memisahkan secara simetris kedua bola matanya, serta jaraknya yang begitu dekat dengan bibir atasnya membuatnya semakin menarik, apalagi ketika ia tersenyum sedikit dan menarik kedua lapisan kulit pipinya ke belakang, maka makin tampaklah betapa indahnya senyum yang ia berikan pada dunia.

Hal yang membuatku makin tertarik adalah sikapnya yang begitu tenang, santun dan sopan kepada setiap orang yang menyapanya. Langkah kakinya tenang tetap tetap sigap bekerja. Jenis kain sederhana yang membungkus seluruh tubuhnya tidak menghalanginya melalukan berbagai aktivitas. Jika menilik satuan komponen pada wajahnya, sebenarnya tidak ada sesuatu yang menonjol. Namun komponen-komponen itu seolah menyatukan diri membentuk dirinya sebagai makhluk Tuhan yang.....subhanallah kecantikannya mencerminkan kecantikan kepribadian dan jiwanya.

Tak henti-hentinya aku kagumi wajah ini hingga tak memberiku kesempatan walau hanya sekedar menyapanya. Kepada istri yang duduk di samping, aku katakan, ” Aku suka wanita ini..” Istrikupun ternyata punya pandangan yang sama. Ia melihat bahwa wanita itu memiliki aura kebaikan dan masa depan yang baik. Aku tanyakan kepada beberapa orang tentang sipa dirinya. Namanyapun rupanya sangat sederhana, Neny. Takdir hidup menggariskannya sebagai wanita yatim namun tetap memiliki semangat hidup untuk maju dengan terus berkuliah.

Kepada beberapa keluarga dekat aku katakan, ”Aku mau wanita itu tetap ada dalam keluarga besarku.”

Jakarta, 9 Desember 2014
Zulkomar